Global Protective Service

Kami berkomitmen untuk memberikan layanan terbaik kepada pelanggan kami. Hubungi kami untuk menyesuaikan solusi untuk kebutuhan keamanan anda. Global Protective Service (GPS) mengikuti proses yang sederhana dalam praktek layanan kami. Kami hanya merekrut dan mempertahankan staf yang berkualitas tinggi dengan keberanian, kehormatan, disiplin dan Trust dan etos kerja yang terbukti. Banyak staf kami telah direkrut dari perusahaan keamanan lainnya, masing-masing tertarik dengan tingkat tinggi kami membayar dan pelatihan karyawan programs. Setiap calon akan diperiksa dan harus lulus pemeriksaan latar belakang, wawancara dan pengujian lainnya sebelum kerja dengan GPS.

Sabtu, 25 September 2010

SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN INFORMASI

SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN INFORMASI

Sistem Manajement Keamanan Informasi ( ISMS),  rata-rata digunakan para manajer untuk mengukur, memonitor dan mengendalikan keamanan informasi mereka. Manajemen Keamanan Informasi ini memberikan  perlindungan informasi dan penghitungan  asset yang ada. Manajemen Keamanan Informasi ini mempunyai tiga komponen kunci dalam  menyediakan jaminan layanan keamanan informasi diantaranya :

• Kerahasiaan– memastikan bahwa informasi dapat diakses hanya untuk mereka yang authorised untuk mempunyai akses.
• Integritas– melindungi kelengkapan dan ketelitian informasi  dan memproses metoda.
• Ketersediaan– memastikan bahwa para pemakai authorised mempunyai akses ke informasi dan berhubungan dengan asset ketika diperlukan.

Dalam mencapai keamanan informasi ini, satu perangkat kendali, bisa digunakan menjadi suatu kebijakan, struktur organisasi, atau perangkat lunak yang berfungsi sebagai prosedur untuk diterapkan. Perangkat kendali ini harus dapat memastikan sasaran hasil keamanan secara spesifik bagi kita dan pelanggan pada umumnya.

Salah satu contoh hasil survey yang dilakukan oleh ISBS, yang menunjukkan mengapa format informasi apapun penting bagi bisnis suatu perusahaan, dan persepsi perusahaan terhadap resiko yang mungkin  melanggar keamanannya.

Gambar 1 : Menunjukkan hasil dari survei ISBS 2000.

a. Mengapa Sistem Manajemen Keamanan Informasi Dibutuhkan?

Menurut Survei Pelanggaran Keamanan Informasi ( ISBS), yang dilakukan terhadap beberapa organisasi / perusahaan . Salah satu penemuan yang  paling mengejutkan dalam  ISBS 2000 adalah bahwa  :
 31%,  organisasi yang diwawancarai , mereka tidak memiliki informasi apapun yang mereka pertimbangkan untuk menjadi “ kritis” dan sensitive secara alamiah bagi bisnis mereka ,
58%,  organisasi yang diwawancarai,  keamanan informasi dipertimbangkan untuk suatu permasalahan bisnis penting, hanya satu dari  tujuh telah melakukan suatu kebijakan yang menggambarkan sistem manajemen keamanan informasi mereka.
Uraian pelanggaran keamanan ini menunjukkan  sebagian besar usaha keamanan informasi adalah dipusatkan pada ancaman eksternal, ancaman yang utama datang dari dalam organisasi. Kesalahan Operator dan  kegagalan tenaga manusia adalah dua sumber pelanggaran keamanan paling besar. Virus memperoleh 16% tentang peristiwa keamanan, sedang akses yang unauthorised eksternal memperoleh 2%.
Demikian juga survey dilakukan ISBS terhadap 1000 orang manajer sebagai penanggung jawab keamanan informasi organisasinya. Ini adalah penemuan kunci Keamanan Informasi Survei Pelanggaran 2000:

• 60% tentang organisasi sudah menderita/mengalami suatu pelanggaran  keamanan dalam 2 tahun terakhir .
• Di atas 30% tentang organisasi tidak mengenali bahwa informasi bisnis mereka adalah baik secara kritis maupun  sensitip, dan dikarenakan  suatu asset bisnis.
• 40% tentang perusahaan yang melaporkan pelanggaran keamanan adalah dalam kaitan dengan operator atau kesalahan pemakai.
• Organisasi yang itu semua  mempunyai informasi sensitip atau kritis, 43% diderita yang “ sangat serius” atau “ yang sangat serius” pelanggarannya, dan lebih  20% diderita yang telah  “ sedang serius” melanggar berlangsung 2 tahun.
• paling sedikit seluruh organisasi bisa menilai implikasi bisnis terhadap pelanggaran keamanan yang mereka diderita dan  menunjukkan bahwa ongkos pelanggaran itu dapat  lebih dari £ 100,000.
• Di atas 70% dari semua peristiwa keamanan adalah suatu hasil dari kesalahan pemakai operator atau gangguan daya internal.
Laporan menunjukkan bahwa hanya 2% tentang pelanggaran informasi yang serius adalah dalam kaitannya  dengan akses eksternal unauthorised.


Gambar pertunjukan 60% tentang perusahaan menderita pelanggaran keamanan.
Masing-Masing kategori menunjukkan prosentase  dari perusahaan dalam jumlah  60% yang mengalami pelanggaran .

Gambar 2 menunjukkan hasil survey ISBS 2000 terhadap pelanggaran keamanan

b . Penerapan Standard ISO 17799 : ISMS

Pada Part  3.1 Kode Praktek mengatakan  bahwa " Manajemen perlu menetapkan suatu arah kebijakan yang jelas dan menunjukkan dukungan terhadap keamanan informasi melalui isu dan pemeliharaan dari suatu kebijakan keamanan informasi terhadap organisasi".
Tujuan ISO 17799 adalah untuk meyakinkan kerahasiaan, integritas dan ketersediaan asset informasi untuk perusahaan tetapi lebih penting lagi, bagi para pelanggan. Jaminan dicapai melalui Kontrol / pengendalian bahwa manajemen diciptakan dan dipelihara di dalam organisasi. Untuk menjalankannya,  ISO 17799 menggambarkan suatu proses atas penyelesaian dengan menyediakan basis untuk keseluruhan Sistem Manajemen Keamanan Informasi (ISMS).

Faktor pokok dari proses ini adalah sebagai berikut:
• Gambarkan suatu kebijakan keamanan
• Gambarkan lingkup ISMS
• Lakukan suatu penilaian resiko
• Atur resiko itu
• Pilih sasaran hasil kendali dan mengendalikan untuk diterapkan
• Siapkan suatu statemen yang dapat dipakai (applicabilas).
Dan dibawah ini adalah flowchart dari ISMS :




Derajat tingkat jaminan keamanan diperlukan untuk dicapai melalui suatu pengendalian bahwa manajemen menciptakan dan memelihara organisasi. Pengaturan   ke sepuluh kontrol  /  kendali yang ada pada ISO 17799 digunakan untuk mengimplementasikan suatu program keamanan informasiyang sukses, yaitu dengan:
·  Information Security Policy
Memanfaatkan kebutuhan bagi Kebijakan Keamanan Informasi untuk menyediakan arah manajemen dan dukungan bagi keamanan informasi. Keuntungan dari ini adalah Suatu target untuk suatu sistem keamanan yang efektif dapat diciptakan.
·   Security Organisation
 Struktur keamanan organisasi harus dengan jelas direncanakan.
Keuntungan adalah : kebutuhan keamanan internal dan eksternal dapat dikenali, dikendalikan dan dimonitor.
·  Asset Classification and Control (Penggolongan Asset dan Kendali Informasi ): ditugaskan suatu nilai, mencerminkan dampak pada kerugian yang mungkin dimiliki organisasi. Keuntunggannnya : Tingkat keamanan, sesuai melindungi nilai informasi, dapat diterapkan.
·  Personnel Security
Keamanan Personil Staff harus dilatih, relevan dengan area yang mendukung kebijakan keamanan ( mengidentifikasi pelanggaran atas kebijakan, staff vetting, persetujuan kerahasiaan dan tanggung-jawab individu untuk tugas spesifik).
 Cek Keamanan dapat dilaksanakan pada suatu basis reguler, dengan semua orang di dalam organisasi itu.
·  Physical and Environmental Security
Phisik dan Keamanan Lingkungan Safe-Keeping informasi, di semua lingkungan di mana itu digunakan atau disimpan, harus dikendalikan dan dimonitor. Keuntungannya :Resiko informasi gagal / kehilangan melalui pencurian, banjir dan lain lain adalah merupakan minimised.




·  Computer and Network Security
Komputer Dan Keamanan Jaringan Prosedur yang didokumentasikan harus menunjukkan yang sekarang dan informasi baru, aman dari kerugian, atau penyingkapan.
Keuntunggannya : Suatu program acara keamanan berkesinambungan pada tempatnya untuk melindungi informasi elektronik
·  System Access Control
Kendali Akses Sistem.Penekanan tertentu ditempatkan pada operasi sistem yang in-house dan rata-rata dengan masukan untuk system yang diperoleh. Keuntunggannya : Akses Unauthorised ke informasi dapat dikendalikan.
·  Systems Development and Maintenance
Pengembangan Sistem dan Pemeliharaan Semua sistem baru harus diuji dan dikendalikan dari lingkungan. Keuntungannya : ' Pintu belakang' mengakses ke informasi sekarang via suatu sistem baru harus dicegah.
·  Business Continuity Planning
Perencanaan Kesinambungan Bisnis harus disiapkan dan yang dibaharui untuk menilai orang agar dapat dipercaya setia di dalam sekarang dan lingkungan kerja yang ditinjau kembali. Keuntungannya : Kesadaran dari semua resiko keamanan potensial dapat dikendalikan dan dicapai.
·  Compliance
Pemenuhan Kebijakan Keamanan harus teraudit untuk memastikan bahwa itu mematuhi peraturan dan kebutuhan. Keuntunggannya : Undang-undang. Resiko penuntutan untuk yang  tidak memenuhi adalah minimised.
(Source www.nqa.com)

Maka bagi Perusahaan yang sudah mengembang;kan suatu Sistem Manajemen Keamanan Informasi ( ISMS) dapat menyesuaikan diri dengan ISO 17799 dan menunjukkan suatu komitmen keamanan informasi. Sertifikasi ini akan memberi kunci keuntungan organisasi / perusahaan  atas pesaing dengan menyediakan kredibilitas tambahan tidak ternilai. Ini memungkinkan suatu organisasi untuk  membuat suatu statemen publik kemampuan dan  akan juga memberi organisasi itu kepercayaan di dalam integritas dan keamanan tentang  sistem kepunyaan dan prosesnya sebagai yang terukur ."
Adapun manfaat  proses keamanan informasi dalam Standard ISO 17799 bagi  perusahaan adalah sebagai  berikut:
• Suatu metodologi tersusun yang dikenali
• Proses yang digambarkan untuk mengevaluasi, menerapkan, memelihara, dan mengatur keamanan informasi
• Satu set kebijakan dikhususkan, standard, prosedur, dan petunjuk
• Sertifikasi mengijinkan organisasi untuk mempertunjukkan status keamanan informasi mereka sendiri
• Menunjukkan Sertifikasi “ Penelitian”

Secara internal keuntungan-keuntungan menerapkan suatu ISO 17799 Sistem Manajemen Keamanan Informasi (ISMS) dapat digunakan sebagai:
• Suatu pengukuran untuk keamanan perusahaan
• Satu set kendali
• Suatu metoda untuk menentukan target dan mengusulkan peningkatan
• Basis untuk standard keamanan informasi intern perusahaan

Organisasi menerapkan ISO 17799 mempunyai suatu alat untuk mengukur, mengatur dan mengendalikan  informasi yang penting kepada operasi system mereka. Pada gilirannya ini dapat mendorong kearah kepercayaan pelanggan, yang lebih efisien dan
sistem internal efektif serta  suatu tanda kelihatan dari kesanggupan suatu organisasi .

c. Sertifikasi ISMS
Sertifikasi Pihak ketiga menawarkan suatu pandangan yang tidak memihak dari sistem keamanan perusahaan, Hal ini memudahkan dalam melakukan usaha / bisnis; tentunya akan  mendorong dan memungkinkan organisasi untuk masuk ke hubungan uasaha / bisnis , dengan mempromosikan memungut manajemen keamanan informasi sesuai ke bidang uasaha / bisnis  demi kepentingan bisnis  global secara keseluruhan.

Sertifikasi dari ISMS  seluruhnya sifatnya sukarela/fakultatif. Organisasi yang mana  dengan sukses melengkapi sertifikasi proses itu, mempunyai kepercayaan lebih besar di dalam manajemen keamanan informasi mereka dan akan mampu menggunakan sertifikat itu untuk membantu, meyakinkan bisnis bersekutu dengan siapa yang mereka berbagi informasi. Sertifikat membuat suatu statemen kemampuan publik, dan mengijinkan organisasi untuk menyimpan/pelihara secara detil tentang  sistem keamanan rahasianya .

Standar Sistem Manajemen Keamanan


standar sistem manajemen keamanan

a. Pengenalan ISO 17799
Informasi adalah salah suatu asset penting dan sangat berharga bagi kelangsungan hidup  bisnis dan disajikan dalam berbagai format berupa : catatan, lisan, elektronik, pos, dan audio visual. Oleh karena itu, manajemen informasi penting bagi  meningkatkan kesuksusesan yang kompetitif dalam  semua sektor ekonomi. Tujuan manajemen informasi adalah untuk melindungi kerahasiaan, integritas dan ketersediaan informasi. Dengan tumbuhnya berbagai  penipuan, spionase, virus, dan hackers sudah mengancam informasi bisnis  manajemen oleh karena meningkatnya keterbukaan informasi dan lebih sedikit kendali/control yang dilakukan melalui teknologi informasi modern. Sebagai konsekwensinya , meningkatkan harapan dari para manajer bisnis, mitra usaha, auditor, , dan stakeholders lainnya menuntut adanya manajemen informasi yang efektif untuk memastikan informasi yang menjamin kesinambungan bisnis dan meminimise kerusakan bisnis dengan pencegahan dan memimise dampak peristiwa keamanan.
Pada tahun 1995, Institut Standard Britania ( BSI) meluncurkan standard pertama mengenai manajemen informasi di seluruh dunia, yaitu : " B 7799, Bagian Pertama: Kode Praktek untuk Manajemen Keamanan Informasi". yang didasarkan pada Infrastruktur pokok B 7799, ISO ( Organisasi Intemasional Standardisasi) yang memperkenalkan ISO 17799 standard mengenai manajemen informasi pada 1 Desember, 2000. Kebutuhan ISO 17799 standard meliputi: dokumen kebijakan keamanan informasi, alokasi keamanan informasi tanggung-jawab, menyediakan semua para pemakai dengan pendidikan dan pelatihan di dalam keamanan informasi, mengembangkan suatu sistem untuk pelaporan peristiwa keamanan, memperkenalkan virus kendali, mengembangkan suatu rencana kesinambungan bisnis, mengendalikan pengkopian perangkat lunak kepemilikan, surat pengantar arsip organisatoris, mengikuti kebutuhan untuk perlindungan data, dan menetapkan prosedur untuk mentaati kebijakan keamanan.
Sedangkan bagi ke sepuluh bagian kontrol dari  ISO 17799 standard meliputi: kebijakan keamanan, organisasi keamanan, penggolongan asset dan kendali, keamanan personil, phisik dan kendali lingkungan, pengembangan dan jaringan komputer dan manajemen, sistem akses kendali, pemeliharaan sistem, perencanaan kesinambungan bisnis, dan pemenuhan.

b. Definisi ISO 17799
Integritas surat pengantar, kerahasiaan dan ketersediaan informasi merupakan suatu peran utama di dalam definisi keamanan.
 Informasi adalah suatu asset perusahaan yang harus dilindungi dari satu rangkaian ancaman dalam rangka menjamin kesinambungan bisnis dan minimise kerugian  dari ketidakamanan yang terjadi.
Masalah tersebut harus ditangani dengan  menggunakan suatu logika pencegahan ( manajemen resiko), bukannya manajemen keadaan darurat atau control / vigilance.
Dalam rangka pro aktif terhadap kebutuhan keamanan, arsitektur keamanan meliputi tiga unsur pokok:
o kebijakan perusahaan ( keterlibatan manajemen menyiratkan alokasi sumber daya dan suatu visi yang strategis dan permasalahan global dalam keamanan),
 o instrumen teknologi,
 o perilaku individu ( pelatihan karyawan,dan menciptakan saluran komunikasi).
Permasalahan keamanan secara sistematis telah ditangani pada tingkat internasional, sejak tahun 1995 ( BS7799 standard) dan menghasilkan definisi ISO/IEC 17799 yang ditetapkan  tanggal 1 Desember 2000.
Standard ini memperkenalkan konsep “Sistem Manajemen" ke dalam bidang keamanan, suatu tool yang  diambil dari sistem yang berkwalitas untuk menyimpan/pelihara proses keamanan di bawah kendali yang secara sistematis dan dari waktu ke waktu dengan menjelasankan peran, tanggung-jawab, prosedur formal ( baik sebagai mata-mata perusahaan dan manajemen keadaan darurat) dan saluran komunikasi.
Suatu Sistem Manajemen Keamanan Informasi yang efektif dan efisien ( SGSI) mengijinkan perusahaan / organisasi untuk:
 o secara konstan diperbaharui atas adanya ancaman baru dan poin-poin penting serta mengambilnya ke dalam pertimbangan sistematis
 o menangani kecelakaan dan kerugian dari segi pandangan pencegahan dan peningkatan sistem berlanjut
 o mengetahui ketika kebijakan dan prosedur tidak cukup diterapkan pada mulanya untuk mencegah kerusakan
 o menerapkan kebijakan dan prosedur tentang pentingnya managemen keamanan, dengan mengikuti " prosedur praktek terbaik" dan manajemen resiko yang baik.
Dengan mengenali nilai manajemen keamanan informasi yang strategis ini, dapat ditawarkan suatu rencana sertifikasi inovatif, berdasar pada BS7799-2:1999 rencana sertifikasi dan petunjuk ISO17799, bagi perusahaan ekonomi baru  penyedia layanan, e-commerce operator, otoritas sertifikasi, informasi perusahaan yang outsourcing, perusahaan perbankan dan sektor asuransi, dan juga perusahaan yang bekerja dalam perdagangan tradisional.

c. Prinsip-prinsip ISO 17799
Pedomam  ISO 17799 menangani permasalahan dalam keamanan suatu tingkat tinggi, dengan bebas dari  teknologi dan  sebagian besar berkonsentrasi pada manajemen keamanan.
Di sana ada bahan baku tingkat yang lebih rendah ( e.g.: ISO 15408,  diperoleh dari ukuran-ukuran yang umum)   untuk   melukiskan   system/equipment         keamanan ( perangkat keras, perangkat lunak).

Petunjuk diperoleh dari pengalaman Britania Industrial / Bank dunia  dan berisi unsur-unsur praktek keamanan terbaik.
Dimana isi / konten dari ISO-17799  meliputi :
  • 10 control clauses
  • 36 control objectives
  • 127 controls
Hal itu dapat diraikan  menjadi 10 bagian utama dan mengidentifikasi sasaran hasil dari tiap  kendali relatif untuk ditererapkan (keseluruhan total ada :127 kendali):
  1. Kebijakan Keamanan (Security Policy);
  2. Organisasi keamanan  (Security organisation);
  3. Penggolongan Asset dan kendali (Asset classification and control);
  4. Keamanan Personil (Personnel Security);
  5. Phisik dan Keamanan lingkungan (Physical and Environmental Security);
  6. Komunikasi dan management Operasi (Communication and operations management);
  7. Kendali Akses Sistem (System Access Control);
  8. Pengembangan system dan pemeliharaan (System Development and maintenance);
  9. Perencanaan Kesinambungan Bisnis (Business Continuity Planning);
  10. Pemenuhan (Compliance);
Dan untuk 37 control objecti-nya adalah sebagai berikut :
The 36 control objectives terdiri dari :
  • Control Objectives
  • Information security policy
  • Information security infrastructure
  • Security of third party access
  • Outsourcing
  • Accountability for assets
  • Information classifications
  • Security in job definition and resourcing
  • User training
  • Responding to security incidents and malfunctions
  • Secure areas
  • Equipment security
  • General controls
  • Operational procedures and responsibilities
  • System planning and acceptance
  • Protection against malicious software
  • Housekeeping
  • Network management
  • Media handling and security
  • Exchanges of information and software
  • Access Control
  • Use access management
  • User responsibilities
  • Network access control
  • Operating system access control
  • Application access control
  • Monitoring system access and use
  • Mobile computing and teleworking
  • Security requirements of systems
  • Security in application system
  • Cryptographic controls
  • Security of systems files
  • Security in development and support process
  • Aspects of business continuity management
  • Compliance with legal requirements
  • Review of security policy & technical compliance
Kendali / Kontrol tersebut diuraikan pada tingkat tinggi, tanpa memasukkan masalah teknologi secara detail, dalam rangka membiarkan perusahaan / organisasi masing-masing secara total bebas untuk memilih kendali itu yang  terdekat ke situasi cultural/technological dan kebutuhan sendiri.

d. Keuntungan ISO 17799
ISO 17799 suatu standard internasional mempunyai nilai acuan dokumen  yang mempunyai tujuan / makna membandingkan dan pengenalan timbal balik antara perusahaan.
Sertifikasi dari suatu sistem manajemen keamanan informasi adalah cara menuju keberhasilan jarak penglihatan eksternal, suatu pesan kuat ke arah suatu pasar yang mana terus meningkat ke arah permasalahan dalam keamanan, dan suatu faktor vitalitas untuk sistem manajemen dan memastikan efficiency/effectiveness adcompliance dengan memenuhi kebutuhan.
Sertifikasi sebagai alat yang penting bagi suatu komitmen / perjanjian yang berani (valorizing) dan buat usaha dalam satu atap, sertifikasi menyoroti gambaran dari suatu organisasi dan memperkuat posisi pasarnya, dan pada sisi lain, menjamin bahwa sistem mematuhi standard acuan itu, dengan demikian menjamin vitalitas dan mutu nya.

Manfaat lebih lanjut :
§ pengaruh yang positif atas gengsi perusahaan, gambaran dan parameter kehendak baik eksternal, seperti halnya suatu kemungkinan akibat pada asset atau nilai saham perusahaan.
§ nilai sertifikasi dalam manajemen informasi, dalam kaitan dengan manajemen resiko, dengan  pertolongan definisi peran, tanggung-jawab dan yang metoda mata-mata membuat perusahaan itu menjamin/mengamankan juga parameter sah tentang undang-undang dan sebagai konsekwensi melindungi manajemen
§ pengurangan di dalam biaya dan manfaat kompetisi berhubungan dengan peningkatan efisiensi proses dan manajemen biaya keamanan
§ peningkatan ROI pada investasi informasi dalam kaitannya dengan fokus yang ditargetkan investasi ini dipandang dari sudut analisis risiko dan penilaian
e. Cara Bekerja ISO 17799
Berikut ini suatu audit awal, rencana sertifikasi melibatkan pokok persoalan suatu penyesuaian sertifikat tiga tahun dengan standard acuan, audit pengesahan berkala sepanjang ke periode tiga tahun dan suatu audit akhir untuk pembaruan tujuan.
PROSEDUR SERTIFIKASI  MELIBATKAN:
 o Mengumpulkan daftar pertanyaan yang informative (Filling in the informative questionnaire)
 o Melukiskan kondisi-kondisi ekonomi (Defining economic conditions)
 o Menggunakan sertifikasi (Applying for certification)
 o Meninjau ulang Dokumen (Documents review )
o Pre-Audit ( opsional)
 o Audit Perusahaan (Company audit )
 o Persetujuan oleh Panitia Sertifikasi (Approval by Certification Committee )
 o Isu Sertifikat (Issue of the Certificate)
 o Audit Pemeliharaan berkala (Periodic maintenance audits )
 o Pembaruan Sertifikasi (Renewal of Certification)

f. Konstruksi SGSI
Perusahaan     harus      mengambil    beberapa     langkah-langkah    sebelum     dapat
menciptakan    sistem    manajemen    keamanan   informasi      sendiri      ( SGSI):




Langkah 1: Kebijakan Keamanan Informasi
Organisasi menggambarkan kebijakan keamanan informasinya tergantung pada sasaran hasilnya, sektor, jenis offer/services, dimensi dan anatominya.Kebijakan ini bukanlah suatu dokumen mata-mata tetapi suatu ringkasan dan komunikasi yang jelas untuk mengorganisir dalam memberi suatu definisi umum object yang tunduk kepada perlindungan, area di mana perusahaan berniat untuk menginvestasikan sumber daya keamanannya, tanggung-jawab manajemen senior dan standard acuan dan perundang-undangan harus dipatuhi.

Langkah 2: Kegiatan
Informasi " nilai rendah" yang dikeluarkan mengijinkan kegiatan SGSI untuk digambarkan, dengan memusatkan pada  apa  yang paling penting bagi perusahaan,yaitu kegiatan keseluruhan organisasi atau jasa atau sistem spesifik.
Kegiatan tersebut harus konsisten dan oleh karena menandai adanya semua sistem informasi yang terlibat dan anggota mereka sebagai alat penghubung eksternal.

Lang kah3: Mengambil resiko penilaian
Kebutuhan Keamanan dikenali oleh suatu analisis metode risiko yang berlaku untuk keseluruhan organisasi atau hanya untuk bagian-bagian tertentu, jasa atau sistem spesifik.
Langkah ini dimulai dengan  cataloguing asset untuk melindungi ( informasi, perangkat lunak, perangkat keras,..) dan memberi suatu nilai bagi asset itu dalam rangka menilai ancaman dan kelemahan dan memutuskan tindakan apa  untuk mengambil ( instrumen, memeriksa prosedur,…) dalam rangka mengurangi resiko pada suatu tingkatan yang bisa diterima.
Resiko Penilaian dan pemilihan tindakan balasan adalah salah satu dari langkah-langkah yang paling utama untuk suatu sistem efektif: langkah ini diambil sekali ketika melukiskan sistem itu dan kemudian pada interval berkala dalam rangka mencukupi prioritas dan kebutuhan bisnis baru, memeriksa efisiensi sistem dan membaharui nya menurut pengembangan ancaman dan perubahan organisasi, struktur, jenis bisnis, dll. Standard tidak memerlukan suatu pendekatan spesifik. Sasaran analisis risiko, dalam konteks B 7799, adalah untuk mengukur perlindungan  dalam hubungan dengan resiko dan kemungkinan tidak berhasil untuk mencapai sasaran hasil bisnis.
Analisis risiko adalah suatu kebutuhan pokok untuk membangun suatu sistem " yang efektif dan efisien" yang mana merupakan suatu bagian integral perusahaan dan tidak hanya suatu bangunan bagian atas.
 B 7799 memerlukan organisasi untuk memperkenalkan kendali spesifik lebih lanjut  ke dalam SGSI nya ( e.g.: sehubungan dengan ketentuan hukum).

Langkah 4: Manajemen resiko
Organisasi harus memutuskan bagaimana cara mengatur resiko.


Permulaan dari hasil analisis risiko adalah sasaran hasil kendali dan kendali diperlukan  untuk mengatur resiko itu menjadi mudah dikenali.
Khususnya, tindakan yang diperlukan untuk melakukan yang berikut ini agar jadi mudah dikenali :
  • Kurangi itu,
  • Hindari itu,
  • Terima itu,
  • Contoh : Memindahkan itu ( e.g.: Asuransi)

Langkah  5: Memilih surat pengantar
 Dalam posisi ini, tindakan balasan manajemen resiko yang dipilih. Daftar yang baku adalah suatu variasi yang besar untuk mengendalikan: daftar ini tidak seluruhnya untuk organisasi yang spesifik, dimana untuk mengintegrasikannya dengan menambahkan ukuran.
Kendali harus dipilih menurut biaya implementasi, dalam hubungan dengan resiko dan rugi dalam hal yang  ketidak-amanan.
Faktor  yang bukan  moneter, seperti hilangnya gambaran / reputasi perlu juga dipertimbangkan.



Seperti dapat dilihat, langkah-langkah 1-5 diambil dengan bebas dari yang sudah ada / baku.
Standard adalah suatu bagian dari 6langkah  besar untuk mengevaluasi keluaran langkah-langkah yang sebelumnya.

Kamis, 16 September 2010

SISTEM MANAJEMEN PENGAMANAN ORGANISASI, PERUSAHAAN DAN / ATAU INSTANSI / LEMBAGA PEMERINTAH


KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
MARKAS BESAR




PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2007 TANGGAL 10 DESEMBER 2007


PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL.: 24 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PENGAMANAN ORGANISASI, PERUSAHAAN DAN/ATAU INSTANSI/LEMBAGA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
  1. bahwa dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, dipandang perlu melibatkan dan meningkatkan potensi pengamanan swakarsa untuk membantu salah satu tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  2. bahwa Satuan Pengamanan merupakan bentuk pengamanan swakarsa yang bertugas membantu Polri di bidang penyelenggaraan keamanan dan ketertiban masyarakat, terbatas pada lingkungan kerjanya;
  3. bahwa pengaturan mengenai satuan pengamanan pada organisasi, perusahaan dan/atau instansi/lembaga pemerintah merupakan kewenangan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan pengelolaannya dilakukan secara profesional dalam suatu Sistem Manajemen Pengamanan;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Sistem Manajemen Pengamanan Organisasi, Perusahaan dan/atau Instansi/Lembaga Pemerintah;
Mengingat:
  1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);
  2. Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional;
  4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG SISTEM MANAJEMEN PENGAMANAN ORGANISASI, PERUSAHAAN DAN/ATAU INSTANSI/LEMBAGA PEMERINTAH.



BAB I 

KETENTUAN UMUM 
Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
  1. Sistem Manajemen Pengamanan yang selanjutnya disingkat SMP adalah bagian dari manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan pengamanan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan usaha guna mewujudkan lingkungan yang aman, efisien dan produktif. 
  2. Industrial Security adalah segala upaya yang berkaitan dengan perlindungan terhadap instalasi, sumberdaya, utility, material dan informasi rahasia industri dalam rangka mencegah terjadinya kerugian dan kerusakan. 
  3. Organisasi adalah suatu badan berbasis kemasyarakatan yang melakukan kegiatannya dengan tidak berorientasi pada aspek komersial, yang beroperasi di wilayah Republik Indonesia. 
  4. Perusahaan adalah suatu badan yang melakukan kegiatannya berorientasi komersial yang beroperasi di wilayah Republik Indonesia. 
  5. Instansi/lembaga Pemerintah adalah organisasi pemerintah selain Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang berorientasi pada fungsi pelayanan masyarakat, yang menyelenggarakan Satuan Pengamanan. 
  6. Satuan Pengamanan yang selanjutnya disingkat Satpam adalah satuan atau kelompok petugas yang dibentuk oleh instansi/badan usaha untuk melaksanakan pengamanan dalam rangka menyelenggarakan keamanan swakarsa di lingkungan kerjanya. 
  7. Tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana kegiatan usaha dan fungsi pelayanan publik berlangsung serta terdapat sumber-sumber ancaman dan gangguan keamanan baik fisik maupun non fisik di dalam wilayah negara Republik Indonesia. 
  8. Badan Usaha Jasa Pengamanan yang selanjutnya disingkat BUJP adalah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang penyediaan tenaga pengamanan, pelatihan keamanan, kawal angkut uang/barang berharga, konsultasi keamanan, penerapan peralatan keamanan, dan penyediaan satwa untuk pengamanan. 
  9. Audit adalah proses kegiatan yang bertujuan untuk meyakinkan tingkat kesesuaian antara satu kondisi yang menyangkut kegiatan dari suatu identitas dengan kriterianya dilakukan oleh auditor yang berkompeten dan independen dengan mendekatkan dan mengevaluasi bukti-bukti pendukungnya secara sistematis, analistis, kritis dan selektif guna memberikan pendapat atau kesimpulan dan rekomendasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 
  10. Tim Audit adalah Tim yang dibentuk oleh Polri yang bertugas melakukan audit akreditasi terhadap BUJP dalam rangka penerbitan operasionalnya. 
  11. Badan Audit adalah suatu badan independen yang bertugas melakukan audit SMP untuk memastikan tingkat pencapaian, pemeliharaan, serta penerapan SMP di lingkungan organisasi, perusahaan, instansi/lembaga pemerintah. 
  12. Laporan audit adalah hasil audit yang dilakukan oleh Badan Audit yang berisi fakta yang ditemukan pada saat pelaksanaan audit di tempat kerja sebagai dasar untuk menerbitkan sertifikat SMP. 
  13. Pembinaan Satpam adalah segala usaha, kegiatan dan pekerjaan untuk membimbing, mendorong, mengarahkan, menggerakan termasuk kegiatan koordinasi dan bimbingan teknis Satpam, untuk ikut serta secara aktif menciptakan, memelihara dan meningkatkan ketertiban dan keamanan bagi diri dan lingkungan kerjanya dalam bentuk ketertiban dan keamanan swakarsa. 
  14. Surat Izin Operasional adalah surat yang berisi keterangan bahwa pemegang surat diberi izin untuk melakukan kegiatan promosi, proses tender, melaksanakan kontrak kerja pengamanan, dan melakukan kegiatan sebagai perusahaan jasa di bidang pengamanan. 
  15. Wilayah Usaha adalah wilayah dimana badan usaha yang bersangkutan dibenarkan untuk melakukan kegiatan usaha yang didasarkan atas pembagian wilayah hukum Polda.
  16. Pelatihan adalah proses interaksi antara peserta pelatihan dengan pelatih untuk memperoleh kompetensi agar mampu berbuat dan terbiasa melakukan sesuatu kegiatan di bidang tertentu. 
  17. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk penyelenggaraan pembelajaran dan/atau pelatihan guna mencapai tujuan tertentu. 
  18. Inhouse Training adalah pelatihan yang dilaksanakan pengguna Satpam pada bidang khusus sesuai dengan lingkup tugasnya. 
  19. Pelatihan Gada Pratama adalah pelatihan dasar Satpam bagi anggota/calon anggota Satpam yang belum pernah mengikuti pelatihan di bidang Satpam. 
  20. Pelatihan Gada Madya adalah pelatihan Satpam bagi anggota Satpam yang dipersiapkan untuk menduduki jabatan setingkat Kepala regu keatas (supervisor).
  21. Pelatihan Gada Utama adalah pelatihan Satpam bagi manajer/calon manajer/chief security atau bagi manajer yang bertanggung jawab terhadap bidang pengamanan. 
  22. Pelatihan/Kursus Spesialisasi adalah kegiatan pelatihan yang bertujuan untuk mendapatkan keahlian tertentu di bidang pengamanan. 
  23. Seragam Satpam yang selanjutnya disingkat Gam Satpam adalah pakaian yang dilengkapi dengan tanda pengenal dan atribut tertentu sesuai aturan dari kepolisian sebagai pengawas dan pembina teknis Satpam yang dipakai dan digunakan oleh anggota Satpam serta telah mendapat pengakuan dari Polri untuk dapat melaksanakan tugas sebagai pengemban fungsi kepolisian terbatas pada lingkungan kerjanya. 
  24. Gam Satpam Pakaian Dinas Harian yang selanjutnya disingkat Gam Satpam PDH adalah Gam Satpam yang dipakai dan digunakan untuk melaksanakan tugas sehari-hari di lingkungan kerjanya, selain di kawasan khusus yang memerlukan kelengkapan seragam khusus. 
  25. Gam Satpam Pakaian Dinas Lapangan yang selanjutnya disingkat Gam Satpam PDL adalah Gam Satpam yang khusus digunakan pada area yang banyak berhubungan kegiatan di lapangan dan sejenisnya. 
  26. Gam Satpam Pakaian Sipil Harian yang selanjutnya disingkat Gam Satpam PSH adalah Gam Satpam yang dipakai dan digunakan untuk melaksanakan tugas harian di area kerjanya yang banyak berhubungan dengan pelanggan, masyarakat umum serta petugas yang membidangi pengamanan non fisik, yang diberikan kepada petugas setingkat supervisor ke atas. 
  27. Gam Satpam Pakaian Sipil Lapangan yang selanjutnya disingkat Gam Satpam PSL adalah Gam Satpam yang dipakai dan digunakan untuk melaksanakan tugas pengamanan event. 
  28. Atribut Satpam adalah segala bentuk tanda anggota Satpam yang dapat menunjukkan kompetensi, kualifikasi dan identitas pengguna serta daerah tempat bertugas yang dipasang pada pakaian kerja. 
  29. Tanda Kewenangan adalah tanda tertentu yang dipakai oleh setiap anggota Satpam sebagai tanda kompetensi pengemban fungsi kepolisian terbatas di lingkungannya. 
  30. Daerah tugas adalah wilayah hukum dari satuan kewilayahan Polri dimana lingkungan kerja atau pusat kegiatan (home base) dari anggota Satpam tersebut berada. 
  31. Petunjuk teknis (technical guide line) adalah penjabaran dari SMP yang ditandatangani oleh Pejabat Polri setingkat Deputi atas nama Kapolri.

Pasal 2
Tujuan SMP
Tujuan dari SMP adalah menciptakan sistem pengamanan di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang secara profesional terintegrasi untuk mencegah dan mengurangi kerugian akibat ancaman, gangguan dan/atau bencana serta mewujudkan tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

BAB II 

SMP 
Bagian Kesatu 
Ruang Lingkup 
Pasal 3 

SMP wajib diterapkan pada organisasi, perusahaan dan/atau instansi/lembaga pemerintah di wilayah hukum Republik Indonesia.



Bagian Kedua
Standar dan Penerapan

Pasal 4
Standar SMP meliputi :
a. penetapan kebijakan pengamanan dan menjamin komitmen terhadap penerapan SMP;

b. perencanaan pemenuhan kebijakan tujuan dan sasaran manajemen pengamanan;

c. penerapan kebijakan SMP secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran pengamanan;

d. pengukuran, pemantauan dan evaluasi kinerja pengamanan serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan;

e. peninjauan secara teratur dan peningkatan pelaksanaan SMP secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja pengamanan.


Pasal 5

(1)     Unsur-unsur yang terdapat dalam standar dan penerapan SMP pada organisasi, perusahaan dan/atau instansi/lembaga pemerintah, terdiri atas:
a.  pemeliharaan dan pembangunan komitmen;

b. pemenuhan aspek peraturan perundang-undangan keamanan;

c.  manajemen risiko pengamanan;

d. tujuan dan sasaran;
e. perencanaan dan program;

f.   pelatihan, kepedulian, dan kompetensi pengamanan;

g.  konsultasi, komunikasi dan partisipasi;

h. pengendalian dokumen dan catatan;

i.   penanganan keadaan darurat;

j.   pengendalian proses dan infrastruktur;

k. pemantauan dan pengukuran kinerja;

l.   pelaporan, perbaikan dan pencegahan ketidaksesuaian;

m. pengumpulan dan penggunaan data;

n.  audit;

o.  tinjauan manajemen;

p. peningkatan berkelanjutan.


(2)     Penjelasan mengenai standar dan penerapan SMP sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dengan peraturan ini.



BAB III

SATPAM

Bagian Kesatu
Tugas Pokok, Fungsi dan Peranan

Pasal 6

(1)     Tugas pokok Satpam adalah menyelenggarakan keamanan dan ketertiban di lingkungan/tempat kerjanya yang meliputi aspek pengamanan fisik, personel,  informasi dan pengamanan teknis lainnya.

(2)     Fungsi Satpam adalah melindungi dan mengayomi lingkungan/  kerjanya dari setiap gangguan keamanan, serta menegakkan peraturan dan tata tertib yang berlaku di lingkungan kerjanya.

(3)     Dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pengemban fungsi kepolisian terbatas, Satpam berperan sebagai:
a.    unsur pembantu pimpinan organisasi, perusahaan dan/atau instansi/ lembaga pemerintah, pengguna Satpam di bidang pembinaan keamanan dan ketertiban lingkungan/tempat kerjanya;
b.    unsur pembantu Polri dalam pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan peraturan perundang-undangan serta menumbuhkan kesadaran dan kewaspadaan keamanan (security mindedness dan security awareness) di lingkungan/tempat kerjanya.

Bagian Kedua

Struktur Organisasi

Pasal 7

Organisasi, perusahaan dan/atau instansi/lembaga pemerintah harus membentuk struktur organisasi Satpam dalam rangka mendukung pencapaian SMP.

Pasal 8

(1)     Pengorganisasian Satpam dilaksanakan secara fungsional dan struktural yang penerapannya disesuaikan dengan kebutuhan.

(2)     Bentuk organisasi Satpam pada setiap organisasi, perusahaan dan/atau instansi/ lembaga pemerintah pengguna Satpam berbeda antara satu dengan lainnya, tergantung dari sifat dan ruang lingkup kerjanya.

(3)     Bentuk organisasi Satpam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah:
a.    secara umum organisasi Satpam mencerminkan organ-organ yang mempunyai fungsi sebagai berikut :
1.    unsur pimpinan (penanggung jawab), sebagai pimpinan puncak Satpam yang bertanggung jawab atas pengelolaan sistem keamanan dan ketertiban di lingkungan kerja;

2.    unsur staf dan pelaksana (back office), yang bertugas sebagai pembantu pimpinan dalam bidang perencanaan, keuangan,  material dan logistik;

3.    unsur pelaksana (front office), yang bertugas melaksanakan semua kegiatan pengamanan di lingkungan kerjanya;

4.    unsur pengawasan (internal audit), sebagai pembantu pimpinan dalam pengawasan dan pengendalian terhadap seluruh kegiatan pengamanan di lingkungan kerja;

b.    berdasarkan penyelenggaraan dan manfaatnya, organisasi Satpam sebagai berikut:

1.    organisasi BUJP, yaitu para anggota Satpam diorganisir satu badan usaha yang bergerak di bidang industri jasa pengamanan;

2.    organisasi Satpam organik, yaitu merupakan satu komponen bagian dari suatu organisasi, perusahaan dan/atau instansi/ lembaga pemerintah;

c.    asosiasi yang menampung Satpam yaitu organisasi massa yang menampung aspirasi dan kepentingan profesi Satpam.

(4)     Unsur pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 3 dapat dibagi menurut obyek fisik tempat geografis/instalasi produksi dan/atau obyek khusus yang secara kegunaan diperlukan sesuai kebutuhan.

(5)     Asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dibentuk oleh komunitas Satpam dengan mengikutsertakan komunitas terkait.

(6)     Pembentukan asosiasi difasilitasi dan disahkan oleh Kapolri serta menjadi mitra Polri dalam rangka pembinaan industrial security di Indonesia.

(7)     Bentuk organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikembangkan sesuai kebutuhan antara lain menurut stratifikasi jenjang otoritas kewenangan baik secara struktural maupun fungsional.

(8)     Tipikal bentuk organisasi Satpam dan organisasinya sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dengan peraturan ini.

Bagian Ketiga

Pembinaan Satpam

Paragraf 1
Prioritas Pembinaan

Pasal 9
Prioritas pembinaan Satpam diarahkan kepada pelaksanaan tugas Satpam yang sejalan dengan kebijakan Polri di bidang Kamtibmas.

Pasal 10

Pembinaan anggota Satpam oleh Polri, meliputi:
a.       legalitas kompetensi;
b.       seragam dan atribut;
c.       registrasi dan penerbitan Kartu Tanda Anggota (KTA), dan
d.       sistem manejemen penggunaannya.

Paragraf 2
Sumber anggota Satpam

Pasal 11

Sumber anggota Satpam diperoleh dari:
a.       karyawan permanen yang ditunjuk pimpinan organisasi, perusahaan dan/atau instansi/lembaga pemerintah (in-house security);

b.       badan usaha di bidang jasa pengamanan (out-source).

Pasal 12

(1)     Untuk diangkat sebagai anggota Satpam, seorang calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.    warga negara Indonesia;
b.    lulus tes kesehatan dan kesamaptaan;
c.    lulus psikotes;
d.    bebas Narkoba;
e.    menyertakan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK);
f.    berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum (SMU);
g.    tinggi badan paling rendah 165 (seratus enam puluh lima) cm untuk pria dan paling rendah 160 (seratus enam puluh) cm untuk wanita;
h.    usia paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi 30 (tiga puluh) tahun.

(2)     Ketentuan mengenai persyaratan bagi mantan/purnawirawan anggota TNI dan Polri diatur lebih lanjut dengan Petunjuk Teknis.

Paragraf 3
Kemampuan/Kompetensi

Pasal 13

(1)     Kemampuan/kompetensi anggota Satpam meliputi:

a.    kepolisian terbatas;
b.    keselamatan dan keamanan lingkungan kerja;
c.    pelatihan/kursus spesialisasi dibidang Industrial Security.

(2)     Kemampuan/kompetensi anggota Satpam sebagai pengemban fungsi Kepolisian Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diperoleh melalui pelatihan Satpam pada Lembaga Pendidikan Polri maupun BUJP yang telah mendapatkan izin dari Kapolri.

(3)     Kemampuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari 3 (tiga) jenjang pelatihan yaitu:
a.    Gada Pratama untuk kemampuan dasar;
b.    Gada Madya untuk kemampuan menengah; dan
c.    Gada Utama untuk kemampuan manajerial.

(4)     Kemampuan teknis keselamatan dan keamanan lingkungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diperoleh melalui pelatihan in house training pada tempat dimana anggota Satpam bertugas.

(5)     Pelatihan/Kursus Spesialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berkaitan dengan bidang tugasnya yang diatur secara spesifik baik teknis maupun cakupannya, oleh ketentuan peruntukannya.

(6)     Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) merupakan
kewajiban dari instansi/badan/penyelenggara dan pengguna Satpam.

Paragraf 4
Tujuan, Persyaratan dan Kurikulum Pelatihan
Pasal 14

(1)     Tujuan pelatihan Gada Pratama yaitu menghasilkan Satpam yang memiliki sikap mental kepribadian, kesamaptaan fisik, dan memiliki pengetahuan serta keterampilan dasar sebagai pelaksana tugas Satpam.

(2)     Persyaratan peserta pelatihan Gada Pratama adalah:
a.    warga negara Indonesia;

b.    lulus tes kesehatan dan kesamaptaan;

c.    lulus psikotes;

d.    bebas Narkoba;

e.    menyertakan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK);

f.    berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum (SMU);

g.    tinggi badan paling rendah 165 (seratus enam puluh lima) cm untuk pria dan paling rendah 160 (seratus enam puluh) cm untuk wanita; dan

h. usia paling rendah 20 tahun dan paling tinggi 30 tahun.

(3)     Pelatihan Gada Pratama dilaksanakan dengan menggunakan minimal pola 232 (dua ratus tiga puluh dua) jam pelajaran, penambahan disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan industrial security.

Pasal 15

(1)     Tujuan pelatihan Gada Madya yaitu menghasilkan anggota Satpam yang memiliki sikap mental kepribadian, kesamaptaan fisik, dan memiliki pengetahuan dan keterampilan manajerial tingkat dasar dengan kualifikasi supervisor petugas Satpam.

(2)     Persyaratan peserta pelatihan Gada Madya adalah:
a.    lulus pelatihan Gada Pratama;

b.    lulus tes kesehatan dan kesamaptaan;

c.    bebas narkoba;

d.    untuk lulusan SMU, memiliki pengalaman kerja paling singkat 3 (tiga) tahun di bidang security; dan

e.    surat rekomendasi dari perusahaan tempat peserta bekerja atau SKCK bagi peserta mandiri.

(3)     Pelatihan Gada Madya dilaksanakan menggunakan minimal pola 160 (seratus enam puluh) jam pelajaran, penambahan disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan industrial security.

Pasal 16

(1)     Tujuan pelatihan Gada Utama yaitu menghasilkan anggota Satpam yang memiliki sikap mental kepribadian, kesamaptaan fisik, dan memiliki pengetahuan serta keterampilan sebagai Manajer/ Chief Security dengan kemampuan melakukan analisa tugas dan kegiatan, kemampuan mengelola sumber daya serta kemampuan pemecahan masalah dalam lingkup tugas dan tanggung jawabnya.

(2)     Persyaratan umum pelatihan Gada Utama adalah:

a.    lulus tes kesehatan;

b.    bebas narkoba;

c.    menyertakan SKCK; dan

d.    lulus tes wawancara.

(3)     Persyaratan khusus pelatihan Gada Utama adalah:
a.    lulus pelatihan Gada Madya;

b.    memiliki pengalaman kerja paling singkat 6 (enam) tahun bagi security karier;

c.    wajib memiliki pengalaman kerja di bidang security paling singkat 3 (tiga) tahun bagi yang berpendidikan Diploma Tiga (DIII);

d.    wajib memiliki pengalaman kerja di bidang security paling sedikit 2 (dua) tahun bagi yang berpendidikan Strata Satu (S1);

e.    bagi purnawirawan, paling rendah berpangkat Perwira Pertama (Pama);

f.    surat rekomendasi dari perusahaan tempat peserta bekerja.

(4)     Pelatihan Gada Utama dilaksanakan minimal menggunakan pola 100 (seratus) jam pelajaran, penambahan disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan industrial security.

(5)     Alokasi waktu, rincian mingguan, rincian harian, metode pengajaran, mata pelajaran dan jam pelajaran pelatihan Gada Pratama, Gada Madya dan Gada Utama sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dengan peraturan ini.

Pasal 17

(1)     Persyaratan peserta pelatihan/kursus spesialisasi adalah:

a.    lulus Gada Pratama;

b.    memiliki surat rekomendasi dari perusahaan tempat peserta bekerja.

(2)     Kurikulum pelatihan/kursus spesialisasi disusun sesuai peruntukkan dan kualifikasi lulusannya.

Paragraf 5
Kode Etik dan Prinsip Penuntun Satpam

Pasal 18

(1)     Komitmen Satpam terhadap kemampuan/kompetensi dalam melaksanakan tugas, berdasarkan kode etik Satpam dan prinsip penuntun Satpam.

(2)     Kode Etik Satpam dan penuntun Satpam sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dengan peraturan ini.

Paragraf 6
Pendekatan Pelatihan

Pasal 19

Pelatihan Satpam menggunakan pendekatan:

a.       tujuan, yaitu setiap tenaga pelatih wajib mengetahui secara jelas tujuan yang harus dicapai oleh siswa dalam kegiatan pelatihan;

b.       kompetensi, yaitu sejumlah pengetahuan dan keterampilan yang wajib dimiliki oleh Satpam sehingga mampu mengemban tugas dan jabatannya;

c.       sistemik, yaitu penekanan pada kaitan fungsional antara berbagai componen kurikulum yaitu tujuan pelatihan, kemampuan yang ingin dicapai, pengalaman belajar, materi pelajaran, dan komponen pendukung lainnya;

d.       sistematik, yaitu mendasarkan pada pemikiran yang teratur berdasarkan langkahlangkah yang telah ditentukan;

e.       efisiensi dan efektif, yaitu penggunaan waktu, dana, dan fasilitas yang tersedia harus bisa dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung tercapainya tujuan;

f.        dinamis, yaitu materi pelajaran yang diberikan selalu disesuaikan dengan perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, dan teknologi;

g.       legalitas, yaitu lembaga yang memiliki otoritas memberikan pelatihan adalah Lembaga Pendidikan Polri atau BUJP yang mendapat izin dari Kapolri.


Paragraf 7
Instruktur

Pasal 20
Instruktur pelatihan sebagai tenaga pendidik/pelatih dalam pelatihan Satpam, wajib mempunyai kualifikasi formal dan non-formal sebagai berikut:

a.       memiliki akta/sertifikat sebagai pelatih yang diperoleh melalui pendidikan/pelatihan formal yang dirancang khusus untuk menjadi seorang instruktur;

b.       memiliki kompetensi/kemampuan instruktur dalam menyusun dan menyampaikan materi yang diperoleh melalui pendidikan, pengetahuan maupun pengalaman;

c.       menunjukkan pengalaman tugas pengamanan, keahlian instruktur pada kekhususan atau kejuruan tertentu sesuai dengan standar yang diperuntukkan;

d.       menunjukkan tingkatan/strata kemampuan sebagai instruktur dalam memberikan materi pelatihan pada Gada Pratama, Gada Madya, atau Gada Utama.


Paragraf 8
Penahapan Pelatihan

Pasal 21

Penahapan pelatihan Satpam terdiri dari:
a.       tahap pertama yaitu tahap pembentukan sikap mental kepribadian dan pembinaan fisik guna membentuk sikap mental, kepribadian, dan penampilan fisik petugas Satpam;

b.       tahap kedua yaitu tahap pemberian pengetahuan dan keterampilan teknis profesi Satpam agar memiliki kemampuan dan keterampilan dalam melaksanakan tugas sebagai anggota Satpam;

c.       tahap ketiga adalah tahap pembulatan yakni aplikasi semua pengetahuan dan keterampilan yang telah diterima selama mengikuti pelatihan yang diwujudkan dalam bentuk latihan teknis dan pembekalan-pembekalan.

Paragraf 9
Lembaga Pelatihan

Pasal 22
(1)     Pelatihan Gada Pratama dan Gada Madya diselenggarakan oleh:
a.    lembaga pendidikan di lingkungan Polri;
b.    BUJP yang mempunyai izin operasional pelatihan dari Kapolri.

(2)     Pelatihan Gada Utama penyelenggaraannya dikendalikan oleh Mabes Polri.

(3)     Untuk pelatihan/kursus spesialisasi diselenggarakan oleh :
a.    Polri;
b.    inhouse training oleh pengguna jasa dan/atau instansi terkait;
c.    instansi/pengguna Satpam terkait dan/atau BUJP yang mendapat izin atau akreditasi untuk melakukan pelatihan dimaksud.

Paragraf 10
Sertifikasi dan Biaya

Pasal 23

(1)     Setiap peserta pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), yang dinyatakan lulus berhak mendapatkan ijazah kelulusan yang mencantumkan kualifikasi pelatihan dan daftar nilai.

(2)     Bagi peserta yang telah mengikuti pelatihan/kursus spesialisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c, berhak mendapatkan sertifikat pelatihan tanpa daftar nilai.

(3)     Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diterbitkan dan disahkan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.    untuk pelatihan Gada Pratama dan Gada Madya:

1. ditandatangani oleh Kepala Bagian Binkamsa atas nama Kepala Biro Bimbingan Masyarakat (Karobimmas) Polri untuk pelatihan yang dilaksanakan pada tingkat Mabes Polri;

2. ditandatangani oleh Kepala Birobinamitra atas nama Kapolda untuk pelatihan yang dilaksanakan pada tingkat Polda;

b.    untuk pelatihan Gada Utama ditandatangani oleh Karobimmas Polri;

c.    untuk pelatihan/kursus spesialisasi ditandatangani oleh Pejabat Instansi terkait yang mempunyai kewenangan.

(4)     Dukungan pembiayaan pelatihan menjadi tanggung jawab organisasi, perusahaan dan/atau instansi/lembaga pemerintah yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Paragraf 11
Pelaporan

Pasal 24

(1)     Setiap pelaksanaan pelatihan Satpam wajib dibuatkan laporan pelaksanaan kegiatan pelatihan.

(2)     Isi laporan pelaksanaan kegiatan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a.    jumlah dan sumber peserta;
b.    sarana dan prasarana pelatihan;
c.    materi dan metode pelatihan;
d.    instruktur; dan
e.    hasil pelatihan.

Paragraf 12
Seragam Satpam

Pasal 25

Dalam pelaksanaan tugasnya, Satpam memakai pakaian seragam dan atribut sebagai identitas pengemban fungsi kepolisian terbatas yang sah, sehingga identitas tersebut dapat dibedakan dari bentuk-bentuk seragam profesi lainnya.

Pasal 26

Gam Satpam terdiri dari:
a.       Gam Satpam PDH;

b.       Gam Satpam PDL;

c.       Gam Satpam PSH;

d.       Gam Satpam PSL.

Pasal 27

(1)     Gam Satpam PDH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a, terdiri dari:
a.    tutup kepala memakai pet, berwarna biru tua dilengkapi dengan:
1. klep warna hitam;

2. pita hias untuk setingkat supervisor ke atas berwarna kuning, staf berwarna putih dan anggota berwarna hitam;

3. knop tali hias berbentuk bundar dengan simbol emblem Satpam;

4. emblem untuk setingkat supervisor keatas berwarna kuning emas dengan alas beludru hitam sedangkan untuk staf dan anggota berwarna putih perak;

b.    baju kemeja lengan pendek berwarna putih dan memakai lap pundak (schouderlap);

c.    celana untuk pria adalah celana panjang berwarna biru tua dan rok panjang di bawah atau kulot untuk wanita yang penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan;

d.    sepatu untuk pria sepatu rendah berwarna hitam dengan kaos kaki berwarna hitam, dan untuk wanita sepatu pantofel dengan tumit sepatu setinggi 5 (lima) cm warna hitam;

e.    ikat pinggang terdiri dari sabuk besar (kopelriem) berwarna hitam dengan timang (gesper) dari logam berwarna kuning dan ikat pinggang kecil berwarna hitam memakai timang (gesper) dari logam berwarna kuning dengan simbol sama seperti pada emblem;

f. atribut, terdiri dari :
1. monogram dari logam dipasang pada leher baju, untuk pimpinan berwarna kuning emas, sedangkan anggota lainnya berwarna putih;

2. pita nama terbuat dari kain berwarna dasar putih dijahit di atas saku sebelah kanan dengan tulisan berwarna hitam, sedangkan di bawah nama ditulis nomor registrasi dari anggota yang bersangkutan dengan tulisan berwarna hitam;

3. pita Satpam terbuat dari kain berwarna dasar putih dengan huruf berwarna hitam dijahit di atas saku dada sebelah kiri;

4. badge terbuat dari kain dijahit pada lengan baju kiri yang menunjukkan instansi/proyek/badan usaha yang menggunakan Satpam tersebut;

5. tanda lokasi terbuat dari kain dijahit pada lengan baju kiri di atas badge yang menunjukkan lokasi Poltabes/Polres/ta yang membawahi operasionalisasi Satpam tersebut;

6. badge Mabes Polri atau Polda terbuat dari kain dijahit pada lengan baju kanan yang menunjukkan dimana Satpam tersebut diregistrasi;

7.     tali peluit untuk setingkat supervisor ke atas di bahu kanan berwarna hitam, sedangkan untuk staf dan anggota di bahu kiri berwarna hitam;

8.  tanda jabatan hanya untuk setingkat Supervisor dilekatkan pada saku sebelah kiri yang terbuat dari logam berwarna kuning emas;

9. pentung/ruyung yang digunakan menyesuaikan spesifikasi teknis dan penggunaan yang digunakan pada Polri;

10.        pisau rimba (survival & tactical) dan multi fungsi (multi function);

11.        tanda kompetensi Kepolisian terbatas gada pratama, gada madya dan gada utama terbuat dari logam dipasang pada dada kiri;

12.        tanda kualifikasi/spesialisasi keahlian/keterampilan ditempatkan di atas pita sekuriti di bawah tanda kompetensi.

(2)     Bentuk dan spesifikasi tanda kualifikasi/spesialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f angka 12 ditetapkan dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 28

Gam Satpam PDL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b, terdiri dari:

a.       tutup kepala memakai topi lapangan berwarna biru tua dilengkapi dengan emblem;

b.       baju kemeja lengan panjang berwarna biru tua dan memakai lap pundak  (schouderlap);

c.       celana untuk pria dan wanita, bentuk dan warna sama dengan Gam Satpam PDH pria, ditambah dengan pemegang kopelriem;

d.       sepatu untuk pria sepatu dinas lapangan berwarna hitam sedangkan untuk wanita sepatu rendah berwarna hitam;

e.       ikat pinggang terdiri dari kopelriem berwarna putih dan ikat pinggang kecil berwarna hitam;

f.        atribut Gam Satpam PDL sama dengan Gam Satpam PDH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf f, kecuali tali peluit berwarna putih.

Pasal 29

Gam Satpam PSH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c, terdiri dari :

a.       stelan safari berwarna gelap bagi pria dan wanita;

b.       sepatu untuk pria sepatu rendah berwarna hitam dengan kaos kaki berwarna hitam sedangkan untuk wanita sepatu pantofel dengan tumit setinggi 5 (lima) cm berwarna hitam;

c.       atribut, terdiri dari :
1.       papan nama terbuat dari bahan mika berwarna dasar hitam dengan tulisan berwarna putih, ditempatkan pada dada kanan;
2.       kompetensi Kepolisian Terbatas, Gada Pratama, Gada Madya dan Gada Utama, terbuat dari logam dipasang pada dada kiri.

Pasal 30

Seragam Satpam PSL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d terdiri dari:

a.       stelan jas lengkap berwarna biru tua bagi pria dan wanita;
b.       sepatu untuk pria sepatu rendah berwarna hitam dengan kaos kaki berwarna hitam sedangkan untuk wanita sepatu pantofel dengan tumit setinggi 5 (lima) cm berwarna hitam;
c.       atribut terdiri dari tanda kompetensi Gada Pratama, Gada Madya atau Gada Utama ditempatkan pada dada kiri.

Pasal 31

(1)     Penggunaan Gam Satpam hanya dibenarkan dalam melaksanakan tugas pengamanan di lingkungan/tempat kerjanya;

(2)     Penggunaan Gam Satpam di luar lingkungan/tempat kerjanya diwajibkan membawa Surat Perintah Tugas atasannya;

(3)     Dalam rangka pelayanan prima, penggunaan Gam Satpam PDH dapat dilengkapi dengan dasi berwarna biru;

(4)     Dalam keadaan tertentu, penggunaan Gam Satpam dapat dilengkapi dengan jaket berwarna hitam dan penempatan atributnya sama dengan Gam Satpam.

(5)     Bentuk Gam Satpam PDH, Gam Satpam PDL, Gam Satpam PSH, dan Gam Satpam PSL sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dengan peraturan ini.

Paragraf 13
Kelengkapan lain

Pasal 32

(1)     Kelengkapan anggota Satpam, antara lain:

a.    kelengkapan perorangan yang melekat, seperti tongkat polisi, borgol, pisau, senjata api, dan radio komunikasi, spesifikasinya berpedoman kepada ketentuan yang ada pada Polri.

b.    kelengkapan peralatan keamanan (security devices) Satpam diberikan sesuai dengan tuntutan standar kebutuhan perlengkapan yang harus digunakan pada suatu area tugas.
(2)     Ketentuan mengenai penggunaan kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Petunjuk Teknis.

(3)     Dalam rangka menjamin legalitas pemakaian kelengkapan harus dibekali dengan surat perintah penggunaan dari pimpinan organisasi, perusahaan dan/atau instansi/lembaga pemerintah pengguna Satpam.

(4)     Bentuk perlengkapan topi keselamatan kerja (Safety Helmet), sepatu keselamatan kerja (Safety shoes), atribut dan kompetensi Satpam sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dengan peraturan ini.

Pasal 33

Penggunaan senjata api bagi Satpam disesuaikan dengan sifat dan lingkup tugasnya serta berpedoman pada ketentuan tentang penggunaan senjata api yang berlaku.

Paragraf 14
Registrasi dan KTA

Pasal 34

(1)     Untuk memudahkan pengenalan secara fisik anggota Satpam, setiap anggota Satpam mempunyai Nomor Registrasi (No Reg) sendiri yang dicantumkan/ dituliskan di balik atribut tanda kompetensi Gada Pratama, Gada Madya dan Gada Utama serta di bawah papan nama pada Seragam.

(2)     Struktur penulisan nomor registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  adalah:
a.    bagian pertama yang menunjukkan kode Mabes Polri atau Polda di mana anggota diregistrasi pertama kali;
b.    bagian kedua yang menunjukkan tahun berapa anggota Satpam tersebut lulus mengikuti pelatihan Satpam;
c.    bagian ketiga menunjukkan nomor urut registrasi dari anggota Satpam yang bersangkutan.

(3)     Kode nomor “00” diberikan hanya bagi anggota satuan pengamanan yang memperoleh pelatihan tingkat Mabes Polri serta akan ditugaskan oleh organisasi penggunanya di 2 (dua) wilayah Polda atau lebih.

(4)     Kode nomor registrasi pertama kali, sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dengan peraturan ini.

Pasal 35

(1)     Fungsi registrasi untuk Satpam adalah:
a.    sebagai salah satu bentuk pengawasan administratif terhadap setiap anggota Satpam yang meliputi:
1.    identitas pribadi;

2.    kompetensi kemampuan;

3.    riwayat penugasan; dan

4.    catatan yang berkaitan dengan profile penugasan masing-masing Satpam;

b.    merupakan syarat untuk menetapkan nomor registrasi dan mengeluarkan KTA bagi seorang anggota Satpam.

(2)     Dokumen registrasi dijadikan dasar untuk pembuatan data, statistik dan informasi yang dapat menggambarkan peta kekuatan satpam sesuai dengan kebutuhannya.

Pasal 36

(1)     Fungsi KTA Satpam adalah sebagai identitas kewenangan melaksanakan tugas pengemban fungsi kepolisian terbatas di lingkungan kerjanya.

(2)     KTA wajib diperlihatkan apabila diperlukan untuk membuktikan kewenangan yang dimiliki pemegangnya.

Pasal 37

(1)     Tempat pengajuan registrasi KTA adalah:
a.    Mabes Polri, sebagai pusat registrasi dan database Satpam seluruh wilayah Indonesia, dan Karobimmas Polri bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pengawasan registrasi Satpam tingkat nasional;
b.    Polda, sebagai pusat registrasi dan database Satpam di wilayah Polda, dan Kapolda bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pengawasan registrasi Satpam tingkat kewilayahan.

(2)     Dalam hal tempat pengajuan registrasi sangat jauh dari tempat tinggal pemohon, maka permohonan dapat diajukan ke Polwil/Polwiltabes/Poltabes/Polres/Polresta, dan selanjutnya Polwil/Polwiltabes/Poltabes/Polres/Polresta meneruskannya ke Polda setempat.

(3)     Tata cara dalam pemberian registrasi sebagai berikut:
a.    organisasi pengguna Satpam secara kolektif mengajukan permohonan registrasi dan penerbitan KTA secara tertulis kepada Kapolri U.p. Karobimmas Polri atau Kapolda berdasarkan tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang dilampiri dengan formulir registrasi dan KTA yang telah diisi dan dilengkapi persyaratan oleh masing-masing anggota Satpam;

b.    formulir registrasi yang telah diterima setelah dinyatakan lengkap, maka pada tingkat:
1.    Mabes Polri, diberikan nomor registrasi untuk seterusnya diterbitkan KTA yang ditandatangani oleh Kabagbinkamsa atas nama Karobimmas Polri;

2.    Polda, diberikan nomor registrasi untuk seterusnya diterbitkan KTA yang ditandatangani oleh Karobinamitra atas nama Kapolda;
c.    permohonan registrasi dan penerbitan KTA yang diterima, selanjutnya diproses untuk kelengkapan pas foto dan rumus sidik jadi, kemudian dibuatkan surat pengantar ke Polda guna penomoran registrasi dan penerbitan KTA.

(4)     KTA yang telah diterima oleh pemohon, wajib dilaporkan kepada Binamitra Polres dimana pemegangnya bertugas, yang akan digunakan sebagai data dalam rangka pembinaan operasionalnya.

Pasal 38

(1)     Kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3)  huruf a terdiri dari:
a.    pas foto;
b.    fotokopi sertifikasi kompetensi yang dimiliki; dan
c.    rumus sidik jari masing-masing anggota Satpam.

(2)     Pengambilan pas foto dan perumusan sidik jari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c, dilaksanakan oleh pejabat Identifikasi Polri pada organik pelaksana fungsi identifikasi di setiap tempat registrasi.

Pasal 39

Keterangan yang dicantumkan dalam KTA, meliputi:
a.       identitas pribadi;
b.       perusahaan/instansi yang menggunakan;
c.       kompetensi kemampuan/kecakapan yang dimiliki; dan
d.       masa berlaku KTA.

Pasal 40

Ketentuan dalam pembuatan pas foto pada KTA Satpam adalah:

a.       pas foto berwarna ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 lembar;

b.       background/warna dasar pas foto menyesuaikan KTA Satpam yang diajukan;

c.       menggunakan Gam PDH yaitu putih biru lengkap dengan badge, lokasi, papan nama, tanda kewenangan dan tanpa tutup kepala, kecuali untuk Kartu Tanda Manager Keamanan dapat menggunakan Seragam PSH.

Pasal 41

(1)     Warna dasar KTA adalah:
a. biru diperuntukkan bagi anggota Satpam yang telah lulus pelatihan gada pratama;

b.    kuning diperuntukkan bagi anggota Satpam yang telah lulus pelatihan gada madya;

c.    merah diperuntukkan bagi anggota Satpam atau Manager Keamanan yang telah lulus pelatihan gada utama.

(2)     Bentuk dan ukuran KTA dibuat dengan kriteria fleksibel, efisien, dan tidak mudah rusak, sehingga dapat ditempatkan dalam saku atau dompet, serta mudah untuk dibaca dan dikenali.

(3)     Spesifikasi teknis KTA Satpam ditetapkan dengan Keputusan Kapolri.


(4)     Masa berlaku KTA Satpam adalah untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal dikeluarkan;

Pasal 42

(1)     Tata cara penggantian dan pencabutan KTA Satpam, sebagai berikut:
a.    apabila KTA Satpam telah habis masa berlakunya, maka penggantian KTA dapat dilakukan melalui tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) dan pada surat permohonan penggantian KTA harus dilampiri KTA yang telah habis jangka waktu berlakunya;

b.    apabila KTA Satpam hilang atau rusak, dapat diminta penggantinya melalui tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3), dan dilampiri bukti-bukti hilang atau sebab-sebab kerusakan;

c.    apabila pemegang KTA Satpam meninggal dunia, dipindahkan atau dibebaskan dari tugas-tugas Satpam, maka KTA yang bersangkutan oleh penggunanya diserahkan kepada Polres setempat, untuk kemudian diproses pencabutannya.

(2)     Setiap perubahan/penambahan nomor registrasi KTA, Polda wajib melaporkan ke Mabes Polri c.q. Birobimmas Polri.

Pasal 43

(1)     Setiap Polda wajib melaporkan mutasi pemberian nomor registrasi untuk database tingkat Mabes Polri.

(2)     Setiap Polres wajib melaporkan mutasi dari pemegang KTA kepada Polda nya untuk menentukan perubahan status registrasi yang bersangkutan.
(3)     Laporan pelaksanaan kegiatan registrasi dilakukan satu bulan sekali.

Pasal 44

Sistem data base elektronik Satpam, dilakukan sebagai berikut:
a.    sistem electronik data-base dirancang dengan konfigurasi terdistribusi sampai dengan tingkat Polres, dan berjalan pada jaringan intranet Polri;
b.    aplikasi dalam data-base meliputi berbagai statistik tentang satuan pengamanan dan cetak KTA;
c.    operator sistem data-base dan tataran kewenangan akses ditetapkan dengan surat keputusan;
d.    pembinaan terhadap sistem data-base ini dilaksanakan oleh Birobimmas Polri;
e.    implementasi sistem data base elektronik Satpam dilaksanakan sesuai dengan program yang ditetapkannya.

Pasal 45

Bagan tentang proses registrasi dan penerbitan KTA, penulisan dan pencantuman nomor registrasi, formulir registrasi dan bentuk KTA sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dengan peraturan ini.


Pasal 46

Anggaran untuk penyelenggaraan registrasi dan penerbitan KTA Satpam disusun
dengan melibatkan semua komponen yang terkait.


BAB IV

HUBUNGAN DAN TATA CARA KERJA

Pasal 47

(1)     Hubungan dan Tata Cara Kerja (HTCK) Satpam adalah:

a.    vertikal ke atas, yaitu:

1.    dengan satuan Polri, menerima direktif yang menyangkut hal-hal legalitas kompetensi, pemeliharaan kemampuan dan kesiap siagaan serta asistensi dan bantuan operasional;

2.    dengan instansi/departemen teknis pemerintah, menerima direktif hal-hal yang berkaitan dengan pembinaan teknis sesuai dengan bidangnya;

3.    dengan asosiasi yang membawahi Satpam, menerima direktif hal hal yang berkaitan dengan pembinaan keprofesian termasuk kesejahteraan di bidang industrial security dan advokasi terhadap masalah-masalah hukum yang terjadi;

b.    horizontal, yaitu antar Satpam dengan komponen organisasi yang sejajar di lingkungan kerja maupun dengan organisasi kemasyarakatan di sekitar lingkungan kerja, dengan ketentuan:

1.    antar Satpam bersifat koordinatif saling tukar informasi guna mendukung pelaksanaan tugas masing-masing;

2.    dengan komponen organisasi di lingkungan kerja bersifat koordinasi untuk efisiensi dan efektivitas kegiatan dalam pembinaan keamanan dan ketertiban;

3.    dengan masyarakat dan organisasi kemasyarakatan di sekitar tempat tugas bersifat koordinasi guna menciptakan situasi yang saling manfaat dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;


c.    vertikal ke bawah, yaitu:
1.    dalam ikatan organisasi, maka organisasi yang lebih atas melakukan pengawasan, pengendalian dan bantuan terhadap kegiatan serta menerima laporan pelaksanaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2.    dalam ikatan perorangan, maka kompetensi yang lebih atas dapat melakukan pengawasan teknis penerapan kode etik dan tuntunan pelaksanaan tugas serta melakukan tindakan korektif.

(2)     Pada setiap lingkungan kerja HTCK harus dijabarkan dalam satu prosedur standar (Standart Operating Procedure/SOP) yang menjadi pedoman pokok pelaksanaan kegiatan pengamanan.

(3)     Apabila pada satu tingkat eskalasi keamanan tertentu menimbulkan ancaman dan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat umum, maka Satpam harus di bawah komando dan kendali langsung Pejabat Polri yang berwenang.

Pasal 48

(1)     Produk staf/naskah administrasi pengamanan terdiri dari:

a.    rencana pengamanan (Renpam) merupakan produk/naskah kebijaksanaan pengamanan yang menetapkan arahan dan kerangka prinsip kegiatan yang lengkap untuk setiap organisasi yang disusun oleh pimpinan Satpam;

b.    rencana kontinjensi (Renkon), merupakan produk tertulis pada tatanan manajemen puncak, yang menetapkan arahan dan kerangka prinsip kegiatan lengkap untuk satu organisasi;

c.    rencana kegiatan dan rencana kontinjensi (Activities Plan and Contingency Plan), merupakan produk tertulis yang disusun oleh setiap bagian dan unit kerja dari organisasi Satpam, secara “bulanan dan mingguan” yang akan menjadi acuan kegiatan bagi setiap anggota Satpam yang melaksanakan;

d.    laporan pelaksanaan, merupakan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan, meliputi:
1.    laporan bulanan, dibuat oleh setiap bagian/komponen organisasi Satpam yang ditujukan kepada penanggung jawab Satpam, dan setelah dikompulir dan dievaluasi, diolah menjadi laporan kegiatan pengamanan kepada pimpinan puncak manajemen (Direksi);

2.    laporan pelaksanaan tugas, dibuat oleh penanggung jawab Satpam sebagai pertanggungjawaban lengkap dari pelaksanaan tugas selama 1(satu) periode kerja/kontrak;

e.    laporan kejadian, merupakan laporan yang dibuat oleh petugas Satpam yang berkompeten dan diberikan kewenangan secara fungsional, yang berisi tentang peristiwa/kejadian gangguan keselamatan/keamanan yang terjadi dan harus segera diketahui oleh penanggung jawab Satpam maupun manajemen puncak (Direksi).

(2)     Apabila peristiwa/kejadian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e mengakibatkan korban manusia dan/atau berakibat gangguan kepada masyarakat umum di luar lingkungan kerja, atau sudah memenuhi unsur-unsur pelanggaran/pidana umum, maka wajib pada kesempatan pertama dilaporkan kepada Satwil Kepolisian setempat dan membuat laporan selaku saksi pelapor.

Pasal 49

(1)     Produk Renpam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a digunakan sebagai pedoman implementasi SMP pada seluruh komponen/bagian organisasi,  dan menjangkau 1 (satu) tahun periode kerja atau kontrak pengamanan.

(2)     Ketentuan dalam pembuatan produk Renpam adalah:

a.    kebijaksanaan pengamanan harus konsisten dengan proses bisnis organisasi dan/atau sistem manajemen yang berlaku;

b.    merupakan produk/naskah “rahasia/confidential”, yang pemberlakuan dan perubahannya harus disahkan oleh pimpinan manajemen puncak;

c.    pengendalian distribusi naskah Renpam berada pada pimpinan manajemen puncak, pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala/Manajer Satpam;

d.    Renpam harus dijabarkan menjadi rencana kegiatan pengamanan oleh setiap komponen/bagian organisasi maupun kegiatan.

(3)     Apabila dipandang perlu oleh manajemen, Renpam dapat diberikan kepada kepala satuan wilayah kepolisian setingkat Polres setempat dan khusus untuk objek vital nasional kepada Polda setempat.

Pasal 50

(1)     Produk Renkon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b disusun oleh
kepala/manajer Satpam, yang pemberlakuannya disahkan oleh pimpinan
instansi/lembaga Pemerintah yang bersangkutan, yang digunakan sebagai
pedoman di setiap komponen/bagian lingkungan kerja dalam menghadapi
keadaan darurat/kontinjensi keamanan.

(2)     Produk Renkon merupakan produk “terbatas”, dan dalam pembuatannya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a.    pemberlakuannya termasuk perubahannya disahkan oleh pimpinan puncak manajemen;

b.    dalam penyusunannya dapat meminta konsultasi dari pejabat/Kepala Kepolisian wilayah setempat dan instansi pemerintah terkait;

c.    pengendalian distribusi naskah Renkon berada pada manajemen puncak;

d.    dijabarkan pada setiap komponen/bagian dari organisasi ke dalam petunjuk kontinjensi yang lebih teknis dan praktis;

e.    dilakukan latihan secara periodik guna evaluasi dalam rangka peninjauan untuk penyesuaian/penyempurnaan;

f.    diberikan kepada kepala satuan wilayah kepolisian setingkat Polres setempat, dan khusus untuk objek vital nasional diberikan juga kepada Polda setempat, serta secara selektif prioritas diberikan kepada instansi pemerintah terkait.

Pasal 51

(1)     Ketentuan produk rencana kegiatan dan rencana kontinjensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf c adalah :
a.    disusun oleh pimpinan bagian/unit organisasi, dikerjakan oleh pimpinan Satpam, dan untuk pemberlakuannya disahkan oleh penanggung jawab Satpam;

b.    merupakan jabaran dari Renpam dan Renkon;

c.    berisi tentang target kegiatan, personel penanggung jawab, uraian kegiatan, jadwal pelaksanaan, hasil yang dicapai dan keterangan yang perlu dicatat/direkam;

d.    dituangkan pada panel visual di tempat kerja yang dapat dilihat oleh personel yang terlibat;

e.    rencana kegiatan dari unsur-unsur pelaksana pada organisasi pengamanan, dilaporkan dan/atau dikoordinasikan dengan Satuan Polri setempat, minimal pada saat rapat koordinasi rutin dalam rangka penyusunan rencana kegiatan bersama.

(2)     Bentuk dari produk berupa renpam (security plan), renkon (contingency plan),  rencana kegiatan (security activity plan), laporan kejadian dan laporan kegiatan (security report) sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dengan peraturan ini.



BAB V

BUJP

Bagian Kesatu
Pembinaan

Pasal 52

(1)     Organisasi, perusahaan dan/atau instansi/lembaga pemerintah dapat menggunakan BUJP dalam rangka mendukung pencapaian penerapan SMP.
(2)     BUJP yang dimaksud pada ayat (1) dibina oleh Polri, yang dalam pelaksanaannya wajib mendapatkan izin operasional dari Kapolri berdasarkan rekomendasi dari Polda di tempat badan usaha tersebut beroperasi.

Bagian Kedua
Penggolongan

Pasal 53

Penggolongan BUJP meliputi:

a.       Usaha Jasa Konsultasi Keamanan (Security Consultancy);
b.       Usaha Jasa Penerapan Peralatan Keamanan (Security Devices);
c.       Usaha Jasa Pelatihan Keamanan (Security Training);
d.       Usaha Jasa Kawal Angkut Uang dan Barang Berharga (Valuables Security Transport);
e.       Usaha Jasa Penyediaan Tenaga Pengamanan (Guard Services);
f.        Usaha Jasa Penyediaan Satwa (K9 Services).

Pasal 54

(1)     Usaha Jasa Konsultasi Keamanan (Security Consultancy) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf a, memberikan jasa kepada pengguna jasa berupa saran, pertimbangan atau pendapat dan membantu dalam pengelolaan tentang cara dan prosedur pengamanan suatu objek.

(2)     Usaha Jasa Penerapan Peralatan Keamanan (Security Devices) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf b, memberikan jasa kepada pengguna jasa berupa penerapan teknologi peralatan pengamanan dalam kaitannya dengan cara dan prosedur pengamanan suatu objek.

(3)     Usaha Jasa Pelatihan Keamanan (Security Training) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf c, memberikan jasa berupa penyediaan sarana dan prasarana untuk melaksanakan pendidikan dan latihan di bidang keamanan guna menyiapkan, meningkatkan, dan memelihara kemampuan tenaga Satpam.

(4)     Usaha Jasa Kawal Angkut Uang dan Barang Berharga (Valuables Security Transport) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf d, memberikan jasa pengamanan berupa pengawalan pengangkutan uang dan barang berharga.

(5)     Usaha Jasa Penyediaan Tenaga Pengamanan (Guard Services) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf e, memberikan jasa berupa penyediaan tenaga Satpam untuk melakukan pengamanan yang berkaitan dengan keamanan dan ketertiban di lingkungan kerja pengguna jasa.

(6)     Usaha Jasa Penyediaan Satwa (K9 Services) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf f, memberikan jasa berupa penyediaan satwa untuk melakukan pengamanan yang berkaitan dengan keamanan dan ketertiban di lingkungan kerja pengguna jasa.

Pasal 55

Kegiatan Badan Usaha Jasa Konsultasi Keamanan adalah:

a.       melakukan jasa penilaian kelayakan pengamanan objek, asset, dan lingkungan;

b.       membuat perencanaan bentuk dasar dan desain pengamanan yang berstruktur dan sistematis sesuai dengan potensi kerawanan objek yang diamankan;

c.       mengadakan penelitian dan pengembangan tentang cara dan prosedur pengamanan suatu objek;

d.       memberikan jasa perancangan sistem perangkat pengamanan yang efektif dan efisien pada suatu objek pengamanan berdasarkan potensi kerawanan dan kondisi lingkungan;

e.       membantu pemakai jasa keamanan dalam mengimplementasikan sistem perangkat pengamanan yang baru atau mengkaji ulang sistem pengamanan yang telah ada;

f.        memberikan jasa konsultasi di bidang resiko bisnis (bussiness risk), termasuk informasi pengamanan dan bisnis; dan/atau

g.       jasa pengumpulan informasi untuk kepentingan pengamanan swakarsa internal perusahaan (client) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 56

Kegiatan Badan Usaha Jasa Penerapan Peralatan Keamanan adalah:

a.       merencanakan pengadaan, rancang bangun (design), pemasangan, dan pemeliharaan peralatan keamanan, kecuali untuk peralatan keamanan senjata api, gas air mata, alat/peralatan kejut dengan tenaga listrik, dan bahan peledak;

b.       menetapkan garansi atas penggunaan peralatan keamanan;

c.       menyiapkan dan melatih tenaga operator untuk menjamin beroperasinya peralatan keamanan; dan/atau

d.       menyusun tata cara, prosedur dan mekanisme sistem tanda bahaya atau darurat guna bantuan dan pertolongan pertama.


Pasal 57

Kegiatan Badan Usaha Jasa Pelatihan Keamanan adalah:

a.       menyelenggarakan pelatihan tenaga Satpam dengan kualifikasi kemampuan dasar Gada Pratama dan Gada Madya, kecuali untuk Gada Utama penyelenggaraannya dikendalikan oleh Mabes Polri;

b.       menyelenggarakan pelatihan spesialisasi bekerja sama dengan instansi, otoritas terkait atau BUJP yang direkomendasikan oleh instansi terkait;

c.       menyelenggarakan pelatihan penyegaran bagi anggota Satpam yang sudah bertugas dalam rangka pemeliharaan kemampuan dasar Satpam; dan/atau

d.       menyelenggarakan penataran, lokakarya, dan seminar di bidang security.

Pasal 58

Kegiatan Badan Usaha Jasa Kawal Angkut Uang dan Barang Berharga adalah:

a.       menyiapkan infrastruktur dan sarana angkutan yang memenuhi persyaratan standar asuransi internasional;

b.       menyiapkan tenaga pengawal tetap dari Polri dan pengemudi yang memenuhi persyaratan;

c.       mengasuransikan uang dan barang berharga yang diangkut/dikawal;

d.       mengasuransikan personel yang melaksanakan pengawalan dan pengangkutan uang dan barang berharga; dan/atau

e.       melakukan pengawalan uang dan barang berharga dalam wilayah Indonesia.

Pasal 59

Kegiatan Badan Usaha Jasa Penyediaan Tenaga Pengamanan adalah:

a.       menyiapkan tenaga pengamanan yang berkualifikasi minimal pelatihan dasar Satpam (Gada Pratama);

b.       memberikan kompensasi, asuransi, dan jaminan kesejahteraan lain bagi setiap anggota Satpam serta kejelasan status ketenagakerjaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

c.       mengatur kegiatan pengamanan dalam lingkungan/kawasan kerjanya sesuai permintaan pengguna jasa pengamanan; dan/atau

d.       mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan pengamanan dalam lingkungan/ kawasan kerjanya.

Pasal 60

Kegiatan Badan Usaha Jasa Penyediaan Satwa (K9 Services) adalah:

a.       menyediakan jasa satwa yang mempunyai kemampuan khusus untuk membantu tugas Satpam sesuai dengan permintaan pengguna jasa;

b.       melatih pawang satwa;

c.       melatih satwa; dan/atau

d.       menyewakan satwa.

Bagian Ketiga
Kewajiban

Pasal 61

(1)     BUJP dalam melaksanakan kegiatannya wajib:
a.    menaati ketentuan peraturan perundangan;
b.    merahasiakan sistem jasa pengamanan para penggunanya; dan
c.    membuat laporan setiap semester yang ditujukan kepada Karobimmas Polri dan tembusan kepada Kapolda U.p. Karobinamitra setempat.

(2)     Isi laporan setiap semester sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri dari:

a.    data personel/karyawan badan usaha;

b. daftar pengguna jasa yang menjadi pelanggan (client);

c. data Satpam yang dikelola; dan

d. kegiatan usaha yang dijalankan.

Bagian Keempat
Surat Rekomendasi dan Surat Izin Operasional Badan Usaha

Paragraf 1
Surat Rekomendasi

Pasal 62

(1)     Tata Cara memperoleh surat rekomendasi adalah:
a.    pimpinan badan usaha sebagai pemohon mengajukan surat permohonan yang ditujukan kepada Kapolda setempat U.p. Karobinamitra untuk mendapatkan surat rekomendasi dengan melampirkan:

1.    akte pendirian badan usaha dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT)  yang telah mencantumkan Jasa Pengamanan sebagai salah satu bidang usahanya;

2.    struktur organisasi badan usaha;

3.    daftar personel (Pimpinan, Staf, dan Tenaga Ahli) berikut riwayat hidup singkat masing-masing;

4.    surat keterangan domisili badan usaha dari Pemerintah Daerah setempat dan mencantumkan Jasa Pengamanan sebagai salah satu bidang usahanya;

5.    Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

6.    Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat;

7.    Surat Izin Usaha Perusahaan (SIUP) dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat, Surat Izin Usaha Tetap dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Badan/Instansi terkait;

8.    surat izin kerja sebagai Tenaga Ahli Asing dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) serta Badan Intelkam Polri, apabila menggunakan tenaga kerja asing;

9.    membuat surat pernyataan di atas materai tidak menggunakan tenaga kerja asing, apabila tidak menggunakan tenaga kerja asing;

10. surat pernyataan di atas materai akan menggunakan Gam Satpam sesuai dengan ketentuan Polri;

11. surat keterangan sebagai anggota asosiasi yang bergerak di bidang jasa pengamanan, yang terdaftar di Polri;

12. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pimpinan badan usaha;

b.    Polri melakukan penelitian/audit terhadap persyaratan yang diajukan dan apabila memenuhi persyaratan diterbitkan surat rekomendasi yang ditandatangani oleh Karobinamitra atas nama Kapolda.

(2)     Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku untuk satu macam/jenis bidang usaha dengan jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal dikeluarkannya surat rekomendasi tersebut.

(3)     Surat rekomendasi digunakan untuk mengurus izin operasional dan bukan merupakan izin operasional/kegiatan.

Paragraf 2
Surat Izin Operasional

Pasal 63

Setiap badan usaha hanya dapat melaksanakan kegiatan usaha jasa pengamanan setelah mendapat surat izin operasional dari Kapolri.

Pasal 64

Persyaratan untuk mendapatkan surat izin operasional adalah:

a.       persyaratan umum, yaitu:
1.   surat rekomendasi dari Polda setempat;

2.   akte pendirian badan usaha dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) yang telah mencantumkan Jasa Pengamanan sebagai salah satu bidang usahanya;

3.   struktur organisasi badan usaha;

4.   daftar personel (Pimpinan, Staf, dan Tenaga Ahli) berikut riwayat
hidup/curicullum vitae masing-masing;

5.   surat keterangan domisili badan usaha dari Pemerintah Daerah setempat dan mencantumkan Jasa Pengamanan sebagai salah satu bidang usahanya;

6.   Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

7.   Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat;

8.   Surat Izin Usaha Perusahaan (SIUP) dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat, Surat Izin Usaha Tetap dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Badan/Instansi terkait;

9.   bagi Tenaga Kerja Asing harus memiliki dokumen keimigrasian yang sah dan masih berlaku;

10. surat pernyataan bermaterai akan menggunakan Gam Satpam sesuai dengan ketentuan Polri;

11. surat keterangan sebagai anggota asosiasi yang bergerak di bidang pengamanan, yang terdaftar di Polri;

12. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pimpinan badan usaha.

b.       persyaratan khusus, yaitu:

1.    bagi badan usaha jasa yang bergerak di bidang jasa konsultan keamanan,  diwajibkan memiliki tenaga ahli yang mempunyai kemampuan dan keterampilan teknis/sistem pengamanan;

2.    bagi badan usaha jasa yang bergerak di bidang jasa penerapan peralatan keamanan, diwajibkan memiliki surat rekomendasi uji coba atas peralatan pengamanan yang akan dipasarkan sesuai standarisasi yang dikeluarkan oleh Biro Penelitian dan Pengembangan Polri;

3.    bagi badan usaha jasa yang bergerak di bidang jasa pelatihan keamanan, diwajibkan memiliki sarana dan prasarana pelatihan yang ditentukan Polri;

4.    bagi badan usaha jasa yang bergerak di bidang jasa kawal angkut uang dan barang berharga, diwajibkan memiliki sarana angkutan khusus (armored car) dan ruang khusus (strong room/vault);

5.    bagi badan usaha jasa yang bergerak di bidang jasa penyediaan tenaga pengamanan, diwajibkan mengasuransikan anggota Satpamnya kepada PT. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek);

6.    bagi badan usaha jasa penyedia satwa, diwajibkan memiliki fasilitas kandang, pawang (handler) dan tempat pelatihan.

Pasal 65

Tata cara untuk mendapatkan surat izin operasional adalah:

a.       pimpinan badan usaha mengajukan permohonan surat izin operasional yang ditujukan kepada Kapolri U.p. Karobimmas Polri untuk mendapatkan pengesahan izin operasional badan usahanya dengan melampirkan semua persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64;

b.       apabila persyaratan dipenuhi, dilakukan audit kesiapan bagi izin baru dan audit kinerja bagi izin lama (perpanjangan) oleh Tim Audit untuk menilai layak atau tidak diterbitkan izin operasionalnya;

c.       apabila dinilai layak oleh Tim Audit, diterbitkan surat izin operasional kegiatan badan usaha yang ditandatangani oleh Karobimmas Polri atas nama Kapolri;

Pasal 66

(1)     Wilayah kegiatan dari BUJP ditentukan dalam surat izin operasional badan usaha yang diterbitkan.

(2)     Surat izin operasional BUJP berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun bagi izin baru, dan 2 (dua) tahun bagi izin perpanjangan.


BAB VI

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Bagian Kesatu
Audit SMP

Pasal 67

(1)     Dalam rangka pengawasan dan pengendalian guna untuk memastikan penerapan SMP dilaksanakan audit.

(2)     Audit sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi:
a.    audit kecukupan dokumen;
b.    audit kesesuaian; dan
c.    audit pengawasan.

(3)     Audit kecukupan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah kegiatan mereview dokumen untuk memastikan bahwa semua persyaratan dokumen administrasi dan perundangan telah dipenuhi oleh organisasi, perusahaan dan atau instansi/lembaga pemerintah sebelum dilakukan audit kesesuaian oleh Badan Audit.

(4)     Audit kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun masa sertifikasi.

(5)     Audit pengawasan SMP dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun selama masa sertifikat.

(6)     Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh badan audit yang ditugaskan oleh Kapolri.
(7)     Badan audit sebagaimana yang dimaksud pada ayat (6) adalah Lembaga Audit Publik nasional yang independen, dan mendapat penunjukan melalui keputusan Kapolri.

(8)     Kriteria Badan audit yang dimaksud pada ayat (7) akan diatur dalam petunjuk teknis.

Pasal 68

Dalam rangka pelaksanaan audit SMP, masing-masing pihak yang terkait mempunyai tanggung jawab sebagai berikut:
a.    Polri, melakukan:
1.    pembuatan rencana tahunan audit bagi organisasi, perusahaan dan atau instansi/lembaga pemerintah;

2.    penyampaian pemberitahuan pelaksanaan audit kepada organisasi, perusahaan dan/atau instansi/lembaga pemerintah, dan badan audit;

3.    penunjukan personel Polri yang dilibatkan dalam tim audit;

b.    Badan audit menyiapkan personel yang dilibatkan dalam tim audit dan sistem prosedur untuk pelaksanaan audit;

c.    Organisasi, perusahaan dan/atau instansi/lembaga pemerintah menyediakan dokumen dan seluruh persyaratan yang diperlukan untuk pelaksanaan audit SMP.

Pasal 69

(1)     Tim Audit SMP dibentuk serta dipimpin oleh badan audit yang anggotanya
berasal dari:

a.    Auditor badan audit dan/atau atas nama badan audit;

b.    Staf Birobimmas Polri dan/atau personel Polri yang ditunjuk (untuk tingkat Mabes Polri), Staf Birobinamitra dan/atau personel Polri yang ditunjuk (untuk tingkat Polda);

c.    perwakilan asosiasi profesi pengamanan yg disahkan dan ditunjuk oleh Polri dan/atau instansi teknis terkait.

(2)     Tim Audit adalah anggota yang ditunjuk oleh Polri dan telah mendapat pelatihan teknis audit serta telah terdaftar dan tersertifikasi dari Birobimmas Polri.

Pasal 70

(1)     Pelaksanaan audit dilakukan dengan metode :

a.    tinjauan seluruh dokumen yang dipersyaratkan;

b.    pemberian pertanyaan kepada pengusaha, pengurus, tenaga kerja, dan masyarakat sekitar, serta pihak terkait lainnya;

c.    observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap suatu kegiatan di lapangan dan instalasi terpasang;

d.    pengisian parameter penilaian (skoring).

(2)     Proses audit meliputi:
a.    persyaratan administrasi;

b.    sarana dan prasarana;

c.    sumber daya manusia;

d.    program dan operasional perusahaan.

(3)     Parameter penilaian dituangkan secara kuantitatif dan kualitatif.

(4)     Badan audit wajib menyampaikan laporan audit lengkap kepada Kepala Biro Bimmas Polri.

(5)     Kepala Biro Bimmas Polri melakukan evaluasi dan penilaian terhadap laporan audit yang telah masuk dan selanjutnya melaporkan seluruh kegiatan audit kepada Kapolri.

Bagian Kedua
Audit BUJP

Pasal 71

Polri melakukan pengawasan terhadap BUJP melalui kegiatan audit yang dilakukan secara berkala dan insidentil.

Pasal 72

(1)     Audit BUJP terdiri dari:
a.    audit kecukupan, untuk memastikan bahwa semua persyaratan administratif dan ketentuan perundang-undangan telah dipenuhi oleh calon BUJP atau BUJP untuk perpanjangan izin opersional dari Mabes Polri;

b.    audit kesesuaian untuk mendapatkan atau memperpanjang perizinan BUJP yang dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun;

c.    audit pengawasan/surveillance BUJP yang dilaksanakan paling sedikit satu kali dalam satu tahun selama masa sertifikat atau perizinan.

(2)     Hasil audit dituangkan dalam bentuk laporan auditor yang ditujukan kepada Kepala Birobimmas Polri.

Pasal 73

Dalam rangka pelaksanaan audit BUJP, masing-masing pihak yang terkait mempunyai tanggung jawab sebagai berikut:
a.    Polri, melakukan:
1.    penyampaian pemberitahuan pelaksanaan audit kepada BUJP terkait.
2.    penunjukan personel Polri yang dilibatkan dalam tim audit, yaitu untuk tingkat Mabes Polri adalah Staf Birobimmas Polri dan/atau Personel Polri yang ditunjuk dan untuk tingkat Polda adalah Staf Birobinamitra dan atau Personel Polri yang ditunjuk;

b.    Tim audit menyiapkan personel yang dilibatkan dalam tim audit dan sistem prosedur untuk pelaksanaan audit;

Pasal 74

Dalam rangka audit, BUJP wajib:
a.    menyiapkan personel pendamping yang secara teknis berkompeten di bidangnya, selama kegiatan audit berlangsung;

b.    menyiapkan data yang dibutuhkan Tim Audit terkait dengan bidang usaha yang dijalankan;

c.    menyiapkan laporan kegiatan terakhir yang meliputi data personel, kegiatan yang dilaksanakan;

d.    menandatangani lembar kerja yang telah diisi oleh auditor pada setiap pelaksanaan audit;

e. menyiapkan dukungan fasilitas yang diperlukan dalam rangka kegiatan audit.

Pasal 75

(1)     Metode dan parameter penilaian audit untuk penerbitan izin operasional dan perpanjangannya meliputi;
a.    pemeriksaan dokumen;
b.    observasi, adalah pengamatan langsung terhadap suatu kegiatan/instalasi terpasang di lapangan;
c.    wawancara; dan/atau
d.    pengisian parameter penilaian.

(2)     Parameter penilaian audit dituangkan secara kuantitatif dan kualitatif.

(3)     Parameter penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Petunjuk teknis.



BAB VII

EVALUASI DAN PENILAIAN

Pasal 76

(1)     Evaluasi dan penilaian atas laporan audit SMP dilaksanakan oleh Polri c.q.  Birobimmas Polri.

(2)     Berdasarkan hasil evaluasi dan penilaian tersebut pada ayat (1), Polri memberikan penghargaan atau tindakan pembinaan sesuai dengan tingkat pencapaian penerapan SMP.

(3)     Pemberian penghargaan atau tindakan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan sebagai berikut :
a.    0 – 59%, pencapaian mendapatkan tindakan pembinaan;
b.    60 – 84%, pencapaian mendapatkan penghargaan berupa sertifikat dan plakat perak;
c.    85 – 100%, pencapaian medapatkan penghargaan berupa sertifikat dan plakat emas.

(4)     Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan c, ditandatangani oleh Kapolri dan berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun.

(5)     Mekanisme penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberlakukan juga untuk audit izin operasional BUJP sebagai berikut:
a.    0 – 59 %, pencapaian tidak mendapat izin operasional.
b.    60 – 84 %, pencapaian mendapatkan izin operasional dengan pengawasan setiap 3 (tiga) bulan 1 (satu) kali;
c.    85 – 100%, pencapaian mendapatkan izin operasional penuh.

(6)     Ketentuan tentang izin operasional sebagaimana dinyatakan pada pasal 65 huruf c dan pasal 66 ayat (2).

Pasal 77

Biaya pelaksanaan audit SMP dibebankan kepada organisasi, perusahaan atau
instansi/lembaga pemerintah yang diaudit.


BAB VIII

SANKSI

Bagian Kesatu
Pelatihan

Pasal 78

(1)     Lembaga pelatihan yang tidak membuat laporan pelaksanaan kegiatan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis.

(2)     Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah penetapan sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lembaga pelatihan masih belum menyerahkan laporan pelaksanaan kegiatan pelatihan, maka dikenakan sanksi peninjauan kembali terhadap penyelenggaraan pelatihan.

Bagian Kedua
Gam dan Atribut

Pasal 79

(1)     Anggota Satpam yang tidak menggunakan seragam dan atribut kewenangan kepolisian terbatas sesuai dengan ketentuan, dikenakan sanksi berupa catatan kondite bidang disiplin yang dapat mempengaruhi penilaian dalam rangka reward dan promosi yang bersangkutan.

(2)     Ketentuan teknis tentang pemberian sanksi ditentukan oleh manajemen dari pengguna satpam yang bersangkutan.

(3)     Bagi penyelenggara Satpam inhouse maupun badan usaha bidang jasa pengamanan yang tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 25, dikenakan sanksi:
a.    pembinaan, berupa:
1.    teguran tertulis;
2.    perintah untuk mengganti pejabat eksekutif tertinggi di bidang pengamanan (security manager) disertai pertimbangan dalam rangka terjaminnya kelancaran dari operasionalisasi sistim corporate security;
b.    dibekukannya izin operasional sampai dengan temuan pada audit sebelumnya tidak terdapat pada audit ulang.

Bagian Ketiga
Registrasi dan KTA

Pasal 80

(1)     Bagi Satpam yang terlambat dalam pengurusan KTA, dikenakan sanksi administrasi berupa tegoran tertulis, apabila keterlambatan pengurusan lebih dari 1 (satu) tahun, maka wajib dilakukan penyegaran dengan cara pelatihan kembali bagi anggota Satpam yang bersangkutan.

(2)     Anggota Satpam yang terlibat tindak pidana atau dikeluarkan, maka KTA Satpam harus dicabut dan diserahkan kepada Polres setempat.

(3)     Anggota Satpam yang tidak dapat menunjukkan KTA Satpam pada waktu melaksanakan tugas, dikenakan pembekuan sementara aktivitasnya sampai dapat menunjukkan KTA.

(4)     Anggota Satpam yang menggunakan KTA palsu dapat dikenakan ketentuan pidana yang berlaku.

Bagian Keempat
BUJP

Pasal 81

(1)     BUJP yang tidak membuat laporan setiap semester sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf c, selama 2 (dua) kali berturut-turut, dikenakan sanksi berupa teguran.

(2)     BUJP yang tidak memperpanjang Surat Izin Operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2), dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah masa berlaku Surat Izin Operasional berakhir, dikenakan sanksi pembekuan Surat Izin Operasional.

(3)     Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah penetapan sanksi pembekuan Surat Izin Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2), BUJP tidak mengajukan perpanjangan Surat Izin Operasional, maka dikenakan sanksi pembatalan Surat Izin Operasional.

Pasal 82

(1)       BUJP yang tidak memenuhi parameter penilaian yang dihasilkan oleh Tim Auditor berdasarkan metode audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70,  maka izin operasionalnya ditangguhkan penerbitannya.

(2)       BUJP yang ditangguhkan izin operasionalnya wajib mengikuti pembinaan sesuai dengan rekomendasi yang ditetapkan oleh Tim Auditor.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 83

(1)     Peraturan ini merupakan pedoman bagi penyusunan berbagai standar teknis keamanan, keselamatan untuk masing masing Organisasi, Perusahaan, dan/atau Instansi/Lembaga Pemerintah.

(2)     Pada saat Peraturan ini mulai berlaku seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pengamanan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan ini.

(3)     Perubahan atau penambahan sesuai perkembangan unsur-unsur sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini diatur tersendiri oleh Kapolri.

Pasal 84

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini ditempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Desember 2007
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

CAP/TTD



Drs. SUTANTO
JENDERAL POLISI

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 2007
MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA,




ANDI MATTALATTA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR




LAMPIRAN

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK 
INDONESIA 

NOMOR 24 TAHUN 2007

TENTANG

SISTEM MANAJEMEN PENGAMANAN ORGANISASI, PERUSAHAAN DAN / ATAU INSTANSI / LEMBAGA PEMERINTAH



DAFTAR LAMPIRAN

BAB I        PENJELASAN TENTANG STANDAR SISTEM MANAJEMEN PENGAMANAN

BAB II       PENJELASAN TENTANG PENERAPAN SISTEM DAN ORGANISASI

BAB III      CONTOH TIPIKAL ORGANISASI SATPAM DAN ORGANISASI

BAB IV      ALOKASI WAKTU, RINCIAN MINGGUAN, RINCIAN HARIAN, METODE  
                  PENGAJARAN , MATA PELAJARAN DAN JAM PELAJARAN GADA PRATAMA, 
                  GADA MADYA DAN GADA UTAMA
BAB V       KODE ETIK SATPAM DAN PENUNTUN SATPAM

BAB VI     BENTUK GAM SATPAM PDH, GAM SATPAM PDL, GAM SATPAM PSH, DAN 
                 GAM SATPAM PSL

BAB VII    BENTUK PERLENGKAPAN SEPERTI TOPI, SEPATU (SAFETY HEMET), 
                 ATRIBUT DAN KOMPETENSI SATPAM

BAB VIII   KODE NOMOR REGISTRASI

BAB IX     BAGAN TENTANG PROSES REGISTRASI DAN PENERBITAN KTA, DAN 
                 PENCANTUMAN NOMOR REGISTRASI, FORMULIS REGISTRASI DAN 
                 BENTUK KTA

BAB X      BENTUK DARI PADA PRODUK RENPAM (SECURITY PLAN), RENKON 
                 (CONTINGENCY PLAN), RENCANA KEGIATAN (SECURITY ACTIVITY PLAN), 
                 LAPORAN KEJADIAN DAN LAPORAN KEGIATAN (SECURITY REPORT)



BAB I

STANDAR SISTEM MANAJEMEN PENGAMANAN
1.              Umum.
a.        Standar manajemen pengamanan ini dimaksudkan untuk membantu organisasi dalam mengelola secara efektif elemen-elemen sistem manajemen pengamanan yang dapat disatukan dengan persyaratan standar manajemen lainnya. Standar ini juga dapat membantu organisasi untuk mencapai sasaran pengamanan dan kepentingan ekonomi. Standar ini seperti standar lainnya tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai hambatan perdagangan atau merubah kewajiban terhadap peraturan.
b.       Persyaratan spesifik dari standart ini memungkinkan suatu organisasi untuk mengembangkan dan menerapkan suatu kewajiban dan sasaran yang memasukan tanggung jawab terhadap pemenuhan persyaratan peraturan perundangan dan resiko ancaman keamanan. Ini dapat dilaksanakan pada semua type dan jenis organisasi, dan untuk mengakomodasi perbedaan wilayah geografi, budaya dan kondisi sosial. Dasar dari pendekatan standar ini  ditujukan pada gambar di bawah ini. Kunci sukses sistem ini bergantung pada komitment dari setiap tingkatan dan fungsi yang ada di organisasi, khususnya dari manajemen puncak. Standar ini memungkinkan suatu organisasi untuk mengembangkan suatu kebijakan pengamanan, menerapkan sasaran dan proses untuk mencapai komitment-komitmen dari kebijakan, melaksanakan kegiatan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja dan menunjukan pemenuhan terhadap persyaratan-persyaratan dari standar sistem manajemen pengamanan ini. Secara keseluruhan tujuan dari standar ini adalah untuk membantu dan meningkatkan pelaksanaan pengamanan yang baik, dan seimbang dengan kebutuhan sosial ekonomi. Organisasi yang membutuhkan penjelasan atas elemen-elemen dalam standart ini dapat melihat pada panduan penerapan yang ada dalam Lampiran Peraturan ini.

CACATAN : standar ini didasarkan pada netologi yang berlaku umum aeperti Perencanann-Penerapan-Pemeriksaan-Perbaikan.
Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut
1.     Kebijakan : menetapkan suatu arahan kerangka kerja sistem manajemen pengamanan dan komitmen dari seluruh tingkat manajemen untuk menerapkan sistem manajemen pengamanan;
2.     Perencanaan : menetapkan suatu sasaran dan proses yang dibutuhkan untuk mencapai suatu hasil sesuai dengan kebijakan pengamanan organisasi;
3.     Penerapan : implementasi dari proses
4.     Pemeriksaan : pemantauan dan pengukuran proses pelaksanaan dari kebijakan pengamanan, sasaran, peraturan dan persyaratan lainnya serta pelaporan dari hasil;
5.     Peningkatan : menetapkan tindakan untuk perbaikan berkelanjutan kinerja sistem manajemen pengamanan;
        Banyak organisasi mengelola operasi mereka melalui pola suatu sistem dari proses interaksinya, dimana menjadi acuan untuk pendekatan proses;

a.           Standar manjemen pengamanan ini berisi elemen-elemen yang dapat secara objecktif diaudit, tetapi ini bukan syarat mutlak untuk mencapai kinerja sesuai komitment yang ada dalam krbijakan pengamanan, untuk memenuhi peraturan dan persyaratan lainnya yang ditetapkan organisasi, untuk mencegah insiden dan perbaikan berkelanjutan;

b.          Standar ini tidak menerapkan persyaratan spesifik untuk sistem manajemen lainnya, seperti mutu, lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja, atau manajemen keuangan, tetapi setiap elemen dapat diselaraskan atau disatukan dengan persyaratan yang ada dari sistem manajemen lainnya. Sangat mungkin organisasi menerapkan sistem manajemen pengamanan yang memenuhu elemen-elemen dalam standar ini. Hal ini dapat menjadi aspek positif, bagaimanapun pemenuhan setiap elemen dari sistem manajemen dapat berbeda tergantung pada maksud dan kepentingan berbagai puhak yang terkait;

c.           Tingkat kesulitan penerapan sistem manajemen pengamanan, kedalam dokumen dan sumber daya yang sangat bergantung pada berbagai faktor, seperti ruang lingkup sistem, jenis organisasi dan kegiatan, produk dan pelayanan. Ini mungkin menjadi hal khusus untuk organisasi skala menengah dan kecil.

2.              Ruang lingkup.
a.           Spesifikasi sistem manajemen pengamanan ini memberikan persyaratan-persyaratan untuk penerapan sistem manajemen pengamanan, agar organisasi dapat mengendalikan ancaman dan mengembangkan kinerja keamanan organisasi. Tidak dinyatakan kriteria spesifik kinerja keamanan, serta tidak memberikan  spesifikasi detail untuk desain dari sistem manajemen.
b.          Spesisfikasi ini dapat diaplikasikan dalam organisasi yang berharap untuk :
1)      Menerapkan sebuah sistem manajemen pengamanan untuk mengeleminasi tau meminalisasi resiko terhadap personel dan pihak terkait lainnya yang terpapar oleh ancaman yang terkait dengan entitas, aset dan personel;
2)      Menerapkan, memelihara dan perbaikan berkelanjutan sistem manajemen pengamanan;
3)      Menjamin untuk patuh/taat terhadap kebijakan keamanan yang telah dinyatakan;
4)      Menunjuk kepatuhan terhadap spesifikasi keamanan dengan :
·        Membuat letentuan sendiri dan mendeklarasikan sendiri;
·        Mengkonfirmasikan kesesuaian dengan beberapa pihak dalam organisasi, seperti : pelanggan-pelanggan atau kominitas
·        Mengkonfirmasikan pendeklarasian sendiri melalui pihak eksternal organisasi;
·        Sertifikasi/registrasi sistem manajemen pengamanan organisasi oleh pihak eksternal organisasi;
c.           Semua persyaratan dalam spesifikasi keamanan merupakan bagian dari sistem manajemen pengamanan. Sakupan aplikasi tergantung beberapa faktor sesuai dengan kebijakan keamanan organisasi, sifat kegiatan bisnis organisasi dan resiko-resiko serta kompleksitas operasionalnya;
d.          Spesifikasi keamanan ini fokus pada masalah keamanan, dan tidak mengarah pada area luar keamana, seperti program kesejahteraan karyawan, keselamatan dan kesehatan kerja, produk keamanan, kerusakan properti atau dampat lingkungan.

3.              pengertian.
a.          Aset;
Properti organisasi dan personel, dapat dirasakan atau tidak, dimana dimiliki oleh organisasi atau individual yang dapat diberikan nilai moneter. Properti yang tidak dapat dirasakan seperti goodwill, informasi penting, dan properti yang terkait. Untuk tujuan panduan ini, terminologi manusia adalah termasuk aset.
b.          Konsekuensi;
Sebuah hasil dari aksi atau keputusan. Dari presepsi asuransi atau keamanan. Biaya-biaya kehilangan atau kerusakan melebihi pasar dari aset yang hilang atau rusak, termasuk biaya tidak langsung lainnya.
c.           Analisa biaya dan manfaat;
Proses perencanaan, berkaitan dengan keputusan untuk komitmen pada biaya atau aset. Hal ini adalah upaya sistematis untuk mengukur nilai dari semua manfaat dimana dibandingkan dengan pengeluaran yang ada. Biasanya proses ini melibatkan tiga tahapan:
1.      Indentifikasi dari semua konsekuensi langsung dan tidak langsung dari pengeluaran;
2.      Memberikan nilai moneter dari semua biaya dan manfaat hasil dari pengeluaran;
3.      Menghitung ekspektasi biaya masa datang dan penghasilan dibandingkan dengan pengeluaran yang menggambarkan biaya dan penghasilan pada nilai moneter masa kini.

d.          Tingkat kekritisan;
Dampak dari kejadian kehilangan, biasanya dihitung berdasar biaya bersih dari kejadian tersebut. Dampak dapat berkisar dari fatal, terjadi total rekapitalisasi, kehilangan bisnis, atau ketidakberlanjutan bisnis dalam jangka panjang, hingga pada hal yang tidak penting.
e.          Kejadian;
Sesuatu yang terjadi tidak sepadan dalam konteks keamanan. Biasanya mewakili sebuah kejadian, seperti: insiden keamanan, alarm, keadaan darurat dalam medis, atau berkaitan dengan pengalaman.
f.            Goodwil;
Suatu nilai dari bisnis yang didirikan berdasarkan reputasi dari pertimbangan bisnis dan pemiliknya.
g.          Kejadian kehilangan;
Suatu kejadian yang dapat menyebabkan kerugian finansial yang berdampak negaif terhadap aset, sebagai contoh termasuk insiden keamanan, kriminal, bahaya alam atau bencana.
h.          Bencana alam;
Suatu kejadian alamiah yang mengakibatkan kerusakan besar, kerugian, atau kehancuran, seperti : angin tornado, badai, gempa buni dan kejadian terkait lainnya.
i.            Organisasi;
Otoritas pengelola suatu badan usaha atau instansi pemerintah yang menyelenggarakan / menggunakan satuan pengamanan untuk kepentingan keamanannya.
j.            Kemungkinan;
Kesempatan, atau sama dalam beberapa kasus, kepastian matematis dimana kejadian akan terjadi, rasio dari jumlah yang dihasilkan dimana menghasilkan suatu kejadian dari jumlah total kemungkinan yang terjadi.
k.          Kualitatif;
Berkaitan dengan suatu karakteristik dari sesuatu dan dimana membuat hal tersebut.
l.            Kuantatif;
Berkaitan dengan pertimbangan atau nerdasarkan pada suatu jumlah atau suatu hitungan dapat diukur atau digambarkan dalam nomerik.
m.        Resiko;
Kemungkinan dari kerugian yang dihasilkan dari ancaman, insiden atau kejadian yang berdamak pada keamanan.
n.          Analisa resiko;
Pengujian detail termasuk penilaian resiko, evaluasi resiko dan alternatif manajemen resiko, dilakukan untuk memahami sesuatu yang tidak diinginkan, konsekuensi negatif untuk kehidupan manusia. Proses analisis untuk menyediakan informasi berdasarkan kejadian yang tidak diinginkan dari kualifikasi dari kemungkinan-kemungkinan dan ekspektasi konsekuensi dari resiko tang telah diidentifikasi.
o.          Insiden keamanan;
Keamanan yang terkait dengan kejadian atau aksi yang mengarah pada kematian, luka atau kerugian moneter. Suatu penyerangan pada karyawan, pelanggan, atau supplier di dalam properti organisasi dapat menjadi salah satu contoh insiden keamanan.
p.          Kerawanan keamanan;
Suatu keamampuan ekspoitasi dari suatu kelemahan keamanan atau kekurangan pada fasilitas organisasi atau personal.
q.          Situs;
Lokasi parsial yang dapat ditentukan oleh jarak dan ketinggian.
r.           State of the art;
Tingkatan ilmu pengetahuan tertinggi dan teknologi terkini dapat dicapai di semua area dan di setiap waktu.
s.           Statistik;
Cabang dari matematika yang berhubungan dengan pengumpulan, analisam interpretasi dan presentasi besaran dari data numerik. Dalam aspek keamanan dapat mewakili kumpulan dari data kuantitatif seperti insiden keamanan, laporan kriminal dan berkaitan denga informasi dimanan bersamaan dengan informasi lainnya ditampilkan sebagai statistik keamanan yang akan digunakan untuk beberapa aplikasi termasuk evaluasi resiko dan tingkat kerawanan aset organisasi.
t.            Ancaman;
Mengarah pada suatu kerusakan atau kuka, sebagai indikasi dari sesuatu yang tidak sesuai yang disebabkan oleh sumber daya internal dan eksternal.
u.          Satuan pengamanan (Satpam);
Adalah satuan atau kelompok yang dibentuk oleh instansi / badan usaha untuk melaksanakan pengamanan dalam rangka menyelenggarakan keamanan swakarsa di lingkungan kerjanya.

4.              Spesifikasi standar sistem manajemen pengamanan.
a.      Elemen Satu ; Pemeliharaan dan Pembangunan Komitmen.
Manajeman puncak harus menetapkan kebijakan pengamanan dan struktur tanggung jawab. Kebijakan harus mencakup :
1.      Sesuai dengan budaya dan skala dari resiko ancaman dari organisasi;
2.      Mencakup komitmen untuk peningkatan berkelanjutan dalam manajemen pengamanan dan kinerja organisasi;
3.      Mencakup komitmen untuk memenuhi persyaratan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya;
4.      Menyediakan kerangka kerja untuk menyusun dan meninjau sasaran pengamanan;
5.      Mencakup komitmen untuk melibatkan komunitas sebagai instrumen pengamanan;
6.      Terdokumentasi, diterapkan dan dipelihara;
7.      Dikomunikasikan kepada seluruh karyawan dan menjadi tanggung jawab secara personal;
8.      Disediakan untuk pihak terkait;
9.      Ditinjau ulang secara berkala untuk memstikan kesesuaian dan kelayakannya bagi organisasi.
Manajemen puncak adalah penanggung jawab tertinggi untuk permasalahan keamanan dan sistem manajemen pengamanan. Manajemen puncak harus menunjuk komitmen dengan cara:
1)      Menjamin ketersediaan sumber daya untuk menetapkan, menerapkan, memelihara, dan mengembangkan sistem manajemen pengamanan;
Catatan : sumber daya termasuk sumber daya manusia dan keahlian khusus, infrastruktur organisasi, teknologi dan sumber daya finansial;
2)      Menetapkan wewenang, mengalokasikan tanggung jawab dan akuntabilitas, dan mendelegasikan otoritas untuk mengefektifkan sistem manajemen pengamanan, wewenang, tanggung jawab, akun-tabilitas, dan otoritas harus terdokumentasi dan dikomunikasikan.
Organisasi harus menunjuk perakilan dari anggota manajemen puncak dengan tanggung jawab khusus untuk permasalahan pengamanan, yang memiliki tugas dan tanggung jawab :
1)      Menjamin sistem manajemen pengamanan telah ditetapkan, diterapkan dan dipelihara sesuai standar ini ;
2)      Menjamin laporan kinerja sistem manajemen pengamanan di presentasikan kepada manajemen pusat untuk ditinjau dan sebagai dasar untuk dilakukan pengembangan sistem manajemen pengamanan.
Catatan : Wakil manajemen puncak ( seperti pada organisasi besar, anggota dewan atau komite eksekutif ) dapat mendelegasikan beberapa tugasnya kepada level yang lebih rendah, dimana akuntabilitas tidak dapat di delegasikan.
Identitas wakil manajemen harus diketahui oleh semua orang yang bekerja untuk atau atas nama organisasi.
Semua tanggung jawab manajemen harus ditunjukan dalam komitmen untuk meningkatkan kinerja sistem manajemen pengamanan. Organisasi harus menjamin semua pekerja yang bekerja untuk dan atas nama organisasi memiliki tanggung jawab terhadap aspek pengamanan di bawah kendali organisasi, termasuk ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan pengamanan organisasi.
b.      Elemen Dua ; Pemenuhan Aspek Perundangan Keamanan.
Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara suatu prosedur untuk mengindentifikasi dan mendapatkan persyaratan-persyaratan peraturan perundangan dan persyaratan pengamanan lainnya yang diterapkan.
Organisasi harus memastikan bahwa pelaksanaan persyaratan peraturan perunganan dan persyaratan lainnya menjadi bagian tanggung jawab dalam penetapan, penerapan dan pemeliharaan sistem manajemen pengamanan.
Organisasi harus menjaga informasi tentang peraturan perundangan tetap terkini.
Organisasi harus mengkomunikasikan informasi dari peraturan perundangan dan persyaratan lainnya kepada orang yang bekerja untuk dan atas nama organisasi serta pihak terkait lainnya.
c.       Elemen Tiga ; Manajemen Resiko Pengamanan.
Manajemen resiko pengamanan menyediakan kerangka kerja dan panduan praktis kepada petugas keamanan yang berkopeten tentang penerapan proses pengamanan yang spesifik yang disesuai dengan kondisi termasuk perbedaan karakteristik industri, letak geografis, perkembangan teknologi informasi dan lain-lain.
Dalam penerapannya dilakukan penilaian umum kondisi keamanan diharapkan dapat memberikan profil keamanan tempat kerja yang meliputi menyediakan petugas yang berkopeten untuk mendukung dan menyediakan interpretasi dan petunjuk pedoman di masa yang akan datan, serta saran pelaksanaan dan permasalahan yang sama disesuaikan dari situasi lingkungan istimewa termasuk perbedaan industri, area geografi, teknologi informasi, dan lain-lain.
Penjelasan pelaksanaan penilaian resiko keamanan secara umum :
1)      Identifikasi resiko orang dan aset organisasi, aset termasuk orang, seluruh jenis properti, bisnis utama, jaringan dan informasi, orang termasuk karyawan, penyewa, tamu, vendor, pengunjung dan sesuatu yang langsung atau tidak langsung berhubungan atau terlibat dengan usaha. Properti termasuk aset yang tampak seperti uang tunai dan sesuatu yang bernilai lainnya serta aset tidak tampak seperti kekayaan intelektual, proses bisnis inti termasuk bisnis utama atau usahan yang menentukan, termasuk reputasi dan itikad baik. Jaringan termasuk sistem, infrastruktur, peralatan yang berkaitan dengan data, telekomunikasi, dan aset komputer, informasi termasuk beragam data penting yang dimiliki;
2)      Menentukan resiko kerugian dari peristiwa atau kerawanan. Resiko atau ancaman dari kejadian yang terjadi di lapangan, begitu juga kejadian yang telah terjadi atau kondisi khusu yang ada dalam lingkungan setempat. Hal ini juga akan menjadi dasar nilai intristik dari aset rumahan atau kondisi saat ini pada fasilitas atau kejadian. Suatu resiko kejadian dapat ditentukan melalui analisi kerawanan. Analisi kerawanan dapat menjadi pertimbangan untuk mengendalikan ancaman keamanan. Proses ini harus memperhatikan titik kelemahan dan membantu menbuat kerangka kerja untuk analisa selanjutnya serta membuat pengendalian yang teratur;
3)      Menetapkan peluang resiko kehilangan dan tingkat kekerapan dari suatu kejadian. Kekerapan suatu kejadian berhubungan dengan kebiasaan dari peluang kehilangan. Sebagai contoh jika ancaman keamanan di pusat perbelanjaan, kekerapan adalah jumlah kejadian yang terjadi setiap hari pada saat pusat pembelanjaan beroperasi. Peluang resiko kehilangan adalah suatu konsep berdasarkan pertimbangan seperti kejadian seketika, kecenderungan, peringatan atau ancaman kejadian yang pernah terjadi di organisasi;
4)      Menentukan dampak dari kejadian. Finansial, phsikologikal dan berhubungan langsung dengan biaya yang muncuk dari kehilangan dari aset yang tampak atau tidak tampak dari organisasi;
5)      Mengembangkan untuk pilihan mitigasi resiko. Menentukan identifikasi pilihan yang tersedia untuk mencegah atau mitigasi kerugian secara fisik, prosedur, aturan / logika atau yang berkaitan dengan proses pengamanan;
6)      Studi kelayakan terhadap pilihan implementasi yang telah ditentukan. Penerapan implementasi yang dipilih tanpa melakukan intervensi terhadap hal-hal  mendasar yang berkaitan dengan operasional atau keuntungan organisasi;
7)      Melaksanakan analisa biaya;
8)      Rekomendasi akhir;
9)      Re-assesment / penilaian ulang;
Sumber informasi untuk menetapkan kejadian resiko kehilangan:
1)      Data statistik kejahatan dari polisi setempat.
2)      Laporan kejahatan atau data yang dapat diperbandingkan.
3)      Dokumen internal organisasi sepertilaporan insiden keamanan;
4)      Keluhan dari karyawan, pelanggan, tamu, pengunjung, dan lain-lain;
5)      Gugatan dari masyarakat atas pengamanan yang tidak cukup;
6)      Informasi intelijen dari pemerintah daerah, provinsi atau pusat tentang potensi ancaman;
7)      Informasi dunia industri tentang kecendrungan tingkat keamanan;
8)      Kondisi ekonomi secara umum;
9)      Kondisi sekarang yang menimbulkan kejahatan.
d.      Elemen Empat ; Tujuan dan Sasaran.
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara sasaran di setiap fungís dan tingkatan yang relevan dalam organisasi secara terdokumentasi;
Sasaran harus diukur, dilaksanakan, dan consisten dengan kebijakan pengamanan, termasuk komitmen untuk mencegah terjadinya encaman, memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya, dan perbaikan berkelanjutan;
Pada saat menerapkan dan menunjau sasaran, organisasi harus memasukan tanggung jawab untuk ,e,enihi persyaratan peraturan perundangan dan persyaratan lanilla, serta resiko pengamanan yang ada. Dan juga mempertimbangan pilihan atas teknologi, kondisi keuangan, persyaratan operasi dan bisnis, serta gambaran dari pihak-pihak terkat;
e.      Elemen Lima ; Perencanaan dan Program.
Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara statu program untuk mencapai sasaran pengamanan. Program tersebut harus dimasukan persyaratan minimum, yang terdiri dari:
1)      Penunjuk dan penagnggungjawab otoritas untuk mencapai sasaran pengamanan disetiap fungsi yang relevan dengan dan tingkatan dalam organisasi;
2)      Target waktu pencapaian sasaran dan target;
Program tersebut harus ditinjau ulang secara periodik dan terencana, apabila diperlukan akan disesuaikan, untuk menjamin pencapaian sasaran pengamanannya. Program pengamanan harus relevan dengan hasil rekomendasi penilaian resiko pengamanan.
f.        Elemen Enam ; Pelatihan, kepedulian dan kopetensi pengamanan.
Organisasi harus memastikan bahwa setiap personil yang mempengaruhi kinerja pengamanan memiliki kompetensi berdasarkan pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang sesuai, dan harus memelihara rekaman terkat;
Organisasi harus mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan yang sesuai dengan resiko pengamanan dan sistem manajemen pengamanan. Pelatihan harus dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Evaluasi efektivitas pelaksanaan pelatihan atau tindakan terkait yang dilakukan. Catatan pelatihan harus dipelihara;
Organisasi harus menetapkan, meneraphan dan memelihara prosedur untuk membuat personil sadar terhadap hal-hal:
1)      Konsekuensi pengamanan yang potensial atau telah terjadi di kegiatan operasi, dan keuntungan dari penungkatan kinerja personil;
2)      Kewajiban dan tanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan pengamanan dan prosedur-prosedur dalam rangka memenuhi persyaratan sistem manajemen pengamanan, termasuk persyaratan untuk kesiapan menghadapi dan menangani keadaan darurat;
3)      Konsekuensi potensian yang muncul dari prosedur operasi tertentu.
    Prosedur pelatihan harus ditetapkan untuk setiap tingkatan berbeda sesuai dengan :
1.      Tanggung jawab, kwmampuan dan ketrampilam;
2.      Resiko pengamanan;
g.      Elemen Tujuh ; Konsultasi, komusikasi dan partisipasi.
Organisasi harus menerapkan, menetapkan dan memelihara suatu prosedur untuk :
1)      Komunikasi internal kepada seluruh tingkatan dan fungsi yang ada, dan personil yang bekerja untuk dan atas nama organisasi;
2)      Menerima, mendokumentasikan dan menanggapi komunikasi yang relevan dari pihak luar yang terkait;
3)      Partisipasi dari personil yang bekerja untuk dan atas nama;
Organisasi dengan menyusun rencana untuk:
·        Pelibatan dalam pengembangan dan peninjauan kebijakan, sasaran dan prosedur untuk mengendalikan resiko;
·        Konsultasi perubahan yang menimbulkan implikasi terhadap resiko pengamanan;
·        Keterwakilan dalam masalah-nasalah pengamanan;
Personil yang bekerja untuk dan atas nama organisasi harus diinformasikan kegiatas partisipasi mereka, termasuk perwakilannya dalam masalah-masalah pengamanan;
Organisasi harus berkoordinasi dengan pihak-pihak luar yang terkait, antara lain dengan Forum Kemitraan Polisi dan Masyaralat (FKPM) berkaitan dengan masalah-masalah isu keamanan masyarakat di sekeliling lokasi organisasi.

h.      Elemen Delapan ; Pengendalian dolumen dan catatan.
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara suatu prosedur untuk :
1)      Persetujuan kecukupan dokumen sebelum diterbitkan;
2)      Peninjauan, perbaruan dan persetujuan ulang dokumen sesuai kebutuhan;
3)      Memastikan bahwa setiap perubahan dan revisi terbaru dokumen telah diidentifikasi;
4)      Memastikan bahwa dokumen yang digunakan tersedia dalam versi relevan sesuai penggunaannya;
5)      Memastikan bahwa memiliki status yang teridentifikasi;
6)      Mamastikan bahwa dokumen-dokumen eksternal yang dibutuhkan telah ditentukan untuk perencanaan dan operasi dari sistem manajemen pengamanan dan diidentifikasi serta dikendalikan distribusinya;
7)      Pencegahan penggunaan dokumen yang usang dan menetapkan identifikasi terhadap dokumentasi usang yang disimpan untuk berbagai tujuan.
Organisasi harus menetapkan dan memelihara catatan yang dibutuhkan sebagai buktipemenuhan persyaratan-persyaratan sistem manajemen pengamanan, standar pengamanan dan hasil-hasil yang dicapai;
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara suatu prosedur untuk identifikasi, penyimpanan, perlindungan, penarikan, masa simpan dan pemusnahan catatan;
Catatan harus jelas pengesahan dan identifikasinya serta mampu telusur. Dokumen yang dipersyaratkan sistem manajemen pengamanan dan standar pengamanan harus dikendalikan.
i.        Elemen Sembilan ; Penanganan keadaan darurat.
Organisasi harus memiliki prosedur untuk menghadapi keadaan darurat atau diuji secara berkala untuk mengetahui kehandalan pada terjadi yang sebenarnya. Pengujian prosedur secara berkala tersebut dilakukan oleh personil yang memiliki kopetensi dan untuk kegiatan, instalasi atau peralatan yang mempunyai potensi ancaman besar harus dikoordinasikan dengan instansi terkait yang berwenang;
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara suatu prosedur untuk :
1)      Mengidentifikasi potensi terjadinya keadaan darurat;
2)      Menangani situasi darurat;
3)      Petunjuk pelaksanaan tim manajemen krisis.
Organisasi harus merespon situasi darurat dan mencegah atau menurunkan konsekuensi terhadap ststus keamanan. Dalam perencanaan penanganan keadaan darurat organisasi harus memasukan tanggung jawab kepada pihak-pihak terkait;
Organisasi harus menguju secara berkala prosedur penanganan keadaan darurat agar tetap terlatih, pihak-pihak terkait selayajnya dilibatkan;
Organisasi harus meninjau ulang secara berkala dan sesuai kebutuhan, revisi dari prosedur dan perencanaan penanganan keadaan darurat dapat dilakukan setelah pengujian berjalan dan setelah terjadinya keadaan darurat.
j.        Elemen Sepuluh ; Pengendalian operasi.
Organisasi harus merencanakan pengendalian kegiatan-kegiatan operasional,produkbarang atau jasa yang dapat menimbulkan resoko gannguan keamanan.
Hal ini dapat dicapai dengan mendolumentasikan, menerapkan, pengawasan, pemantauan dan evaluasi kebijakan standar keamanan bagi tempat kerja, perancangan tempat kerja dan bahan, infrastruktur fisik / fasilitas, prosedur dan instruksi kerja.
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur :
1)      Pengendali operasi yang aplikatif untuk kegiatan-kegiatan yang ada, organisasi harus menyatukan pengendalian operasi tersebut kedalam keseluruhan sistem manajemen pengamanan;
2)      Pengaruh persyaratan-persyaratan operasi dimana jika tidak dipenuhi dapat menimbulkan penyimpangan dari kebijakan pengamanan dan sasarannya;
3)      Pengendalian terkait indentifikasi resiko ancaman dari kegiatan pembelian barang, peralatan dan jasa;
4)      Pengendalian terkait indentifikasi resiko ancaman dari kontraktor dan pengunjung yang ada ditempat kerja;
5)      Prosedur terdokumentasi untuk menangani kondisi operasi yang tidak memenuhi persyaratan yang dapat menimbulkan penyimpangan kebijakan pengamanan dan sasaran;
k.      Elemen Sebelas ; Pemantauan dan pengukuran kinerja pengamanan.
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur pemantauan dan pengukuran yang berkaitan dengan kinerja keamanan. Prosedur pemantauan harus mencakup hal-hal :
1)      Pengukuan kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan kebutuhan organisasi;
2)      Pemantauan berkala atas pencapaian sasaran kinerja pengamanan yang telah ditetapkan;
3)      Pemantauan atas efektivitas pengendalian pengamanan yang telah ditetapkan;
4)      Pengukuran proaktif kinerja organisasi atas pemenuhan terhadap program manajemen, kriteria operasi dan persyaratan peraturan perundangan;
5)      Pengukuran terhadap kinerja pemantauan yang dilakukan atas kejadian-kejadian ancaman pengamanan yang telah terjadi atau yang berpotensi;
6)      Penyimpanan data dan hasil-hasil pemantauan dan pengukuran harus dapat digunakan untuk analisa terhadap tindakan koreksi dan pencegahan.
Jika terdapat peralatan yang dipersyaratkan untuk kegiatan pemantauan atau pengukuran, organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengkalibrasi dan memelihara setiap peralatan tersebut.
Catatan dari kegiatan kalibrasi dan pemeliharaan harus dikendalikan.
Referensi : Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
l.        Elemen Dua Belas ; Pelaporan, perbaikan dan tindakan pencegahan ketidaksesuaian.
Prosedur pelaporan informasi yang terkait dan tepat waktu harus ditetapkan untuk menjamin bahwa Sistem Manajemen Keamanan dipantau kinerjanya ditingkatkan.
Prosedur pelaporan internal perlu ditetapkan untuk menangani :
1)      Pelaporan identifikasi faktor korelatif sunber ancaman dan gangguan;
2)      Pelaporan terjadinya kejadian berpotensi menimbulkan gangguan;
3)      Pelaporan ketidak sesuain, apabila telah terjadi gannguan yang menyebabkan kerugian;
4)      Pelaporan kinerja keamanan setempat.
Prosedur pelaporan eksternal perlu ditetapkan untuk menangani :
·        Pelaporan yang dipersyaratkan peraturan perundangan;
·        Pelaporan kepada pemegang saham, pemerintah dan masyarakat (khusus perusahaan publik).
Semua hasil temuan dari pelaksanaan pemantauan, audit dan tinjauan ulang Sistem Manajemen Pengamanan harus didukumentasikan dan digunakan untuk identifikasi tindakan perbaikan dan pencegahan serta pihak manajemen menjamin pelaksanaannya secara sistematik dan efektif.
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur  penanganan terkait dengan kondisi yang tidak sesuai dan mengambil tindakan perbaikan dan pencegahannya. Peosedur harus menentukan persyaratan-persyaratan mencakup :
1)      Identifikasi dan memperbaiki ketidaksesuaian dan melakukan tindakan untuk menurunkan konsekuensi yang terjadi;
2)      Penyelidikan ketiksesuaian, menentukan penyebab dan mengambil tindakan untuk menghindari pengulangan kondisi yang sama;
3)      Evaluasi kebutuhan untuk mengambil tindakan untuk mencegah timbulnya ketidaksesuaian, dan menerapkannya dalam rangka menghindari kondisi yang sama;
4)      Penyimpanan dan pengkomunikasian hasil-hasil tindakan perbaikan dan pencegahan yang telah dilakukan;
5)      Peninjauan ulang efektivitas tindakan perbaikan dan pencegahan yang telah dilakukan ;
Peosedur tersebut harus mempersyaratkan bahwa usulan seluruh tindakan perbaikan dan pencegahan harus ditijau ulang melalui proses penilaian resiko sebelum diterapkan.
Organisasi harus memastikan bahwa setiap kebutuhan perubahan yang disebabkan tindakan perbaikan dan pencegahan adalah dibuat untuk dokumentasi sistem manajemen pengamanan.
Isi Laporan : penanganan kejadian kepada Polres setempat.
m.    Elemen Tiga Belas ; Pengumpulan dan analisa data.
Organisasi harus menetapkan, menghimpun dan menganalisis data sesuai untuk memperagakan kesesuaian dan efektifan sistem manajemen keamanan dan untuk menilai dimanan perbaikan berkelanjutan sistem manajemen keamanan dapat dilakukan. Ini harus mencakup data yang dihasilkan dari pemantauan dan pengukuran dan dari sumber relevan lain.
Analisa data harus memberikan informasi yang berkaitan dengan :
1)      Kondisi keamanan;
2)      Potensi keamanan.
Organisasi harus melakukan pencatatan data dan informasi untuk menunjukan kesesuaian penerapan Sistem Manajemen Pengamanan dan harus mencakup :
1.      Persyaratan eksternal / peraturan perundangan dan internal / indikator kinerja pengamanan;
2.      izin operasional sekuriti profesional;
3.      izin kerja bagi pekerja asing (tambahan guidelines untuk detail pekerja asing);
4.      resiko dan sumber gangguan yang meliputi keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat kerja, serta peralatan lainnya, bahan-bahan dan sebagainya, lingkungan kerja, sifat pekerjaan, cara kerja, dan proses produksi;
5.      kegiatan pelatihan aspek pengamanan;
6.      kegiatan inspeksi, kalibrasi, dan pemeliharaan alat pengamanan;
7.      rincian gangguan, keluhan dan tindak lanjut;
8.      informasi mengenai pemasok dan kontraktor;
9.      audit dan peninjauan ulang Sistem Manajemen Pengamanan;
10.  pengolahan data statistik.

n.      Elemen Empat Belas ; Audit sistem manajemen pengamanan.
Audit Sistem Manajemen Pengamanan harus dilakukan secara berkala untuk mengetahui keefektifan penerapan Sistem Manajemen Pengamanan. Audit harus dilaksanakan secara sistematik dan independen oleh personil yang memiliki kompetensi kerja dengan menggunakan metodologi yang sudah diterapkan. Frekuensi audit sebelumnya dan bukti ancaman dan gangguan yang didapatkan ditempat kerja. Hasil audit harus digunakan oleh pengurus / penanggung jawab atau pengusaha dalam proses tinjauan ulang manajemen.
Catatan : kompetensi auditor akan dijelaskan di guidelines
o.      Elemen Lima Belas ; Tinjauan manajemen.
Pimpinan organisasi harus melaksanakan tinjauan ulang Sistem Manajemen Pengamanan secara berkala untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan keamanan.
Ruang lingkup tinjauan ulang Sistem Manajemen Pengamanan harus dapat mengatasi implimentasi ancaman dan gangguan terhadap seluruh kegiatan bisnis, produk barang dan jasa termasuk dampaknya terhadap kinerja perusahaan.
Tinjauan ulan Sistem Manajemen Pengamanan harus meliputi :
1)      Elavuasi penerapan kebijakan pengamanan;
2)      Tujuan, sasaran, dan kinerja manajemen pengamanan;
3)      Hasil temuan audit Sistem Manajemen Pengamanan;
4)      Evaluasi efektivitas penerapan Sistem Manajemen Pengamanan dan kebutuhan untuk mengubah Sistem Manajemen Pengamanan sesuai dengan;
a.       Perubahan peraturan perunganan;
b.      Tuntutan dari pihak terkait dan pasar;
c.       Perubahan produk dan kegiatan perusahaan;
d.      Perubahan struktur organisasi perusahaan;
e.       Perkembangan il,u pengetahuan dan teknologi;
f.        Pengalaman yang didapat dari insiden gannguan yang terjadi;
g.       Pelaporan;
h.       Umpa balik dari pihak terkait termasuk masyarakat sekitar.
p.      Elemen Enam Belas ; Peningkatan berkelanjutan.
Organisasi harus terus-menerus memperbaiki efektifan Sistem Manajemen Pengamanan melalui pemakaian kebijakan keamanan, tujuan keamanan, hasil audit, analisis data, tindakan koreksi dan pencegahan, dan tinjauan manajemen.

BAB II
PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN PENGAMANAN
1.      Umum.
a.       Pedoman Penerapan Standar Manajemen Pengamanan ini dikembangkan dalam rangka membantu organisasi untuk menjadikan suatu sistem manajemen pengamanan dapat dinilai dan disertifikasi serta sebagai pedoman cara penerapannya.
b.      Pedoman standar dibuat dengan alur pedoman standar manajemen pengamanan berisi metode-metode yang disarankan untuk menerapkan Standar Manajemen Pengamanan dan panduan lainnya yang terkait. Pola penomoran dari pedoman ini sesuai dengan standarnya.

2.      Ruang Lingkup.
a.       Struktur pedoman dibuat dengan alur berisi penjelasan, tipe-tipe masukan, proses penerapan dan tipe-tipe keluaran di setiap elemen standart ini. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pemahaman dan penerapan.
b.      Pedoman ini tidak menetapkan adanya persyaratan tambahan dari ekemen standar manajemen pengamanan, dan bukan merupakan pendekatan wakib untuk menerapkan sistem manajemen pengamanan.

3.      Pengertian
a.      Aset;
Properti organisasi dan personel, dapat dirasakan atau tidak, dimana dimiliki oleh organisasi atau individual yang dapat diberikan nilai moneter. Properti yang tidak dapat dirasakan seperti goodwill, informasi penting, dan properti yang terkait. Untuk tujuan panduan ini, terminologi manusia adalah termasuk aset.
b.      Konsekuensi;
Sebuah hasil dari aksi atau keputusan. Dari presepsi asuransi atau keamanan. Biaya-biaya kehilangan atau kerusakan melebihi pasar dari aset yang hilang atau rusak, termasuk biaya tidak langsung lainnya.
c.       Analisa biaya dan manfaat;
Proses perencanaan, berkaitan dengan keputusan untuk komitmen pada biaya atau aset. Hal ini adalah upaya sistematis untuk mengukur nilai dari semua manfaat dimana dibandingkan dengan pengeluaran yang ada.
Biasanya proses ini melibatkan tiga tahapan:
1.      Indentifikasi dari semua konsekuensi langsung dan tidak langsung dari pengeluaran;
2.      Memberikan nilai moneter dari semua biaya dan manfaat hasil dari pengeluaran;
3.      Menghitung ekspektasi biaya masa datang dan penghasilan dibandingkan dengan pengeluaran yang menggambarkan biaya dan penghasilan pada nilai moneter masa kini.

d.      Tingkat kekritisan;
Dampak dari kejadian kehilangan, biasanya dihitung berdasar biaya bersih dari kejadian tersebut. Dampak dapat berkisar dari fatal, terjadi total rekapitalisasi, kehilangan bisnis, atau ketidakberlanjutan bisnis dalam jangka panjang, hingga pada hal yang tidak penting.
e.      Kejadian;
Sesuatu yang terjadi tidak sepadan dalam konteks keamanan. Biasanya mewakili sebuah kejadian, seperti: insiden keamanan, alarm, keadaan darurat dalam medis, atau berkaitan dengan pengalaman.
f.        Goodwil;
Suatu nilai dari bisnis yang didirikan berdasarkan reputasi dari pertimbangan bisnis dan pemiliknya.
g.      Kejadian kehilangan;
Suatu kejadian yang dapat menyebabkan kerugian finansial yang berdampak negaif terhadap aset, sebagai contoh termasuk insiden keamanan, kriminal, bahaya alam atau bencana.
h.      Bencana alam;
Suatu kejadian alamiah yang mengakibatkan kerusakan besar, kerugian, atau kehancuran, seperti : angin tornado, badai, gempa buni dan kejadian terkait lainnya.
i.        Organisasi;
Otoritas pengelola suatu badan usaha atau instansi pemerintah yang menyelenggarakan / menggunakan satuan pengamanan untuk kepentingan keamanannya.
j.        Kemungkinan;
Kesempatan, atau sama dalam beberapa kasus, kepastian matematis dimana kejadian akan terjadi, rasio dari jumlah yang dihasilkan dimana menghasilkan suatu kejadian dari jumlah total kemungkinan yang terjadi.
k.      Kualitatif;
Berkaitan dengan suatu karakteristik dari sesuatu dan dimana membuat hal tersebut.
l.        Kuantatif;
Berkaitan dengan pertimbangan atau nerdasarkan pada suatu jumlah atau suatu hitungan dapat diukur atau digambarkan dalam nomerik.
m.    Resiko;
Kemungkinan dari kerugian yang dihasilkan dari ancaman, insiden atau kejadian yang berdamak pada keamanan.
n.      Analisa resiko;
Pengujian detail termasuk penilaian resiko, evaluasi resiko dan alternatif manajemen resiko, dilakukan untuk memahami sesuatu yang tidak diinginkan, konsekuensi negatif untuk kehidupan manusia. Proses analisis untuk menyediakan informasi berdasarkan kejadian yang tidak diinginkan dari kualifikasi dari kemungkinan-kemungkinan dan ekspektasi konsekuensi dari resiko tang telah diidentifikasi.
o.      Insiden keamanan;
Keamanan yang terkait dengan kejadian atau aksi yang mengarah pada kematian, luka atau kerugian moneter. Suatu penyerangan pada karyawan, pelanggan, atau supplier di dalam properti organisasi dapat menjadi salah satu contoh insiden keamanan.
p.      Kerawanan keamanan;
Suatu keamampuan ekspoitasi dari suatu kelemahan keamanan atau kekurangan pada fasilitas organisasi atau personal.
q.      Situs;
Lokasi parsial yang dapat ditentukan oleh jarak dan ketinggian.
r.       State of the art;
Tingkatan ilmu pengetahuan tertinggi dan teknologi terkini dapat dicapai di semua area dan di setiap waktu.
s.       Statistik;
Cabang dari matematika yang berhubungan dengan pengumpulan, analisam interpretasi dan presentasi besaran dari data numerik. Dalam aspek keamanan dapat mewakili kumpulan dari data kuantitatif seperti insiden keamanan, laporan kriminal dan berkaitan denga informasi dimanan bersamaan dengan informasi lainnya ditampilkan sebagai statistik keamanan yang akan digunakan untuk beberapa aplikasi termasuk evaluasi resiko dan tingkat kerawanan aset organisasi.
t.        Ancaman;
Mengarah pada suatu kerusakan atau kuka, sebagai indikasi dari sesuatu yang tidak sesuai yang disebabkan oleh sumber daya internal dan eksternal.
u.      Satuan pengamanan (Satpam);
Adalah satuan atau kelompok yang dibentuk oleh instansi / badan usaha untuk melaksanakan pengamanan dalam rangka menyelenggarakan keamanan swakarsa di lingkungan kerjanya.

4.      Spesifikasi Penerapan Sistem Manajemen Pengamanan.
a.      Elemen Stau : Pemeliharaan dan Pembangunan Komitmen.
1)      Kebijakan Pengamanan.
Kebijakan Pengamanan menetapkan arahan dan kerangka prinsip-prinsip kegiatan yang lengkap untuk suatu organisasi. Kebijakan juga menjadi pedoman untuk menetapkan sasaran pengamanan sebagai wujud tanggung jawab dan kinerja yang harus dicapai organisasi. Kebijakan meninjuk komitmen formal dari organisasi;
Dokumen pernyataan kebijakan pengamanan sebaiknya dibuat bertanggal dan ditetapkan oleh pimpinan puncak.
Catatan : kebijakan pengamanan sebaiknya konsisten dengan proses bisnis organisasi dan sistem manajemen lainnya.
a)      Tipe-tipe masukan
Dalam menetapkan kebijakan Pengamanan, manajemen sebaiknya mempertimbangakan hal-hal seperti dibawah ini :
1)      Kebijakan dan sasaran yang relevan dengan pengelolaan usaha secara menyeluruh;
2)      Ancaman keamanan;
3)      Persyaratan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya;
4)      Sejarah dan kondisi terkini dari kinerja pengamanan;
5)      Kebutuhan dari pihak-pihak terkait;
6)      Kesempatan dan kebutuhan untuk peningkatan berkelanjutan;
7)      Kebutuhan sumber daya;
8)      Kontribusi dari kontraktor dan pihak lainnya;
9)      Kebutuhan masyarakat sekitar.
Suatu formulasi dan komunikasi yang efektif dari kebijakan pengamanan sebaiknya :
(1)   ditetapkan sesuai dengan sifat dan skala resiko ancaman yang ada di organisasi : identifikasi ancaman, penilaian resiko, dan pengendaliannya adalah kunci suksesnya sistem manajemen pengamanan dan sebaiknya merefleksikan kebijakan pengamanan. Kebijakan pengamanan sebaiknya konsisten dengan visi kedepan dari organisasi. Ini sebaiknya realistis dan tidak melebihi dari sifat alamiah dari resiko organisasi:
(2)   mencakup komitmen untuk peningkatan berkelanjutan. Harapan masyarakat memberikan tekanan kepada organisasi untuk mengurangi resiko ancaman gangguan  keamanan di tempat kerja. Dalam rangka tanggung jawab memenuhu peraturan perundangan, organisasi sebaiknya bertujuan meningkatkan kinerja pengamanan dan sistem manajemen pengamanan yang efektif dan efisien, untuk memenuhi kebutuhan perubahan peraturan dan bisnis. Perencanaan peningkatan kinerja sebaiknya dimasukan dalam sasaran pengamanan dan dikelola melelaui program manajemen pengamanan termasuk pernyataan kebijakan pengamanan apabila memungkinkan mencakup area untuk kegiatan;
(3)   mencakup komitmen untuk memenuhi peraturan pengamanan dan persyaratan lainnya yang wajib dipenuhi organisasi. Organisasi dipersyaratan untuk memenuhi peraturan perundangan dan persyaratan lainnya. Kebijakan pengamanan bagi masyarakat yang dibuat organisasi yang Polri. Catatan : Persyaratan lainnya adalah kebijakan grup perusahaan, standar internal organisasi, atau spesifikasi atau kode etik yang ditetapkan organisasi.
(4)   Didokumentasikan, ditetapkan dan dipelihara. Perencanaan dan persiapan adalah kunci sukses untuk penerapan. Terkadan pernyataan kebijakan dan sasaran pengamanan tidak realistis dikarenakan sumber daya yang tersedia tidak mencukupi. Sebelum membuat pernyataan publik organisasi sebaiknya memastikan bahwa hal-hal yang dibutuhkan seperti dana, keterampilan dan sumber daya telah tersedia, sehingga seluruh sasaran pengemanan realistis dan dapat dicapai dalam kerangka kerja tersebut;
(5)   Didokumentasikan kepada pekerja secara terus menerus sehingga membuat pekerja sadar tanggung jawab individu dalam hal pengamanan. Pelibatan dan komitmen dari pekerja adalah hal penting untuk suksesnya pengamanan. Para pekerja harus disadarkan keuntungan dari manajemen pengamanan untuk lingkungan kerjanya dan dapat diberdayakan untuk memberikan kontribusi dalam sistem manajemen pengamanan. Para pekerja di setiap tingkatan, termasuk tingkatan manajemen harus memberikan kontribusi  efektif untuk manajemen pengamanan. Organisasi harus menyampaikan kebijakan pengamanan dan sasaran pengamanan kepada seluruh pekerja secara jelas, memandu mereka untuk memiliki acuan kerangka kerja yang dapat mengukur kinerja pengamanan mereka;
(6)   Disediakan untuk pihak terkait. Setiap orang atau kelompok baik onternal maupun eksternal masuk dalam ruang lingkup dalam kebijakan pengamanan. Untuk suatu proses sebaiknya komunikasi dan memastikan bahwa pihak terkait menerima kebijakan pengamanan sesuai permintaan tetapi tidak diperlukan untuk yang tidak meminta;
(7)   Dapat ditinjau ulang secara berkala untuk memastikan bahwa kebijaka selalu relevan dan sesuai dengan tujuan organisasi. Perubahan tidak dapat dihindarkan, tuntutan peraturan dan harapan masyarakat meningkat. Konsekuensinya kebijakan pengamanan organisasi dan sistem manajemen membutuhkan peninjauan ulang secara berkala untuk memastikan kesuaian dan efektivitas yang berkelanjutan.
b)      Tipe-tipe keluaran
Contoh modelnya adalah suatu pemahaman menyeluruh, kebijakan pengamanan yang telah dikomunikasikan kepada seluruh organisasi.

2)      Struktur dan Tanggung Jawab
Adanya penerapan aturan, tanggung jawab dan kewenangan yang didokumentasi dan dikomunikasikan, dan harus disediakan sumber daya yang cukup dan memadai untuk melaksanakan tugas-tugas pengamanan.
a)      Masukan / data yang dapat digunakan adalah :
1.      struktur organisasi;
2.      hasil  dari identifikasi ancaman, penilaian resiko dan pengendaliannya;
3.      sasaran pengamanan;
4.      persyaratan peraturan perundangan  dan lainnya;
5.      deskripsi tugas;
6.      standar kualifikasi.
b)      Proses penyusunan.
Tanggung jawab dan wewenang dari seluruh personal yang melakukan tugas-tugas dari sistem manajemen pengamanan sebaiknya ditetapkan, termasuk definisi yang jelas dari kondisi interfarces diantara fungsi yang ada;
c)      Jabatan yang dapat ditetapkan tugas dan tanggung jawabnya :
·        pimpinan puncak;
·        manajemen lini / bagian pada setiap tingkatan yang ada di organisasi;
·        operator
·        penanggung jawab untuk pekerjaan kontraktor;
·        penanggung jawaban pelatihan;
·        penanggung jawab pelatan yang penting untuk pengamanan;
·        pekerja dengan kualifikasi pengamanan tertentu atau petugas khusus pengamanan yanga ada dalam organisasi;
·        pekerja yang mewakili dalam rapat konsultasi keamanan.
d)      Tanggung jawab pimpinan puncak harus mencakup kewajiban untuk menetapkan kebijakan pengamanan dan memastikan sistem telah diterapkan;
e)      Harus ditunjuk manajemen khusus yang diberi tanggung jawab dan wewenang untuk menerapkan sistem manajemen pengamanan. Manajemen yang ditunjuk sebaiknya dari salah satu anggota pimpinan puncak. Manajemen pengamanan yang ditunjuk dapat dibantu oleh personal yang memiliki tanggung jawab untuk memantau seluruh operasi dari fungsi-fungsi pengamanan;
f)        Manajemen yang ditunjuk sebaiknya secara teratur melaporkan kinerja dari sistem, dan menjaga keterliban aktif dalam peninjauan berkala dan penyusunan sasaran pengamanan. Hal ini sebaiknya dipastikan bahwa tugas lainnya yang ditetapkan tidak bertentangan dengan pemenuhan tanggung jawab mereka dalam hal pengamanan;
g)      Tanggung jawab manajemen lini sebaliknya mencakup pemastian bahwa pengamanan telah dikelola dalam area yang menjadi tanggung jawab mereka. Aturan dan tanggung jawab setiap fungsi khusus pengamanan yang ada dalam organisasi harus ditetapkan. Hal ini termasuk pengaturan untuk menyelesaikan setiap konflik antara isu keamanan dan pertimbangan produktivitas yang terjadi pada tingkat manajemen;
h)      Pendolumentasian dari aturan dan tanggung jawab. Dokumentasi tanggung jawab dan wewenang dapat berupa :
a.       pedoman manajemen sistem pengamanan;
b.      prosedur kerja dan uraian tugas;
c.       raian pekerjaan;
d.      paket pelatihan pengenalan;
i)        Jika organisasi menetapkan untuk penulisan tugas dan tanggung jawab pengamanan disatukan dengan aspek lainnya, maka tanggung jawab pengamanan sebaiknya dimasukkan dalam uraian jabatannya;
j)        Pengkomunikasian tugas dan tanggung jawab. Tanggung jawab dan kewenangan pengamanan harus dikomunikasikan secara efektif kepada mereka yang terpengaruh di setiap tingkatan. Ini harus dipastikan bahwa personal mengerti ruang lingkup dan interface antara fungsi yang bervariasi, dan pihak terkait yang digunakan untuk hal yang lain;
k)      Sumber daya. Manajemen sebaiknya memastikan kecukupan sumber daya yang tersedia untuk memelihara keamanan tempat kerja, termasuk peralatan, sumber daya, keahlian dan pelatihan.

b.      Elemen Dua : Pemenuhan Persyaratan Peraturan Perundangan.
1)      Organisasi harus mempunyai kesadaran dan pemahaman tentang peraturan perundangan dan persyaratan lainnya yang terkait dalam setiap kegiatannya, dan kesadaran untuk mengkomunikasikannya kepada personal terkait;
2)      Elemen ini menekankan pada pembangunan kesadaran dan pemahaman untuk bertanggung jawab dalam pemenuhan persyaratan peraturan perundangan pengamanan, bukan sekedar mempersyaratkan organisasi untuk memiliki kumpulan perturan perundangan;
3)      Hal-hal yang dapat menjadi masukan adalah :
a)      Gambaran yang jelas dari proses produksi atau jasa:
b)      Hasil dari identifikasi ancaman, penilaian resiko, dan pengendaliannya;
c)      Standar praktis pengamanan;
d)      Peraturan perundangan tentang pengamanan;
e)      Daftar informasi sumber daya;
f)        Standar Nasional, Regional dan Internasional;
g)      Persyaratan internal organisasi;
h)      Persyaratan dari pihak terkait;
4)      Proses penyusunan.
Peraturan dan persyaratan lainnya yang terkait sebaiknya diidentifikasi. Organisasi sebaiknya menetapkan metode yang tepat untuk mengakses informasi, termasuk termasuk menggunakan media pendukung seperti dari buku, CD, disk, atau internet. Organisasi harus mengevaluasi peraturan yang terkait dan harus diterapkan, dan siapa yang berkepentingan untuk menerima setiap informasi;
5)      Hal-hal yang menjadi keluaran :
a)      prosedur untuk mengidentifikasi dan mengakses informasi;
b)      identifikasi persyaratan yang harus dipenuhi;
c)      persyaratan-persyaratan seperti buku peraturan perundangan, task standar, summary dan hasil-hasil analisa tersedia di lokasi yang telah ditetapkan organisasi;
d)      prosedur untuk memantau penerapan yang merupakan keonsekuensi dari peraturan pengamanan.

c.   Elemen Tiga : Manajemen Resiko Pengamanan.

1)      Indikasi Aset.
a.       Memahami organisasi dan identifikasi manusia dan aset-aset dalam resiko.
      Tugas pertama seorang petigas keamanan adalah mengembangkan pemahaman mengenai organisasi yang akan dinilai. Hal ini bukan berarti petugas tersebut menjadi menjadi ahli dari operasionalisasi perusahaan yang akan dievakuasi, tetapi harus memiliki pemahaman mengenai operasional organisasi dengan segala kompleksitas dan nuansanya.
      Beberapa faktor pertimbangan seperti jam kerja, tipe klien yang dilayani, tipe aktivitas bisnis organisasi, tipe jasa yang disediakan atau produk yang diproduksi, pabrikasi, penggudangan, atau hal-hal lain yang disuplai, kondisi kompetisi industri terkait, informasi yang sensitif, budaya korporasi, persepsidari toleransi resiko, dan seterusnya.
b.      Beberapa tipe informasi yang harus diperhatikan :
·        jam operasi tiap departemen;
·        level staf dari tiap shift;
·        tipe pelayanan atau barang yang diproduksi, disimpan, dipabrikasi, dan lain-lain;
·        tipe klien yang dilayani ( seperti kesejahteraan, anak-anak, orang asing, dan lain-lain );
·        kondisi persaingan organisasi;
·        semua isu special yang terkait dengan proses pabrikasi ( seperti : limbah lingkungan, pembuatan dari produk yang rusak, dan lain-lain);
·        tipe tenaga kerja ( seperti : serikat pekerja );

2)      Identifikasi manusia dan beberapa aset dalam resiko.
Langkah kedua dalam proses adalah untuk identifikasi beberapa aset dari organisasi yang beresiko kepada beberapa bahaya.
a)      Manusia / orang;
Manusia / orang termasuk tenaga kerja, pelanggan, pengunjung, pasien, tamu, penumpang, tenaga kerja kontrak, dan semua personel dimana secara hukum berada di area properti yang sedang diakses.
Dalam kondisi terbatas, manusia / orang yang lalu lalang juga beresiko secara terbuka dan bahaya di area properti atau attractive nuisance exists ( seperti : gudang kawasan berikat, gedung kosong, jalan potong atau bagian rutinitas yang digunakan orang untuk menyeberangi sebagai jalan pintas ).
Catatan : di beberapa negara, pejalan pintas hanya diberi peringatan dengan tambu-rambu yang memberitahukan kondisi kondisi bahaya atau potensi adanya bahaya.
b)      Properti;
Properti termasuk real estate, tanah dan gedung, fasilitas, properti yang dapat dirasakan seperti : uang, logam dan batu mulia; instrumen berbahaya ( antara lain; bahan peledak, senjata, dam lain-lain ); barang yang mudah dicuri ( antara lain obat-obatan, uang, dan lain-lain); semua barang yang mudah dicuri, dirusak, atau yang mempengaruhi resiko pengamanan.
Properti juga termasuk ”goodwill” tau reputasi dari suatu perusahaan / organisasi dimana dapat memungkinkan kerugian dari suatu kejadian. Sebagai contoh : kemampuan organisasi menarik pelanggan dapat dipengaruhi dengan reputasi yang tidak baik atau kriminalitas. Properti termasuk juga informasi, mencakup hak data, seperti : kerahasiaan perdagangan, perencanaan penjualan, perencanaan ekspansi bisnis, penutupan pabrik, kerahasian informasi perorangan mengenai karyawan, daftar pelanggan, dam data lainnya. Dimana apabila dicuri, altered, atau dihancurkan dapat membahayakan organisasi.

3)   Penetapan kejadian resiko kejadian / kerawanan.
a)   Langkah utama kedua dalam metode manajemen resiko pengamanan adalah untuk mengidentifikasi tipe kejadian atau insiden yang mungkin dapat terjadi di lokasi kerja berdasarkan data kejadian atau insiden yang sama di lokasi tempat kerja; suatu kejadian ( seperti kriminal ) yang hampir sama pada bisnis tersebut ; bencana alam tergantung letak geografi tertentu; atau kondisi lainnya, pengembangan lainnya, dan trend-trend lainnya.
      b)   Sumber data dan informasi
      Terdapat beberapa sumber informasi / data mengenai kejadian berkaitan kriminal yang dapat mempertimbangkan beberapa sumber informasi dalam menetapkan resiko di lokasi kerja.
1)      statistik kriminal lokal dan pemanggilan pelayanan di lokasi dan membuat visi untuk 3-5 tahun;
2)      penyeragaman laporan kriminal dipublikasikan oleh polri;
3)      pengendalian laporan kriminal internal organisasi;
4)      data demografi / kondisi sosial menyediakan informasi mengenai kondisi ekonomi, kerapatan populasi, jumlah populasi manusia, tingkat penggangguran, dan lain-lain;
5)      komplaindan potensi kriminal yang mengancam organisasi;
6)      intelijen lokal, daerah, negara berdasarkan ancaman atau kondisi yang berdmpak pada organisasi;
7)      kelompok profesional dan asosiasi yang membagikan data dan informasi lainnya mengenai masalah industri yang spesifik atau trend kegiatan kriminal;
8)      faktor lingkungan lainnya seperti : temperatur, aksesbilitas lokasi kerja, dan potensi kriminalitas;
Bukan kejadian kriminal, mempertimbangkan dua sub kategori kejadian yang bukan kriminal  yaitu bencana alam dan bencana yang disebabkan oleh manusia. Bencana alan seperti : angin topan, tornado, badai, gempa bumi, gelombang tinggi, serangan kilat, dan kebakaran yang disebabkan oleh bencana alam. Bencana yang disebabkan oleh manusia termasuk buruh mogok, kecelakaan pesawat terbang, kapal tenggelam, kebocoran fasilitas pembangkit tenaga nuklir, serangan teroris ( dimana memungkinkan untuk menjadi sesuatu yang berkaitan dengan kriminal ), kegagalan tenaga, dan berkurangnya esensi sumber energi.
Kejadian yang signifikan adalah melalui hubungan antara kejadian atau antara sebuah organisasi satu dengan organisasi lainnya, organisasi mengalami kerugian akan kejadian tersebut atau afiliasinya, ketika kejadian atau kegiatan organisasi merusak reputasi organisasi lainnya. Misalnya, jika organisasi melakukan kegiatan ilegal atau memproduksi produk yang berbahaya, organiasi yang tidak bersalah akan terpengaruh reputasinya oleh kesalahan afiliasinya, tanpa memisahkan kesalahan organisasi lainnya.

4)   Menetapkan kemungkina resiko kerugian dan frekuensi kejadian.
      Kemungkinan kerugian bukan berdasarkan pendekatan matematika; hal ini adalah mempertimbangkan kemungkinan kerugian dimasa yang akan datang, berdasarkan data di lokasi kerja, kejadian sebelumnya di organisasi yang serupa, kondisi lingkungan di sekitar organisasi, prediksi saat ini, lokasi geografi, kondisi politik, sosial dan perubahan ekonomi, serta faktor lain yang mempengaruhi kemungkinan tersebut.
      Contoh lainnya : suatu bisnis yang memiliki sejarah kegiatan kriminal baik di dalam maupun si sekitar area properti akan lebih sering kemungkinan terjadi aksi kriminalitas apabila tidak ada langkah pencegahan untuk meningkatkan pemantauan keamanan.
a)      Petunjuk Pelaksana Pertama ; Mengerti organisasi dan identifikasi karyawan dan aset dari resiko.
Tugas pertaman dari praktisi keamanan adalah mengembangkan pemahaman penilaian terhadap organisasi. Ini tidak berarti praktisi harus berasal dari ahli dalam pekerjaan usaha penilaian, tetapi hatus cukup memahami bagaimana organisasi mengelola kompleksitas dan nuansa.
Pertimbangan harus berdasarkan faktor-faktor seperti : jam opearasi, jenis jasa pelanggan, sifat aktivitas usaha, tipe pelanggan yang disediakan atau produk yang dihasilkan, pengolahan, penyimpanan, atau otherwise supply, sifat persaingan dari industri, informasi yang sensitif, budaya perusahaan, persepsi toleransi resiko dan lainnya.
Jenis informasi yang harus di nilai :
(1)   Jam kerja dari setiap departemen;
(2)   Tingkatan staf setiap shif;
(3)   tipe pelayanan yang disediakan dan atau produk yang dihasilkan, penyimpanan, pengelolaan dan lain-lain;
(4)   sifat pesaing dari usaha;
(5)   setiap permasalahan khusus yang dihasilkan dari proses pengelolaan ( seperti limbah lingkungan, buangan produk dan lain-lain);
(6)   tipe tenaga kerja ( seperti serikat pekerja, tenaga tidak terlatih, penggunaan tenaga kerja bekar, penggunaan imigran, dan lain-lain );

b)      Petunjuk Pelaksanaan Kedua ; Menentukan resiko kerugian dari suatu kejadian / kerawanan.
Langkah kedua dalam metodologi penilaian resiko keamanan adalah identifikasi jenis kejadian atau peristiwa yang akan terjadi berdasarkan peristiwa / kejadian yang telah terjadi sebelumnya di tempat kerja; kejadian dengan situasi yang sama; kejadian yang terjadi ( seperti kriminal) yang mungkin dapat terjadi di setiap jenis tempat kerja; bencana alam sesuai lokasi geografi; lingkungan tempat kerja khusus; situasi yang berkembang saat ini atau kecenderungan.
Resiko kerugian dari suatu kejadian dapat dibedakan dalam tiga kategori : kejahatan, bukan kejadian kejahatan seperti bencana  yang disebabkan manusia atau alam, dan konsekuensi kejadian yang disebabkan suatu hubungan bisnis dengan organisasi lain, pada saat organisasi ke depanmejadi buruk atau reputasi negatif diakibatkan oleh kegiatan usaha yang tidak baik.
(1)   Kejadian yang berhungan dengan kejahatan / kriminil.
      Terdapat sejumlah sumber untuk informasi / data tentang kejahatan yang berhubungan dengan kejadian yang dapat berakibat pada usaha. Organisasi dapat mempertimbangkan beberapa sumber berikut sebagai upaya membantu mengurangi resiko di tempat kerja antara lain :
(a)    data statistik kriminak dan panggilan layanan bantuan Polisi selama periode ketiga sampai lima tahun;
(b)   data kriminal yang dipublukasikan oleh Polri untuk diketahui oleh khalayak ramai;
(c)    rekaman laporan kejadian gangguan di internal organisasi;
(d)   data kondisi demografi atau sosial dimana menyediakan informasi mengenail kondisi ekonomi, tingkat populasi, transisi populasi, tingkat pengangguran ( Ipoleksosbud );
(e)    kriminalitas yang meninjol dan keluhan dari masyarakat terhadap organisasi yang mengganggu aktivitas organisasi;
(f)     informasi, isu tentang masalah kamtibnas dari kepolisian yang berkaitan dengan ancaman atau kondisi yang berdampak pada kegiatan organisasi;
(g)    kelompok profesi dan asosiasi yang dapat menyediakan data dan informasi lain berkaitan dengan permasalahan yang spesifik di lingkungan industri atau kecenderungan aktivitas kriminil di lingkungan industri;
(h)    faktor-faktor lainnya seperti situasi dan kondisi lingkunagn, akses tempat kerja, dan hal-hal yang dapat menimbulkan kriminil / kejahatan.

(2)   Kejadian yang bukan kriminil. Organisasi harus mempertimbangkan 2 (dua) yaitu kategori kejadian yang diakibatkan oleh manusia dan alam ( seperti badai, angin ribut, gempa bumi, tsunami, dan lain-lain ). Bencana yang diakibatkan oleh manusia, seperti : huru-hara, pesawat jatuh, kapal tenggelam, kebocoran reaktor nuklir, aksi teroris, kegagalan sumber energi listrik, kelangkaan sumber-sumber penting kehidupan.

(3)   Konsekuensi kejadian.
Suatu konsekuensi kejadian adalag hasil yang didapatkan dari suatu kejadian, kejadian itu dapat melalui hubungan antara beberapa kejadian atau antara organisasi dan beberapa lembaga, organisasi menerima berbagai jenis kerugian sebagai suatu kinsekuensi dari kejadian tersebut atau afiliasinya.
Atau suatu kejadian dari suatu organisasi yang dapat merusak reputasinya dan reputasi organisasi lainnya yang terkait. Sebagai contoh jika suatu organisasi terkait dengan aktivitas ilegal atau memproduksi suatu produk yang berbahaya dapat merusak reputasi organisasi tersebut dan afiliasinya ( seperti : vendor, supplier, distributor, mitra kerja ).
c)      Petujuk Pelaksanaan Ketiga ; Menetapkan tingkat peluang dari resiko kerugian dan frekuensi kejadian.
(1)   Peluang resiko kerugian
Peluang kerugian tidak hanya didasarkan pada perhitungan matematis,tetapi mempertimbang juga mengenai kekerapan suatu kejadian kehilangan / kerugian yang akan terjadi di masa yang akan datang, data kejadian yang lalu di tempat kerja, data kejadian di tempat kerja yang sejenis, kondisi lingkungan sekitar, kondisi lokasi geografi,kondisi sosial politik, dan perubahan ekonomi, faktor lainnyayang dapat mempengaruhi peluang.
Sebagai contoh lokasi tempat kerja di daerah banjir atau pinggir pantai yang memiliki peluang yang lebih tinggi untuk terjadinya banjir dan angin ribut dibandingkan organisasi yang berlokasi di dataran tinggi dan jauh dari pantai. Walaupun banjir dan angin ribut belum pernah terjadi di lokasi tersebut, tetapi tingkat resiko akan tetap lebih tinggi  karena lokasi tersebut memiliki potensi kejadian tersebut.
Pada contoh lainnya suatu organisasi yang sejarah aktivitas kriminal baik di dalam maupun di luar area lingkungan kerjanya akan tetap memiliki peluang tinggi untuk terjadinya kriminil di masa mendatang, apabila tidak menetapkan langkah-langkah untuk melakukan perbaikan terhadap aspek keamanan dan faktor-faktor yang berkaitan dengan aspek kemanan ( seperti ekonomi, sosial, isu politik ). Tingkat peluang akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk menentukan solusi yang tepat untuk mengendalikan potensi paparan kejadian.
(2)   Peluang kejadian dilihat dari perspektif kejadian, organisasi sebaiknya menetapkan seberapa sering paparan dari setiap jenis kejadian. Seperti contoh : jika kejadian perampokan pelanggan terjadi di area parkir, pertanyaan yang relevan adalah seberapa sering pelanggan ada di area parkir dan berapa lama mereka berjalan menuju kendaraannya. Jika kejadian terjadi si gedung apartemen pertanyaan yang relevan adalah seberapa sering resiko kerawanan lingkungan terjadi. Jika kejadian adalah bencana alam seperti : badai organisasi sebaiknya memperkirakan  kepastian musim badai datang.
d)      Petunjuk Pelaksana Keempat ; Menentukan akibat dari suatu kejadian.
Organisasi sebaiknya mempertimbangkan seluruh potensi biaya, langsung dan tidak langsung, keuangan, psikologi, dan akibat  tidak tampak atau tersembunyi dalam suatu kejadian yang berdampak merugikan perusahaan. Meskipun peluang kerugiannya kecil, tetapi dampak biaya tinggi, solusi sekuriti masih dibutuhkan utnuk mengelola resiko.
(1)   Biaya langsung adalah :
a.       kerugian keuangan yang diakibatkan suatu kejadian seperti kelilangan nilai barang atau rusak;
b.      peningkatan premi asuransi untuk setiap tahun setelah terjadinya kerugian besar; membayar biaya asuransi;
c.       kehilangan usaha dari satu risiko kejadian ( seperti produk curian yang  tidak dapat dijual ke pelanggan);
d.      biaya tenaga kerja yang ditimbulkan dari suatu kejadian ( seperti meningkatnya biaya kemanan setelah kejadian );
e.       pengelolaan waktu yang berkaitan dengan bencana atau kejadian seperti penanganan media;
f.        kerusakan karena penghukuman yang tidak dapat ditutup oleh asuransi biasa.
(2)   Biaya tak langsung adalah :
a.       terpaan media yang negatif
b.      persepsi negatif pelanggan dalam kurun waktu yang lama, seperti lokasi bisnis yang tidak aman;
c.       biaya tambahan untuk humas dalam menindaklanjuti permasalahan citra buruk perusahaan;
d.      kekurangan cakupan asuransi untuk penanganan resiko yang tinggi;
e.       kebutuhan upah yang cukup tinggi untuk menarik minat tenaga kerja dikarenakan persepsi negatif tenaga kerja terhadap organisasi;
f.        gugatan-gugatan kepada pemegang saham dikarenakan sala kelola;
g.       moral rendah karyawan yang mengarah pada pemberhentian dan tingginya keluar masuknya karyawan;

e)      Petunjuk Pelaksana Kelima ; Mengembangkan pilihan-pilihan  untuk mitigasi resiko.
Organisasi memiliki beberapa pilihan minimal secara teoritik untuk menangani resiko kerugian yang dihadapi organisasi. Secara teori akan menghadapi beberapa pilihan yang tidak sesuai baik karena tidak layak atau karena secara keuangan akan menghabiskan biaya.
Pilihan-pilihan tersebut meliputi tindakan –tindakan pengamanan untuk mengurangi resiko kejadian. Peralatan atau perangkat keras, kebijakan dan prosedur, praktek manajemen dan menata kategori secara umum dari pilihan keamanan terkait.
Bagaimanapun terdapat pilihan-pilihan lainnya mencakup pengalihan resiko keuangan atau kerugian melalui asuransi atau pengaturan dalam kontrak ( seperti ketentuan ganti rugi dalam kontek pelayanan jasa keamanan ), penerimaan resiko yang sederhana atas suatu biaya pelaksanaan usaha.
f)       Petunjuk Pelaksana Keenam ; Studi kelayakan atas pilihan yang diterapkan.
Pertimbangan dari setiap pilihan atau strategi yang ditetapkan ke dalam tahapan penilaian resiko keamanan. Biaya finansial sering menjadi faktor pertimbangan yang akan mempengaruhi hal-hal yang mendasar dari operasi organisasi. Contohnya toko eceran akan mengalami kerugian karena pengutilan barang, cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah pengutilan  yaitu dengan cara menutup toko tersebut.
Pada contoh sederhana tersebut solusi yang ada tidak layak karena toko berkepentingan untuk tetap menjaga pelanggan yang ada dan menjalankan bisnisnya.
Dalam sebuah contoh yang lebih umum, suatu perusahaan yang lebih terbuka pada publik meningkatkan prosedur dan pengendalian akses ke lokasi perusahaan tersebuut.
Hal tersebut dapat menimbulkan dampak dimana publik menjadi enggan untuk datan ke tempat  tersebut karena pengendalian yang ketat, walaupun sebenarnya mereka adalah pelanggan potensial. Bagi perusahaan hal tersebut dapat menyebabkan kerugian.
Tantangan bagi organisasi adalah menemukan keseimbangan antara strategi pengamanan yang diterapkan dengan kebutuhan usaha juga aspek psikologi.
g)      Petunjuk Pelaksana Ketujuh ; Analisa keuntungan.
Tahap akhir dari analisa resiko keamanan adalah mempertimbangkan biaya dan keuntungan yang didapatkan dari strategi pengamanan.
Organisasi sebaiknya menentukan biaya aktual dari implementasi dibandingkan dengan proporsi dari implikasi biaya, sebagai contoh tindak masuk akal untuk membiayakan Rp.100.000,- untuk membeli peralatan pengamanan untuk mencegah pencurian barang senilai Rp.10.000.000,-  terlebih ketika kita membiayakan premi asuransi terhadap barang tersebut atau memindahkan barang tersebut ke lokasi yang lebih aman.

d.   Elemen Empat : Tujuan dan Sasaran
1)   Organisasi harus memstikan bahwa sasaran yang terukur telah ditetapkan dalam rangka melaksanakan kebijakan pengamanan.
      Hal-hal yang dapat menjadi masukan dalam menetapkan sasaran :
a)      kebijakan dan sasaran-sasaran yang relevan untuk keseluruh bisnis organisasi;
b)      kebijakan keamanan termasuk komitmen untuk melakukan peningkatan berkelanjutan;
c)      hasil-hasil dari indikasi encaman, penilaian resiko dan pengendaliannya;
d)      persyaratan peraturan perundangan dan persyaratan lanilla;
e)      pilihan teknologi;
f)        patasan keuangan, operasi dan bisnis;
g)      gambaran dari para pekerja dan pihak terkait.;
h)      analisa kinerja sebelumnya untuk penetapan sasaran;
i)        rekaman ketidak sesuaian, insiden, gangguan yang terjadi;
j)        hasil-hasil tinjauan manajemen;
      2)   Proses
a.       data dari hal-hal yang menjadi masukan diatas sebaliknya diidentifikasikan, dan diprioritaskan untuk penetapan sasaran;
b.      dalam penetapan sasaran, secara spesifik sebaiknya diberikan informasi atau data;
c.       pertemuan dari tingkatkan manajemen untuk menetapkan sasaran sebaiknya dilakukan secara  rutin ( minimal satu tahun sekali );
d.      sasaran pengamanan sebaiknya ditetapkan dalam konteks corporat secara menyeluruh dan di setiap fungsi yang ada di organisasi;
e.       indikator yang jelas dan terkait sebaiknya ditetapkan untuk setiap sasaran pengamanan. Indikator tersebut sebaiknya dipantau;
f.        sasaran pengamanan sebaiknya memiliki dasar dan dapat dicapai, untuk itu organisasi harus memiliki kemampuan untuk mencapainya dan memantau progresnya. Kerangka waktu yang logis dan dapat dicapai sebaiknya ditetapkan untuk mencapai setiap sasaran;
g.       sasaran pengamanan dimungkinkan untuk diturunkan menjadi beberapa sasaran, bergantung pada jenis organisasi dan kompleksitas sasaran dan kerangka waktunya. Harus ditetapkan keterkaitan yang jelas antara variasi tingkatan sasaran dan sasaran utama;
Contoh tipe-tipe dari sasaran pengamanan :
(1) penurunan tingkat resiko pengamanan;
(2)  eliminasi atau pengurangan dalam frekuensi dari probabilitas frekuensi potensi ancaman;
h.       sasaran pengamanan sebaiknya dikomunikasikan kepada personiel terkait dan diturunkan dalam program manajemen;

3)   Tipe keluarannya adalah sasaran pengamanan yang diukur, dan terdokumentasi untuk setiap fungsi dalam organisasi.

b.      Elemen Lima : Program manajemen pengamanan.
1)      organisasi sebaiknya menetapkan langkah untuk melaksanakan kebijakan pengamanan dan untuk mencapai sasaran pengamanan dengan menyusun suatu program manajemen pengamanan. Program berisi pengembangan dari strategi dan kegiatan yang direncanakan yang terdokumentasi dan dikomunikasikan. Progres dari pencapaian sasaran pengamanan sebaiknya dipantau, ditinjau ulang, dan dicatat. Strategi dan perencanaan sebaiknya diperbaharui atau direvisi apabila dibutuhkan.

2)      Hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan elemen program manajemen :
a.       kebijakan dan sasaran pengamanan;
b.      peninjauan dari persyaratan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya;
c.       hasil-hasil dari identifikasi bahaya, penilaian resiko, dan pengendaliannya;
d.      realisasi dari proses produksi atau jasa yang rinci;
e.       informasi dan konsuktasi dengan pekerja, peninjauan dan perubahan kegiatan di tempat kerja;
f.        kegiatan peningkatan berkelanjutan;
g.       sumber daya yang tersedia untuk mencapai sasaran;

3)      Proses
Program manajemen pengamanan sebaiknya mengidentifikasi personal yang bertanggung jawab untuk mencapai sasaran pengamanan ( di setiap tingkatan terkait ). Sebaiknya juga menidentifikasi tugas-tugas lainnya yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran.
Sebaiknya ditetapkan tanggung jawab dan kewenangan yang cukup untuk setiap personal.

c.       Elemen Enam : Pelatihan, kepedulian, dan kompetensi pengamanan.
Organisasi harus memastikan bahwa setiap personel yang mempengaruhi kenerja pengamanan memiliki kompetensi berdasarkan pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang sesuai, dan harus memelihara rekaman terkait.
Organisasi harus mengidentifikasi kebutuhan pelatihan yang sesau dengan resiko pengamanan dan sistem manajemen pengamanan. Pelatihan harus dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Evaluasi efektivitas pelaksanaan pelatihan atau tindakan terkait yang dilakukan, catatan pelatihan harus dipelihara.
Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara prosedur untuk membuat personel sadar akan :
1)      konsekuensi pengamanan yang potensial atau telah terjadi di dalam kegiatan operasi, dan keuntungan dari peningkatan kinerja personel;
2)      kewajuban dan tanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan pengamanan dan prosedur-prosedur dalam rangka memenuhi persyaratan sistem manajemen pengamanan, termasuk persyaratan untuk kesiapan menghadapi dan menangani keadaan darurat;
3)      konsekuensi potensial yang muncul dari prosedur operasi tertentu.

Prosedur pelatihan harus ditetapkan untuk setiap tingkatan berbeda sesuai dengan :
1)      tanggung jawab, kemampuan dan ketrampilan;
2)      resiko.

Organisasi harus menetapkan prosedur untuk menjamin kompetensi karyawan dalam melakukan fungsinya.
Beberapa masukan yang harus diperhatikan, sebagai berikut :
1)      definisi wewenang dan tanggung jawab;
2)      uraian tugas ( termasuk pengendalian bahaya secara lebih detai dalam pelaksanaan tugas );
3)      penilaian kinerja karyawan;
4)      identifikasi bahaya, penilaian resiko dan hasil-hasil pengendalian resiko;
5)      prosedur dan petunjuk operasi;
6)      kebijakan kemanan dan sasaran keamanan;
7)      pragram pengamanan;

Beberapa elemen yang harus diperhatikan dalam pelaksanaannya, sebagai berikut :

1        identifikasi secara sistematis mengenai kesadaran pengamanan dan persyaratan kompetensi di semua tingkatan dan fungsi dalam organisasi;
2        pengaturan untuk identifikasi dan mengembangkan beberapa kekurangan kompetensi antara individu karyawan dengan persyaratan kesadaran dan kompetensi pengamanan;
3        mempertimbangkan semua pelatihan yang telah diidentifikasi sesuai dengan kebutuhan secara berkala dan sistematis;
4        penilaian individu untuk menjamin bahwa karyawan telah mendapatkan dan memelihara ilmu dan kompetensi yang dipersyaratkan;
5        memelihara secara layak semua rekaman hasil pelatihan dan kompetensi karyawan.

Program kesadaran dan pelatihan kemanan harus diterapkan dan dipelihara untuk menindaklanjuti beberapa hal sebagai berikut :
1)      tanggung  jawab, kemampuan dan ketrampilan;
2)      resiko.

Organiasi harus menetapkan prosedur untuk menjamin kompetensi karyawan dalam melakukan fungsinya.
Beberapa masukan yang harus diperhatikan, sebagai berikut :
1)      definisi wewenang dan tanggung jawab;
2)      uraian tugai ( termasuk pengendalian bahaya secara lebih detail dalam pelaksanaan tugas );
3)      penilaian kinerja karyawan;
4)      identifikasi bahaya, penilaian resiko dan hasil-hasil pengendalian resiko;
5)      prosedur dan petunjuk operasi;
6)      kebijkan keamanan dan sasaran keamanan;
7)      program pengamanan;

Beberapa elemen yang harus diperhatikan dalam pelaksanaannya, sebagai berikut :
1)      identifikasi decara sistematis mengenai kesadaran pengamanan dan persyaratan kompetensi di semua tingkatan dan fungsi dalam organisasi;
2)      pengaturan untuk identifikasi dan mengembangkan beberapa kekurangan kompetensi antara individu karyawan dengan persyaratan kesadaran dan kompetensi pengamanan;
3)      mempertimbangkan semua pelatihan yang diidentifikasi sesuai dengan kebutuhan secara berkala dan sistematis;
4)      penilaian secara individu untuk menjamin bahwa karyawan telah mendapatkan dan memelihara ilmu dan kompetensi karyawan.

Program kesadaran dan pelatihan keamanan harus diterapkan dan dipelihara untuk menindaklanjuti beberapa hal sebagai berikut :
1)      pemahaman mengenai peraturan pengamanan dan tugas serta tanggung jawab individu dalam organisasi;
2)      program pengenalan dan pelatihan yang sistematis untuk semua karyawan yang telah dimutasi antar divisi, area, departemen, situs, pekerjaan atau tugas di dalam organisasi;
3)      pelatihan pengamanan lokal dan resiko pengemanan untuk mengetahui langkah-langkah pencegahan dan prosedur yang harus dilaksanakan, pelatihan ini dilaksanakan sebelum pekerjaan dilaksanakan;
4)      pelatihan untuk pengendalian resiko pengamanan dan pengendalian resikonya;
5)      pelatihan inhouse dan eksternal yang spesifik dimana dapat ditetapkan sebagai persyaratan untuk tugas yang spesifik dalam aspek pengamanan, termasuk perwakilan manajemen;
Pelatihan untuk semua individu yang bertugas memimpin dan mengatur karyawan, komtraktor, dan lainnya ( seperti : pekerja sementara ). Hal ini untuk menjamin bahwa semua karyawan di bawah kendali para para pemimpin memahami resiko kemanan pada saat pelaksanaan tugas di tempat kerja. Selain hal tersebut untuk menjamin bahwa semua karyawan telah kompeten dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur operasinya;
6)      tugas dan tanggung jawab ( termasuk korporasi dan individu ) pimpinan puncak untuk menjamin penerapan sistem manajemen pengamanan untuk mengendalikan resiko keamanan dan mencegah kerugian organisasi;
7)      program pelatihan dan kesadaran utuk kontraktor, pekerja sementara dan pengunjung berdasarkan tingkatan resikonya.

Efektivitas dari pelatihan kompetensi harus dilakukan evaluasi. Mekanis penilaian dapat juga menjadi bagian dari pelatihan yang dilakukan, dan atau pemantauan di lapangan dilakukan dengan layak.
Tipe keluarannya adalah :
1)      persyaratan kompetensi kemanan untuk setiap tugas individu;
2)      analisa kebutuhan pelatihan;
3)      program / rencana pelatihan untuk setiap karyawan;
4)      ketersediaan materi pelatihan dan jangkauannya untuk digunakan dalam organisasi;
5)      rekaman pelatihan, dan rekaman evaluasi efektivitas pelatihan.

d.      Elemen Tujuh : Konsultasi, komunikasi dan partisipasi.
Orgnanisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara suatu prosedur untuk :
1)      komunikasi internal kepada seluruh tingkatan dan fungsi yang ada, dan personel yang bekerja untuk dan atas nama organisasi;
2)      menerima, mendokumentasikan dan menanggapi komunikasi yang relevan dari pihak luar yang terkait;
3)      pertisipasi dari personel yang bekerja untuk dan atas nama organisasi dengan menyusun rencana untuk :
a.       pelibatan dalam pengembangan dan peninjauan kebijakan, sasaran dan prosedur untuk mengendalikan resiko;
b.      konsultasi perubahan yang menimbulkan implikasi terhadap resiko pengamanan;
c.       keterwakilan dalam masalah-masalah pengamanan.

Personel yang bekerja untuk dan atas nama organisasi harus diinformasikan kegiatan partisipasi untuk mereka, termasuk perwakilannya dalam masalah-masalah pengamanan.
Organisasi harus berkoordinasi dengan pihak-pihak luar yang terkait, termasuk Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) berkaitan dengan masalah-masalah isu kemanan masyarakat setempat.

e.      Elemen Depalan : Pengendalian dokumen dan catatan.
1)      Semua dokumen-dokumen dan data yang memuat informasi penting dari kinerja operasional sistem manajemen keamanan organisasi, harus diidentifikasikan dan dikendalikan;
2)      Tipe-tipe masukan
a.       rincian dari dokumentasi dan sistem data organisasi dikembangkan untuk mendukung sistem manajemen keamanan dan aktivitas keamanan memenuhi, persyaratan Sistem Manajemen Keamanan;
b.      rincian dari tugas dan tanggung jawab.

3)      Proses
a.       penulisan dari prosedur harus menetapkan pengendalian untuk identifikasi, persetujuan, penerbitan dan pemusnahan dari dokumentasi keamanan bersama pengendalian  dari data keamanan. Prosedur harus secara jekas menetapkan kategori-kategori dokumentasi dan data yang diaplikasikan;
b.      dokumen dan data harus tersedia dan dan dapat diperoleh sewaktu diperlukan, untuk kondisi rutin dan rutin termasuk keadaan darurat,

4)      Tipe-tipe keluaran
a.       prosedur pengendalian dokumentasi, termasuk pengunjung tanggung jawab dan wewenang;
b.      pendaftaran dokumen,daftar induk dokumen atau index;
c.       daftar pengendalian dokumen setiap lokasi;
d.      arsip rekaman ( beberapa dokumen dapat disimpan berdasarkan peraturan atau persyaratan lainnya ).

f.        Elemen Sembilan : Penagnanan keadaan darurat.
1)      Organisasi harus memiliki prosedur untuk menghadapi keadaan darurat atau yang diuji secara berkala untuk mengetahui kehandalan pada saat kejadian yang sebenarnya. Pengujian prosedur secara berkala tersebut dilakukan oleh personel yang memiliki kompetensi, dan untuk kegiatan, instansi atau peralatan yang mempunyai potensi ancaman besar harus dikoordinasikan dengan instansi terkait yang berwenang;
2)      Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara suatu prosedur untuk :
a.       mengidentifikasi potensi terjadinya keadaan darurat;
b.      menangani situasi darurat;
c.       petunjuk pelaksanaan tim manajemen krisis;
3)      Organisasi harus merespon situasi darurat dan mencegah atau menurunkan konsekuensi terhadap status keamanan;
4)      Dalam perencanaan penganganan keadaan darurat organisasi harus memasukan tanggung jawab kepada pihak-pihak terkait;
5)      Organisasi harus menguji secara berkala prosedur penagnanan keadaan darurat agar tetap terlatih, pihak-pihak terkait sebaiknya dilibatkan;
6)      Organisasi harus meninjau ulang secara berkala dan sesuai kebutuhan, revisi dari proseur dan perencanaan penanganan keadaan darurat dapat dilakukan setelah pengujian berkala dan setelah terjadinya keadaan darurat.

g.      Elemen Sepuluh : Pengendalian proses dan infrastruktur.
1)      Penjelasan
Organisasi sebaiknya menetapkan dan memelihara perencanaan untuk memastikan efektivitas penerapan untuk memastikan efektivitas penerapan dari tindakan pengendalian yang merupakan persyaratan untuk mengendalikan resiko ancaman, persyaratan dalam rangka memenuhikebijakan dan sasaran pengamanan, serta persyaratan untuk memenuhi peraturan perundangan.

2)      Tipe-tipe masukan
Tipe-tipe masukan yang dapat digunakan adalah :
a)      kebijakan pengamanan dan sasaran pengamanan;
b)      identifikasi ancaman, penilaian resiko dan hasil dari pengendaliannya;
c)      identifikasi peraturan perundangan dan persyaratan lainnya.

3)      Proses
Organisasi sebaiknya menetapkan prosedur untuk mengendalikan setiap resiko ancaman yang teridentifikasi ( termasuk yang dapat ditimbulkan oleh kontraktor dan pengunjung ), mendokumentasikannya sefera juka suatu kesalahan terjadi dan dapat berpotensi terjadinya ancaman, kerugian atau penyimpangan terhadap kebijakan pengamanan dan sasaran pengamanan.
Beberapa contoh area dimana resiko spesifik dapat muncul dan beberapa contoh pengendaliannya, adalah sebagai berikut :
a)      pembelian atau pemindahan barang dan jasa dan penggunaan sumber daya luar. Hal tersebut adalah :
(1)   persetujuan untuk pembelian atau pemindahan bahan-bahan atau material berharga;
(2)   ketersediaan dokumen untuk menangani secara aman barang-barang berharga seperti permesinan, bahan baku, atau lainnya pada waktu pembelian;
(3)   evaluasi, dan evaluasi secara periodik dari kinerja pengamanan kontraktor;
(4)   persetujuan dari desain pengamanan untuk perubahan layout tempat verja atau perubahan peralatan.

b)      Tugas yang berbahaya yaitu :
(1)   identifikasi kegiatan yang berbahaya;
(2)   pra penentuan dan persetujuan dari metode kerja;
(3)   prakualifikasi dari personel yang melaksanakan kegiatan berbahaya;
(4)   sistem izin kerja dan prosedur untuk untuk mengendalikan masuk keluarnya personel kea area pekerjaan berbahaya.

c)      Barang-barang berbahaya
Hal ini termasuk kondisi sebagai berikut :
(1)   identifikasi barang-barang yang disimpan dan tempat penyimpanannya;
(2)   ketentuan penyimpanan yang aman dan pengendalian untuk memasukinya;
(3)   ketentuan untuk mendapatkan lembar data keselamatan bahan dan informasi lainnya yang relevan.

d)      Pemeliharaan yang aman dari tempat kerja dan peralatan.
Hal ini termasuk :
(1)   ketentuan yang aman dari tempat kerja dan peralatan;
(2)   ketentuan, pengendalian dan pemeliharaan alat-alat pengamanan;
(3)   pemisahan dan pengendalian akses;
(4)   inspeksi dan pengujian dari peralatan pengamanan terkait dan sistem dan sistem yang terintegrasi seperti :
·        mengoperasikan sistem proteksi;
·        alat perlindungan fisik dan non fisik;
·        sistem shut down;
·        peralatan untuk mendeteksi kebakaran.

4)      Tipe-tipe keluaran
a)      kebijakan keamanan dan sasaran;
b)      manajemen resiko diimplementasikan dan berjalan efektif;
c)      sertifikasi;
d)      teknik-teknik secara fisik dan non fisik untuk pengendalian pengamanan.


h.      Elemen Sebelas : Pemantauan dan pengukuran kinerja pengamanan.
1)      Organisasi harus mengidentifikasi kunci parameter kinerja dari kinerja keamanan menyeluruh untuk organisasi. Ini harus termasuk :
a)      kebijakan keamanan dan sasaran;
b)      manajemen resiko diimplementasikan dan berjalan efektif;
c)      pelajaran dapat diambil dari kegagalan sistem manajemen keamanan termasuk terjadinya ancaman ( pencurian, kehilangan dan lain-lain);
d)      kesadaran, pelatihan, komunikasi dan program konsultasi untuk pegawai dan pihak terkait berjalan efektif;
e)      informasi tersebut dapat digunakan.

2)      Tipe-tipe masukan
a)      identifikasi ancaman, manajemen resiko dan hasil pengendalian resiko (lihat manajemen resiko);
b)      persyaratan peraturan, estándar dan petunjuk penerepan (jka ada);
c)      kebijakan keamanan dan sasaran keamanan;
d)      prosedur yang berkaitan dengan ketidak sesauan;
e)      peralatan pengukuran dan catatan-catatan kalibrasi;
f)        catatan pelatihan;
g)      laboran lepada manajemen.

3)      Proses
a)      Pemantauan proaktif dan reaktif
Manajemen sistem keamanan perusahaan harus proaktif dan reaktif melakukan pemantauan seperti :
(1)   harus melakukan pemantauan ketidak sesuaian aktivitas keamanan perusahaan seperti pemantauan frekuensi dan efektivitas pemantauan;
(2)   rektif pemantauan terhadap penyelidikan, analisa dan catatan  kegagalan SMP termasuk kehilangan atau kecurian.

b)      Teknik pemantauan
Berikut ini adalah contoh metode yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja keamanan :
(1)   hasil dari identifikasin ancaman dan pengendalian ancaman;
(2)   inspeksi tempat kerja dengan menggunakan checklist;
(3)   tersedianya dan efektifnya penggunaan personel yang memiliki pengakuan pengalaman keamanan atau kualifikasi formal;
(4)   analisa dokumen dan catatan;
(5)   studi banding dengan perusahaan yang memiliki penerapan keamanan yang baik;
(6)   survei dalam menetapkan perilaku SMP pekerja, penerapan keamanan dan proses konsultasi.
Perusahaan harus menetapkan jenis pemantauan dan berapa sering pemantauan tersebut dilaksanakan di tempat kerja berdasarkan level resiko. Jadwal inspeksi berdasarkan identifikasi ancaman dan manajemen resiko, peraturan perundangan dan harus disiapkan sebagai bagian dari SMP.

c)      Inspeksi
(1)   Peralatan
Daftar peralatan harus menggambarkan status atau teknis pemeriksaan oleh personel yang relevan. Seperti peralatan diinspeksikan sesuai dengan persyaratan dan harus masuk dalam skema inspeksi.

(2)   Kondisi tempat kerja
Kriteria khusus yang dapat diterima di tempat kerja harus ditetapkan dan didokumentasikan. Secara berkala, manajer harus melaksanakan inspeksi berdasarkan kriteria ini. Checklist memberikan detail kriteria dan semua item yang diinspeksi dapat digunakan. Catatan inspeksi harus disimpan setiap dilaksanakan inspeksi.

d)      Pengukuran peralatan
Pengukuran peralatan yang digunakan untuk menilai kondisi keamanan (seperti: detector logam, dan lain-lain) harus terdaftar, petunjuk kuasa penggunaan dan dikendalikan.
Keakuratan peralatan harus dapat diketahui saat diperlukan, prosedur tertulis harus tersedia yang menjelaskan pelaksanaan pengukuran. Peralatan yang digunakan harus terpelihara dan tersimpan dalam tempat yang sesuai, dan harus memberikan kemampuan pengukuran dari keakuratan persyaratan peralatan.
Sewaktu dipersyaratkan, skema kalibrasi harus didokumentasikan untuk pengukuran peralatan. Skema ini harus melingkupi :
(1)   jadwal kalibrasi;
(2)   refrensi metode ujicoba saat digunakan;
(3)   identifikasi peralatan yang digunakan untuk kalibrasi;
(4)   tindak lanjut yang diambil sewaktu kondisi tidak sesuai. Prosedur harus disiapkan untuk kritik atau kesulitan kalibrasi.
Peralatan yang dipergunakan untuk kalibrasi harus sesuai dengan standar nasional yang ada dan jika tidak tersedia, dasr untuk level yang digunakan harus didokumentasikan.
Catatan harus disimpan semua kalibrasi, aktivitas pemeliharaan dan hasilnya. Catatan harus memberikan detail pengukuran sebelum dan sesudah perubahan.
e)      Supplier (contactor) equipment.
Pengukuran peralatan yang dipergunakan oleh kontraktor harus menjadi subjek pengendalian yang sama seperti peralatan sendiri. Peralatan kontraktor harus memenuhi standar persyaratan. Sebelum pelaksanaan pekerjaan supllier harus menyediakan copy tes peralatan untuk peralatan yang kritikal seperti rekaman-rekaman. Jika terdapat pekerjaan mempersyaratkan training khusus, hasil catatan training harus disediakan untuk direview.
f)        Statistik atau teori teknik analisa lainnya.
Statistik atau teori teknik analisa lainnya digunakan untuk menilai situasi keamanan, untuk investigasi kehilangan atau kegagalan keamanan, atau membantu mengambil keputusan yang berkaitan dengan keamanan harus berdasarkan prinsip keilmuan.
g)      Tipe-tipe masukan
(1)   prosedur untuk pemantauan dan pengukuran;
(2)   jadwal inspeksi dan checklist;
(3)   kondisi standar tempat kerja dan checklist inspeksi;
(4)   skema kalibrasi dan catatan kalibrasi;
(5)   laporan ketidak sesuaian.

i.        Elemen Dua Belas : Pelaporan, perbaikan dan tindakan pencegahan ketidaksesuaian.
(1)   Kegiatan disini meliputi :
a)      menetapkan proses untuk pemberitahuan;
b)      apabila sesuai, termasuk koordinasi dengan emergency plan dan prosedur;
c)      menetapkan skala dari usa investigasi yang berhubungan dengan potensi atau gangguan dan ancaman.

(2)   Rekaman.
Appropriate means / kecocokan harus dicatat mengandung informasi dan hasil investigasi dari urutan investigasi. Organisasi harus memastikan prosedur dapat mengikuti :
a)      rincian rekaman ketidak sesuaian, gangguan dan ancaman;
b)      menetapkan dimana catatan disimpandan tanggung jawab untuk menyimpan. 

(3)   Penyelidikan
Prosedur harus menetapkan bagaimana proses investigasi harus dilakukan, prosedur harus menetapkan :
a)      tipe dari jenis penyelidikan;
b)      tujuan dari investigasi;
c)      siapa yang melaksanakan penyelidikan, wewenang dari penyelidik, persyaratan kualifikasi;
d)      akar dari ketidak sesuaian;
e)      rencana interview saksi;
f)        masalah pratical seperti ketersediaan kamera dan penyimpanan barang bukti.

(4)   Tindakan perbaikan.
Tindakan perbaikan dilaksanakan untuk mengurangi akar masalah dari ketidak sesuaian, gangguan, ancaman, dengan tujuan pencegah kejadian berulang. Contoh dari elemen untuk mempertimbangkan dalam menetapkan dan tindakan perbaikan prosedur termasuk :
a)      identifikasi dan implementasi korektif dan preventif action untuk jangka pendek dan jangka panjang;
b)      evaluasi dari setiap akibat terhadap gangguan dan ancaman;
c)      rekaman setiap perubahan persyaratan prosedur berdasarkan tindakan perbaikan atau gangguan dan ancaman.

(5)   Tujuan.
Organisasi harus memiliki efektif prosedur untuk pelaporan dan evaluasi / investigasi gangguan dan ancaman.
Tujuan utama dari prosedur adalah mencegah terjadinya situasi yang terindentifikasi dan berhubungan denga akar masalah. Selanjutnya prosedur dapat mendeteksi, analisa dan menghilangkan penyebab potencial dari ketidak sesuaian.
Tipe-tipe masukan :
a)      prosedur;
b)      rencana keadaan darurat;
c)      identifikasi resiko dan encaman serta pengendalian resiko;
d)      laboran gangguan dan ancaman.

(6)   Perusahaan mempersyaratkan untuk menetapkan prosedur terdokumentasi untuk memastikan ketidaksesuaian diselidiki dan diperbaiki dan atau tindakan pencegahan, kemajuan dari kelengkapan perbaikana dan pencegahan harus dipantau dan efektivitasnya harus dikaji.

(7)   Prosedur
Prosedur harus mempertimbangkan :
a)      menetapkan tanggungjawab dan wewenang personel yang terlibat dalam implementasi, laporan, penyelidikan, tindak lanjut dan pemantauan dari tindakan perbaikan dan pencegahan;
b)       pemenuhan terhadap semua ketidaksesuaian gangguan dan encaman dilaporkan;
c)      Diterapkan ke semua personel.

(8)   Analisa ancaman dan gangguan
Identofokasi penyebab dari ketidaksesuaian harus diklasifikasikan dan dianalisa. Frekuensi dan peluang harus diperhitungkan dengan metode yang diterapkan.

j.        Elemen Tiga Belas : Pengumpulan dan analisa data.
1)      Statistik atau teori analisa lainnya digunakan untuk menilai situasi keamanan, untuk investigasi kehilangan atau kegagalan keamanan, atau membantu mengambil keputusan yang berkaitan dengan keamanan harus berdasarkan prinsip keilmuan.
2)      Tipe-tipe masukan :
a)      prosedur untuk pemantauan dan pengukuran;
b)      jadwal inspeksi dan checklist;
c)      kondisi standar tempat kerja dan checklist inspeksi;
d)      skema kalibrasi dan catatan kalibrasi;
e)      laporan ketidak sesuaian.

k.      Elemen Empat Belas : Audit.
1)      Audit SMP adalah proses dimana organisasi dapat mengkaji dan evaluasi secara berkelanjutan dari efektivitas SMP, secara umum SMP audit  perlumempertimbangkan kebijakan keamanan dan prosedur dan kondisi dan penerapan di tempat kerja;
2)      Audit internal SMP program harus ditetapkan untuk mengikuti organisasi meninjau ketidaksesuaian dari SMP. Perencanaan audit SMP dilaksanakan oleh personel dari organisasi dan atau eksternal personel diseleksi oleh organisasi, untuk menentukan tingkat kesuaian dari dokumen prosedur keamanan dan menilai apakah sistem efektif dengan sasaran keamanan organisasi. Personel yang melaksanakan audit SMP harus berasal dari posisi yang berpihak objekctif.
3)      Tipe-tipe masukan :
a)      pernyataan kebijakan keamanan;
b)      sasaran keamanan;
c)      prosedur keamanan dan instruksi kerja;
d)      identifikasi ancaman, manajemen resiko dan hasil pengendalian resiko;
e)      peraturan dan petunjuk pelaksanaan (jika ada);
f)        laporan ketidaksesuaian;
g)      prosedur SMP;
h)      auditor internal/eksternal yang kompeten dan independen;
i)        prosedur ketidaksesuaian.
4)      Audit SMP dilaksanakan secara menyeluruh dan formal.
Organisasi terhadap kesesuaian prosedur dan penerapan audit SMP harus dilaksanakan berdasarkan pengaturan perencanaan dan dilaksanakan oleh petugas yang kompeten dan independen.
a)      Perencanaan.
Jadwal tahunan harus disusun untuk pelaksanaan audit SMP dan menilai kesesuaian dari sistem keamanan.
Frekuensi dan cakupan SMP audit harus berkaitan dengan resiko dari kegagalan dari elemen SMP. Data kinerja SMP, output dari tinjauan manajemen.
b)      Dukungan manajemen.
Supaya audit SMP memberikan nilai, sangat diperlukan pimpinan puncak memberikan dukungan penuh terhadap konsep audit SMP agar efektif diimplementasikan di dalam organisasi, pimpinan puncak harus mempertimbangkan temuan audit dan rekomendasi dan melakukan perbaikan yang diperlukan, dengan pertimbangan waktu.
c)      Auditor.
Satu atau lebih auditor dapat ditunjuk sebagai auditor SMP. Tim dapat melakukan pendekatan, besarnya keterlibatan dan pengembangan kerja sama. Pendekatan tim juga berdasarkan besar lingkup dan kekhususan kemampuan untuk diberdayakan.
Auditor harus mengerti tugas dan berkopeten untuk melaksanakannya. Diperlukan pengalaman dan pengetahuan dengan standar dan sistem yang relevan untuk mengevaluasi kinerja dan identifikasi penyimpangan. Auditor harus familiar dengan persyaratan terhadap peraturan yang relevan. Sebagai tambahan personel auditor harus memiliki kepedulian dan akses kepada  standar dan petunjuk yang berhubungan dengan pekerjaan.
d)      Pengumpulan data.
Teknik dan bantuan dalam pengumpulan data informasi akan bergantung kepada nature audit SMP berdasarkan SMP harus mewakili sample signifikan aktivitasyang diaudit dan dengan personel yang berkaitan saat wawancara.
e)      Hasil audit.
Hasil laporan dari final audit SMP harus jelas, akurat,  dan lengkap. Laporan harus bertanggal dan ditandatangani oleh auditor. Hasil audit tergantung kasus. Isi dari elemen audit :
(1)   tujuan dan sasaran SMP audit;
(2)   keterangan dan rencana audit. SMP, identifikasi dari tim anggota tim audit dan perwakilan audit, tanggal audit. Dan identifikasi area audit.;
(3)   identifikasi dokumen referensi yang digunakan untuk pelaksanaan audit. SMP;
(4)   uraian ketidaksesuaian;
(5)   auditor menilai tingkatan keksesuaian dari SMP;
(6)   kemampuan dari SMP untuk mencapai pernyataan objektif SMP;
(7)   distribuís hasil audit SMP.
Hasil audit. SMP harus memberikan umpan baik untuk semua pihak yang terkait segera mungkin, melakukan tindakan perbaikan. Rencana malakukan tindakan perbaikan harus mengingat bersama tentang identifikasi tanggung jawab personal, tanggal penyelesaian, laboran yang dipersyaratkan. Tindak lanjut pemantauan harus ditetapkan untuk memastikan kesesuaian penerapan dari rekomendasi. Kerahasiaan harus dipertimbangakan dalam mengkomunikasikan muatan informasi laboran audit. SMP.

l.        Elemen Lima Belas : Tinjauan Manajemen.
1)      Pimpinan puncak harus mengkaji penerapan SMP untuk menilai penerapan dan kesesuaian pencapaian berdasarkan kebijakan keamanan. Kajian juga menetapkan kembali atau memperbaharui sasaran keamanan untuk kesesuaian di masa mendatang dan mempertimbangkan perubahan yang diperlukan dari eleven SMP.

2)      Tipe-tipe masukan :
a)      statistik kecelakaan;
b)      hasil internal dan eksternal dan eksternal audit.;
c)      tindak lanjut dari tinjauan manajemen sebelumnya;
d)      laboran kehilangan;
e)      laboran identifikasi encaman, identifikasi resiko dan pengendaliannya.

3)      Tinjauan dilaksanakan bersama top manajemen dalam periode waktu tertentu, tinjauan manajemen harus fokus lepada keseluran kinerja SMP dan bukan sesuatu yang spesifik terinci.

4)      Dalam perencanaan manajemen review harus mempertimbangkan  :
a)      agenda yang dibicarakan;
b)      peserta yang hadar tanggung jawab dari partisipasi peserta;
c)      informasi yang akan disampaikan

5)      Manajemen yang ditunjuk harus melaporkan dalam pertemuan keseluruhan kinerja SMP. Kajian terbatas dari kinerja SMP harus diadakan dalam periode tertentu jika diperlukan.

6)      Tipe-tipe keluaran :
a)      Risalah rapat;
b)       Revisi dari tujuan, sasaran dan kebijakan keamanan;
c)      Rincian rencana perbaikan dari manajer dengan batas waktu penyelesaian.

m.    Elemen Enam Belas : Pengembangan secara berkelanjutan.
Organisasi harus terus-menerus memperbaiki keefektifan sistem manajemen pengamanan melalui pemakaian kebijakan kemanan, tujuan keamanan, hasil audit, analisis data, tindakan koreksi dan pencegahan dan tinjauan manajemen.


BAB III

CONTOH TIPIKAL ORGANISASI SATPAM

Struktur Organisasi Badan Usaha Jasa Pengamanan.




2.    Struktur Organisasi Pengamanan Organik (in House).


 
3.     Struktur Organisasi Asosiasi yang menampung aspirasi Satpam




BAB IV

ALOKASI WAKTU, RINCIAN MINGGUAN, RINCIAN HARIAN, METODE PENGAJARAN, MATA PELAJARAN DAN JAM PELAJARAN GADA PRATAMA, GADA MADYA DAN GADA UTAMA


A.     ALOKASI WAKTU, RINCIAN MINGGUAN, RINCIAN HARIAN, METODE PENGAJARAN

I.       PELATIHAN GADA PRATAMA
1.      Alokasi Waktu :
a.       Satu jam pelajaran = 45 menit;
b.      Satuan hitungan waktu pemberian pelajaran disebut ”unit”;
c.       Satu unit = 2 (dua) jam pelajaran;

2.      Rincian mingguan


3.   Rincian Harian satu hari terdiri sari maksimal 5 unit = 10 jam pelajaran dengan rincian sebagai berikut :


4.   Metode pengajaran :
 
a.       penyajian pelajaran lebih bersifat aplikatif, sehingga teori diberikan + 40 % dan praktek + 60%;
b.      teori terdiri dari :
1)      ceramah;
2)      kuliah.
c.       praktek terdiri dari :
1)      drill;
2)       simulasi;
3)       pemberian tugas;
4)       peragaan;
5)       tanya-jawab;
6)       latihan teknis;
7)       latihan kerja;
8)       diskusi.







       
II.                 PELATIHAN GADA MADYA
  • Alokasi Waktu :
  1. Satu jam pelajaran = 45 menit;
  2. Satuan hitungan waktu pemberian pelajaran disebut ”unit”;
  3. Satu unit = 2 (dua) jam pelajaran;
  •  Rincian mingguan


  • Rincian Harian satu hari terdiri sari maksimal 5 unit = 10 jam pelajaran dengan rincian sebagai berikut :
  • Metode pengajaran :

  1. penyajian pelajaran lebih bersifat aplikatif, sehingga teori diberikan + 40 % dan praktek + 60%;  
  2. teori terdiri dari :
  • ceramah;
  • kuliah.
    3. praktek terdiri dari :

  • drill;
  • simulasi;
  • pemberian tugas;
  • peragaan;
  • tanya-jawab;
  • latihan teknis;
  • latihan kerja;
  • diskusi.
 
III.                 PELATIHAN GADA UTAMA
  • Alokasi Waktu :
  1. Satu jam pelajaran = 45 menit;
  2. Satuan hitungan waktu pemberian pelajaran disebut ”unit”;
  3. Satu unit = 2 (dua) jam pelajaran;
  •  Rincian mingguan


  • Rincian Harian satu hari terdiri sari maksimal 5 unit = 10 jam pelajaran dengan rincian sebagai berikut :
  • Metode pengajaran :

  1. penyajian pelajaran lebih bersifat aplikatif, sehingga teori diberikan + 40 % dan praktek + 60%;  
  2. teori terdiri dari :
  • ceramah;
  • kuliah.
    3. praktek terdiri dari :

  • drill;
  • simulasi;
  • pemberian tugas;
  • peragaan;
  • tanya-jawab;
  • diskusi.


B.     SATUAN ACARA PELAJARAN PELATIHAN SATUAN PENGAMANAN

Pelatihan Gada Utama.



REKAPITULASI :



















BAB V

KODE ETIK SATPAM DAN PENUNTUN SATPAM

1.      Kode Etik Satpam

KODE ETIK
SATUAN PENGAMANAN


PADA HARI INI ................, TANGGAL .......................... PUKUL .................. WIB, KAMI PESERTA PELATIHAN SATUAN PENGAMANAN TAHUN ............................ DI ................... BERIKRAR :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA EAS

PENGABDIAN SAYA SELAKU ANGGOTA SATUAN PENGAMANAN :

1.      BERIMAN DAN BERTAQWA KEPADA TUHAN YANG MAHA ESA.
2.      MENJUNJUNG TINGGI PANCASILA DAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945.
3.      MENJAGA KETENTRAMAN UMUM DENGAN PENUH RASA TANGGUNG JAWAB BERDASARKAN KETAULADANAN DIRI.
4.      SELALU WASPADA DALAM MENGHADAPI SETIAP KEMUNGKINAN GANGGUAN KAMTIBNAS DI LINGKUNGAN TUGAS.
5.      SETIAP SAAT SANGGUP MELAKSANAKAN PENGABDIAN LUHUR INI BERDASARKAN HATI NURANI.

KIRANYA TUHAN YANG MAHA ESA MEMBERKAHI KAMI

Jakarta, ........................20....
PENGUCAP IKRAR

Mengetahui
KAPUSDIKLAT

..................................................
............................


2.      Penuntun Satpam
PENUNTUN SATUAN PENGAMANAN

PENUNTUN SATUAN PENGAMANAN

1.      KAMI ANGGOTA SATUAN PENGAMANAN MEMEGANG TEGUH DISIPLIN, PATUH DAN TAAT PADA PIMPINAN, JUJUR DAN BERTANGGUNG JAWAB.
2.      KAMI ANGGOTA SATUAN PENGAMANAN SENANTIASA MENJAGA KEHORMATAN DIRI DAN MENJUNJUNG TINGGI KEHORMATAN SATUAN PENGAMANAN.
3.      KAMI ANGGOTA SATUAN PENGAMANAN SENANTIASA WASPADA MELAKANAKAN, TUGAS SEBAGAI PENGAMANAN DAN PENERTIB DI LINGKUNGAN KERJA.
4.      KAMI ANGGOTA SATUAN PENGAMANAN SENANTIASA BERSIKAP OPEN, TIDAK MENGANGGAP REMEH SESUATU YANG TERJADI DI LINGKUNGAN KERJA.
5.      KAMI ANGGOTA SATUAN PENGAMANAN ADALAH PETUGAS YANG TANGGUH DAN SENANTIASA BERSIKAP ETIS DALAM MENEGAKKAN PERATURAN.



BAB VI

BENTUK GAM SATPAM PDH, GAM SATPAM PDL, GAM SATPAM PSH, DAN SATPAM, PSL




1.      PDH (PAKAIAN DINAS HARIAN)
a.       PDH SATPAM PRIA
GAMBAR
KETERANGAN


·        Pet
·        Emblim
·        Knop
·        Klep hitam
·        Pita hias, Supervisor keatas warna kuning dan anggota warna hitam
·        Kemeja lengan pendek putih dan lap pundak
·        Monogram
·        Kompetensi Kepolisian Terbatas
·        Pita nama
·        Pita Satpam
·        Tanda lokasi
·        Badge Instansi / Proyek / BU
·        Badge Mabes Polri / Polda
·        Tali pluit hitam , Supervisor keatas di bahu kanan dan anggota di bahu kiri
·        Tanda jabatan untuk KA Satpam si saku kiri
·        Pentungan
·        Kopelrim
·        Celana panjang biru
·        Sepatu rendah hitam dan kaos kaki hitam

b.      PDH SATPAM WANITA


·        Pet
·        Emblim
·        Knop
·        Klep hitam
·        Pita hias, Supervisor keatas warna kuning dan anggota warna hitam
·        Kemeja lengan pendek putih dan lap pundak
·        Monogram
·        Kompetensi Kepolisian Terbatas
·        Pita nama
·        Pita Satpam
·        Tanda lokasi
·        Badge Instansi / Proyek / BU
·        Badge Mabes Polri / Polda
·        Tali pluit hitam , Supervisor keatas di bahu kanan dan anggota di bahu kiri
·        Tanda jabatan untuk KA Satpam si saku kiri
·        Pentungan
·        Kopelrim
·        Rok panjang biru
·        Sepatu rendah hitam Khusus wanita

c.       PDH SATPAM WANITA BERJILBAB


·        Pet
·        Emblim
·        Knop
·        Klep hitam
·        Pita hias, Supervisor keatas warna kuning dan anggota warna hitam
·        Kemeja lengan panjang putih dan lap pundak
·        Monogram
·        Kompetensi Kepolisian Terbatas
·        Pita nama
·        Pita Satpam
·        Tanda lokasi
·        Badge Instansi / Proyek / BU
·        Badge Mabes Polri / Polda
·        Tali pluit hitam , Supervisor keatas di bahu kanan dan anggota di bahu kiri
·        Tanda jabatan untuk KA Satpam si saku kiri
·        Pentungan
·        Kopelrim
·        Rok panjang warna biru tua
·        Sepatu rendah pantofel


2.      PDL (PAKAIAN DINAS LAPANGAN)

a.       PDL SATPAM PRIA


·        Fielchap
·        Emblim
·        Kemeja lengan panjang biru dan lap pundak
·        Monogram
·        Kompetensi Kepolisian Terbatas
·        Pita nama
·        Pita Satpam
·        Tanda lokasi
·        Badge Instansi / Proyek / BU
·        Badge Mabes Polri / Polda
·        Tali pluit hitam , Supervisor keatas di bahu kanan dan anggota di bahu kiri
·        Tanda jabatan untuk KA Satpam si saku kiri
·        Pentungan
·        Kopelrim
·        Celana panjang biru tua
·        Sepatu lapangan hitam dan kaos kaki hitam

b.      PDL SATPAM WANITA


·        Fielchap
·        Emblim
·        Kemeja lengan panjang biru dan lap pundak
·        Monogram
·        Kompetensi Kepolisian Terbatas
·        Pita nama
·        Pita Satpam
·        Tanda lokasi
·        Badge Instansi / Proyek / BU
·        Badge Mabes Polri / Polda
·        Tali pluit hitam , Supervisor keatas di bahu kanan dan anggota di bahu kiri
·        Tanda jabatan untuk KA Satpam si saku kiri
·        Pentungan
·        Kopelrim
·        Celana panjang biru tua
·        Sepatu lapangan hitam dan kaos kaki hitam

c.       PDL SATPAM WANITA BERJILBAB


·        Fielchap
·        Emblim
·        Kemeja lengan panjang biru dan lap pundak
·        Jilbab warna hitam
·        Monogram
·        Kompetensi Kepolisian Terbatas
·        Pita nama
·        Pita Satpam
·        Tanda lokasi
·        Badge Instansi / Proyek / BU
·        Badge Mabes Polri / Polda
·        Tali pluit hitam , Supervisor keatas di bahu kanan dan anggota di bahu kiri
·        Tanda jabatan untuk KA Satpam si saku kiri
·        Pentungan
·        Kopelrim
·        Celana panjang biru tua
·        Sepatu lapangan hitam dan kaos kaki hitam

d.      PDL SAFETY SATPAM PRIA


·        Safety Helmet
·        Kemeja lengan panjang biru dan lap pundak
·        Monogram
·        Kompetensi Kepolisian Terbatas
·        Pita nama
·        Pita Satpam
·        Tanda lokasi
·        Badge Instansi / Proyek / BU
·        Badge Mabes Polri / Polda
·        Tali pluit hitam , Supervisor keatas di bahu kanan dan anggota di bahu kiri
·        Tanda jabatan untuk KA Satpam si saku kiri
·        Pentungan
·        Kopelrim
·        Celana panjang biru tua
·        Sepatu Safety hitam dan kaos kaki hitam

e.       PDL SAFETY SATPAM WANITA


·        Safety Helmet
·        Kemeja lengan panjang biru dan lap pundak
·        Monogram
·        Kompetensi Kepolisian Terbatas
·        Pita nama
·        Pita Satpam
·        Tanda lokasi
·        Badge Instansi / Proyek / BU
·        Badge Mabes Polri / Polda
·        Tali pluit hitam , Supervisor keatas di bahu kanan dan anggota di bahu kiri
·        Tanda jabatan untuk KA Satpam si saku kiri
·        Pentungan
·        Kopelrim
·        Celana panjang biru tua
·        Sepatu Safety hitam dan kaos kaki hitam

f.        PDL SAFETY SATPAM WANITA BERJILBAB


·        Safety Helmet
·        Kemeja lengan panjang biru dan lap pundak
·        Jilbab warna hitam
·        Monogram
·        Kompetensi Kepolisian Terbatas
·        Pita nama
·        Pita Satpam
·        Tanda lokasi
·        Badge Instansi / Proyek / BU
·        Badge Mabes Polri / Polda
·        Tali pluit hitam , Supervisor keatas di bahu kanan dan anggota di bahu kiri
·        Tanda jabatan untuk KA Satpam si saku kiri
·        Pentungan
·        Kopelrim
·        Celana panjang biru tua
·        Sepatu Safety hitam dan kaos kaki hitam


3.      PSH (PAKAIAN SIPIL HARIAN)
a.       PSH SATPAM PRIA

·        Safari lengan pendek biru
·        Kompetensi Kepolisian Terbatas
·        Papan Nama
·        Celana panjang biru tua
·        Sepatu pendek dan kaos kaki hitam














b.      PSH SATPAM WANITA


·        Safari lengan pendek biru
·        Kompetensi Kepolisian Terbatas
·        Papan Nama
·        Rok biru tua
·        Sepatu pantofel














4.      PSL (PAKAIAN SIPIL LAPANGAN)
a.       PSL SATPAM PRIA


·        Jas
·        Kompetensi Kepolisian Terbatas
·        Dasi
·        Celana panjang
·        Sepatu pendek dan kaos kaki hitam











b.      PSL SATPAM WANITA


·        Jas
·        Kompetensi
·        Celana panjang
·        Sepatu pantofel















c.       PSL SATPAM  WNAITA BERJILBAB


·        Jilbab
·        Jas
·        Kompetensi
·        Celana panjang
·        Sepatu pantofel


















BAB VII

PERLENGKAPAN SATPAM



1.      TOPI DAN SEPATU (SAFETY HELMET)
GAMBAR
KETERANGAN







·        Warna putih
·        Tanda sekuriti schotlite merah kanan dan kiri











·        Sepatu warna hitam
·        Besi pelindung






1.      ATRIBUT SATPAM
a.       PITA SATPAM
                                GAMBAR
KETERANGAN








·        Nama Satpam (lebar 1,5 cm)
·        Nomor Registrasi ybs (lebar 1.5 cm)
·        Ukuran 12x3 cm
·        Warna dasar putih
·        Garis tepi, huruf dan angka warna hitam
·        Jarak antara jahitan atas saku dan garis bawah 1 cm
·        Dipakai / dilekatkan di atas saku baju sebelah kanan

b.      PITA NAMA
                                GAMBAR
KETERANGAN


c.       TANDA LOKASI
                                GAMBAR
KETERANGAN



·        Jarak antara jahitan atas lengan kiri dengan jahitan atas tanda lokasi 2 cm
·        Jarak antara jahitan bawah tanda lokasi dengan bagian atas simbol perusahaan / instansi / badan usaha 3 cm
·        Lokasi Poltabes / Polres / Ta yg membawahi Satpam tersebut.
·        Badge instansi / badan usaha / pengguna
·        Dipakai / dilekatkan pada lengan baju sebelah kiri

d.      BADGE MABES POLRI / POLDA
                                GAMBAR
KETERANGAN



·        Badge Mabes Polri atau Polda
·        Bentuk badge sesuai dengan ketentuan Polri
·        Dipakai / diletakan pada lengan baju sebelah kanan



e.       MONOGRAM
                                GAMBAR
KETERANGAN











·        Lingkaran : me;ambangkan kebulatan tekad
·        Kelopak bunga : melambangkan ketulusan hati dan pengabdian
·        Perisai : melambangkan bahwa Satpam adalah merupakan perisai untuk menghadapi segala ancaman gangguan keamanan di lingkungan / kawasan kerjanya.
·        Gada / pentungan : melambangkan kesiapsiagaan dan disiplin yang tinggi dalam melaksanakan tugas Satpam
·        Nyala api : melambangkan semangat berkobar-kobar dan pantang mundur terhadap setiap hambatan

Ukuran L
·        Lingkaran : lebar 0.20 cm
·        Perisai
·        Gada / pentungan : lebar 0.20 cm
·        Nyala api

Dipakai / dilekatkan pada leher sebelah kanan dan kiri

f.        EMBLEM
                                GAMBAR
KETERANGAN










·        Perisai : melambangkan bahwa Satpam adalah merupakan perisai untuk menghadapi segala ancaman gangguan keamanan di lingkungan / kawasan kerjanya.
·        Gada / pentungan : melambangkan kesiapsiagaan dan disiplin yang tinggi dalam melaksanakan tugas Satpam
·        Padi dan kapas : lambang kesejahteraan yang merupakan tujuan dari pengamanan
·        Nyala api : melambangkan semangat berkobar-kobar dan pantang mundur terhadap setiap hambatan
·        Pita melambangkan keluwesan dalam melaksanakan tugas

Bahan : terbuat dari logam dengan alas beludru hitam, untuk KA Satpam warna Kuning emas dan untuk staf / anggota warna silver

Pemakaian :
-         Pada pet : di bagian depan (memakai alas)
-         Pada topi lapangan : bagian depan (tanpa alas)
-         Pada timang ikat pinggang kecil

Ukuran :
·        Perisai :
-         lebar atas perisai 5.5 cm
-         lebar bawah perisai 6.0 cm
-         tinggi perisai 6.0 cm
·        Pentungan / gada :
-         tinggi 4.5 cm
-         lebar atas 0.60 cm
-         lebar bawah 0.40 cm
·        Untaian padi / kapas lebar 0.60 cm
·        Pita lebar 0.40 cm


g.       TANDA JABATAN
                                GAMBAR
KETERANGAN






·        Bentuk : segilima (pancasila)
·        Pentungan / gada : Simbol Satpam dalam melaksanakan tugas
·        Bahan : dibuat dari logam berwarna kunins

Pemakaian :
·        Dipakai / dikenakan  pada saku baju kiri
·        Hanya diperuntukan bagi Ka Satpam

Ukuran :
·        Lebar bagian atas (tengah) 4,5 cm
·        Lebar bagian bawah 3,5 cm
·        Tinggi 4,5 cm
·        Lebar pita 0.40 cm
·        Tinggi pentungan / gada 3.5 cm

h.       TANDA KEWENANGAN KEPOLISIAN TERBATAS
                                GAMBAR
KETERANGAN









·        Perisai : melambangkan daya tangkal dan daya cegah Satpam dengan warna dasar kuning emas
·        Gambar dan tulisan gada : melambangkan kesiapsiagaan dan disiplin Satpam
·        Garis-garis sejumlah 25 : melambangkan tanggal 17 dan bulan 8
·        Pita dasar tulisan gada pratama, nadya dan utama : melambangkan keluwesan dalam bertindank masing-masing
·        Pratama : mengandung perngertian yang pertama
·        Madya : melambangkan menengah
·        Utama : melambangkan inti / utama
·        Gada Pratama : diitulis di atas pita berwarna dasar biru
·        Gada Madya : ditulis di atas pita berwarna dasar kuning
·        Gada Utama L ditulis di atas pita berwarna dasar merah

Bahan : terbuat dari logan

Dipakai / dilekatkan diatas pita SATPAM tengah-tengah dada sebelah kiri




BAB VIII

KODE NOMOR REGISTRASI PERTAMA KALI



MABES POLRI                                   -           00
POLDA NAD                                      -           01
POLDA SUMUT                                 -           02
POLDA SUMBAR                              -           03
POLDA RIAU                         -           04
POLDA JAMBI                                   -           05
POLDA SUMSEL                               -           06
POLDA BENGKULU             -           07
POLDA LAMPUNG                           -           08
POLDA METRO JAYA                      -           09       
POLDA JABAR                                  -           10
POLDA JATENG                                -           11
POLDA DIY                                       -           12
POLDA JATIM                                   -           13
POLDA BALI                                     -           14
POLDA KALBAR                              -           15
POLDA KALTIM                               -           16
POLDA KALSEL                               -           17
POLDA KALTENG                            -           18
POLDA SULSEL                                -           19
POLDA SULTRA                               -           20
POLDA SULTENG                             -           21
POLDA SULUT                                  -           22
POLDA NTB                                      -           23
POLDA NTT                                       -           24
POLDA MALUKU                             -           25
POLDA PAPUA                                 -           26
POLDA BANTEN                              -           27
POLDA KEP. BABEL                        -           28
POLDAGORONTALO                       -           29
POLDA MALUKU UTARA               -           30
POLDA KEP. RIAU                           -           31




BAB IX

BAGAN PROSES REGISTRASI DAN PENERBITAN KTA, PENULISAN DAN PENCANTUMAN NOMOR REGISTRASI, FORMULIR REGISTRASI DAN BENTUK KTA


1.      PROSES REGISTRASI DAN PENERBITAN KARTU TANDA ANGGOTA SATPAM